Tahun ini, lima tujuan wisata super-prioritas siap dipasarkan. Target yang dibidik adalah masa tinggal wisatawan lebih lama dan belanja lebih banyak.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur untuk lima tujuan super-prioritas pariwisata ditargetkan tuntas tahun ini. Pemerintah fokus meningkatkan jumlah dan lama kunjungan wisatawan, antara lain dengan membidik wisatawan bisnis.
Namun, sejauh ini, kesiapan daerah dan sumber daya masih belum optimal untuk menggarap tujuan wisata bernilai tambah.
Lima tujuan wisata super-prioritas yang ditetapkan pemerintah adalah Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang, dan Mandalika. Kelima tujuan wisata itu diharapkan mendorong sebaran wisatawan agar tidak hanya terpusat di Bali.
”Tahun ini lima tujuan wisata tersebut siap dipasarkan, dengan berorientasi produk (wisata) sehingga mendorong orang lebih lama tinggal,” ujar Asisten Deputi Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Hengky Manurung dalam Economic Outlook Pariwisata 2020: Sinergi Membangun Destinasi Pariwisata Prioritas yang digelar IDX Channel di Jakarta, Kamis (16/1/2019).
Strategi pemerintah adalah mendorong kualitas kunjungan dengan masa tinggal lebih lama. Devisa yang diperoleh juga diharapkan meningkat.
Hengky menyebutkan, pada 2019 diperkirakan ada 16,5 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Target 20 juta pada 2019 tak tercapai. Sementara itu, rata-rata lama tinggal wisman tujuh hari.
Tahun ini, 17 juta kunjungan wisman dibidik, dengan 5 juta orang di antaranya merupakan wisatawan bisnis. Adapun rata-rata masa tinggal ditargetkan 10 hari dengan belanja 1.500 dollar AS-2.000 dollar AS.
”Kami akan menggarap wisatawan bisnis dengan mengawinkan kegiatan bisnis dengan paket-paket wisata,” katanya.
Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia, pada 2018 ada 15,891 juta wisman yang datang ke Indonesia dengan nilai belanja perjalanan 16,426 miliar dollar AS. Nilai belanja per wisman 1.034 dollar AS.
Tahun ini pemerintah pusat menyiapkan anggaran Rp 11 triliun untuk mendukung infrastruktur pengembangan pariwisata. Kementerian PUPR menyiapkan anggaran Rp 8,8 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,95 triliun, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rp 5,27 triliun.
Selain itu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berkomitmen memenuhi kebutuhan listrik total 241.000 kVA di sejumlah tujuan wisata.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Budi Tirtawisata mengemukakan, pengembangan sektor pariwisata menunjukkan pergeseran dari peningkatan kuantitas menjadi kualitas. Untuk itu, perlu upaya mengemas tujuan wisata agar bernilai tambah dengan menyiapkan industri, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan menyiapkan daya dukung lingkungan.
”Peran sumber daya manusia sangat penting untuk memberi nilai tambah dan daya saing di tengah persaingan semua negara untuk menarik wisatawan,” katanya.
Budi menambahkan, wisata bisnis, yakni dari kegiatan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (MICE), yang dipadukan dengan paket wisata diyakini mampu meningkatkan lama kunjungan dan nilai belanja.
Pengeluaran wisatawan bisnis dinilai lebih tinggi, dengan nilai belanja 3-3,5 kali dari nilai belanja wisatawan umum. Wisatawan bisnis bisa belanja hingga 2.000 dollar AS per orang.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Didien Junaedy menyampaikan, pemerintah perlu serius menggarap sumber wisatawan yang dominan serta tujuan wisata premium dengan produk wisata unggulan. ”Saat ini wisatawan didominasi asal Asia. Untuk itu, perlu fokus menggarap wisatawan dari Asia agar efektif,” katanya.
Kesiapan daerah
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyoroti langkah pemerintah yang mengubah target tujuan wisata unggulan, dari 10 tujuan menjadi 5 tujuan super-prioritas. ”Apa karena target 10 destinasi unggulan tidak tercapai, maka target dipersempit? Jangan begitulah (tidak konsisten),” katanya.
Agus menambahkan, perlu target dan strategi yang jelas jika ingin mengejar target pariwisata. Pembangunan tujuan wisata dinilai tidak cukup hanya dengan menyiapkan infrastruktur, tetapi harus diimbangi kesiapan sumber daya manusia setempat melalui pelatihan agar siap menjadi pelaku wisata.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy menyatakan, langkah meningkatkan rata-rata belanja wisman mesti dilakukan bertahap. Hal ini sejalan dengan upaya promosi dan kesiapan ekosistem industri di tujuan wisata.
”Untuk 2020, kami memproyeksikan kenaikan rata-rata belanja wisman per orang sekali kunjungan sekitar 20 persen. Kami mempertimbangkan kondisi perekonomian global,” ujarnya. (LKT/MED/INA)