UMKM Garap Ekspor dan Naik Kelas
Usaha mikro, kecil, dan menengah memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional. Namun, peran itu tak cukup. UMKM juga mesti bisa masuk dan berjaya di pasar global.
Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM memiliki peran tak kecil di Indonesia. Usaha ini tetap turut menopang perekonomian saat krisis moneter mendera Indonesia pada 1998. Perputaran usahanya menopang banyak keluarga sehingga secara tak langsung memiliki andil dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Peran UMKM pada 1998 diungkapkan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki. Kala itu ekspor produk UMKM justru mampu naik 350 persen.
"Sayangnya, pembelajaran seperti itu tidak dijadikan penguatan UMKM dalam perekonomian nasional," kata Teten Masduki dalam konferensi pers Rencana Kerja Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta pekan lalu.
Peran UMKM di Indonesia terhadap ekspor nasional saat ini masih sekitar 14 persen. Sebagai perbandingan, peran ini masih kalah dibanding UMKM di Malaysia dan Thailand yang sekitar dua kali lipat dan tiga kali lipat dari angka itu.
Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi di Jepang, Korea Selatan, dan China, yang sumbangan UMKM terhadap ekspornya masing-masing 55 persen, 60 persen, dan 70 persen.
Merujuk pada peta jalan pengembangan koperasi dan UMKM 2020-2024 dari Kementerian Koperasi dan UKM, potensi ekspor UMKM ditargetkan meningkat menjadi 18,12 persen pada 2020 dan 21,14 persen pada 2021.
Potensi ekspor UMKM yang pada 2022 ditargetkan 24,16 persen diharapkan meningkat menjadi 27,18 persen pada 2023 dan 30,20 persen pada 2030. Target ini tak main-main sehingga perlu kerja keras untuk mencapainya, apalagi jika dibandingkan dengan pencapaian pada 2018 yang masih 14,37 persen.
Teten menuturkan, Presiden Joko Widodo menginginkan ada UMKM yang menjadi arus utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Selama ini usaha mikro mendominasi jumlah unit usaha di Indonesia. Secara berjenjang diikuti jumlah usaha kecil, menengah, kemudian usaha besar.
Berdasarkan data Kemenkop UKM (2018), jumlah usaha mikro sebanyak 63.350.222 unit atau 98,68 persen dari total unit usaha di Indonesia. Adapun usaha kecil berjumlah 783.132 unit (1,22 persen), usaha menengah 60.702 unit (0,09 persen), dan usaha besar 5.500 unit (0,01 persen).
Secara visual, komposisi seperti ini mirip bentuk piramida yang melebar di bawah dan semakin meruncing ke arah puncak. Usaha mikro yang berjumlah besar ada di dasar piramida. Sebaliknya, usaha besar yang berjumlah sedikit menjadi puncaknya.
Teten menambahkan, jumlah usaha mikro menjadi sedemikian besar karena sektor formal tidak berkembang baik. Dengan kata lain, sektor formal tidak sanggup menyediakan lapangan kerja atau penghidupan yang cukup bagi masyarakat.
Jumlah usaha mikro menjadi sedemikian besar karena sektor formal tidak berkembang baik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dari 126,51 juta penduduk bekerja di Indonesia, sebanyak 56,02 juta (44,28 persen) di antaranya di sektor formal. Sementara jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal justru lebih banyak, yakni 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari jumlah penduduk bekerja.
Kemenkop UKM berupaya menerjemahkan transformasi ekonomi di sektor UMKM dengan cara mengubah struktur itu agar lebih baik.
Naik kelas
Struktur mirip bentuk piramida akan diupayakan menjadi semacam kendi yang kecil di bawah, membesar di bagian tengah, dan agak mengecil di atas. Artinya, jumlah usaha kecil dan menengah didorong agar bertambah.
"Kami akan menaikkelaskan pelaku usaha kecil dan menengah. Asumsinya, kalau jumlah usaha kecil dan menengah membesar, jumlah mikronya akan makin kecil karena terserap di sektor formal," ujar Teten.
Lebih lanjut Teten menyebutkan, ada tiga pilar dalam upaya pengembangan UMKM itu. Ketiga pilar itu adalah usaha dan kompetensi UMKM, lembaga keuangan yang ramah bagi UKM, dan koordinasi lintas sektor untuk mendukung ekosistem UMKM.
Selain itu, ada enam strategi yang dijalankan untuk mengembangkan UMKM. Strategi tersebut meliputi perluasan akses pasar, peningkatan daya saing produk dan jasa, pengembangan kapasitas dan manajemen usaha, serta akselerasi pembiayaan dan investasi. Strategi lain adalah kemudahan dan kesempatan berusaha serta koordinasi lintas sektor.
Ditingkatkan
Kemenkop UKM mendata, ekspor UMKM selama ini kebanyakan dilakukan usaha menengah. Rinciannya, kontribusi ekspor usaha mikro tercatat 1,22 persen terhadap total ekspor. Adapun kontribusi ekspor usaha kecil sebesar 2,3 persen, usaha menengah sekitar 10,85 persen, dan usaha besar 85,63 persen.
Menurut Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi, ada faktor eksternal dan internal yang perlu dicermati dalam upaya peningkatan ekspor UMKM. Perang dagang dan kondisi ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah saat ini merupakan tantangan eksternal dalam menggarap pasar ekspor.
Samsul menuturkan, perlu kejelian untuk menemukan produk-produk UMKM potensial dari berbagai subsektor yang kinerja ekspornya dapat didorong. "Hal ini adalah salah satu pekerjaan yang secara internal harus digarap," ujarnya.
Dalam rangka mendorong ekspor UMKM, penggarapan pasar ekspor potensial juga jangan dilupakan.
"Salah satu pasar ekspor potensial produk UKM adalah China," kata Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono.
Perlu kejelian untuk menemukan produk-produk UMKM potensial.
Terkait ekspor UMKM, pada 19 Desember 2019 dilepas ekspor perdana produk UKM melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) e-commerce di kawasan industri dan pergudangan Marunda Centre, Bekasi, Jawa Barat. Barang dari PLB e-commerce di Marunda tersebut dikirim ke PLB Ningbo.
"(PLB) Ningbo adalah salah satu dari 4 PLB di China. Kalau mau dagang lewat e-commerce di China harus lewat PLB Ningbo," kata Handito.
Ekspor ini merupakan satu langkah yang diharapkan bisa diikuti dengan langkah-langkah berikutnya.
Baca juga : https://kompas.id/baca/utama/2019/12/19/ekspor-perdana-produk-ukm-ikm-lewat-plb-e-commerce/
Selanjutnya, tentu tetap perlu dicari pasar ekspor lain. Namun, yang tak kalah penting, produk UMKM mesti bisa menghadapi persaingan di pasar global. Tak bisa tidak, produk UMKM Indonesia mesti memiliki keunggulan sehingga dirindukan pasar.
Di sisi lain, daya saing produk UMKM Indonesia juga mesti dijaga agar mampu berjaya di pasar lokal dan global.