Target kunjungan wisatawan mancanegara tahun ini sebanyak 17 juta orang, tak setinggi tahun lalu. Ada harapan, wisatawan mancanegara yang datang adalah yang berkualitas.
Oleh
DEWI INDRIASTUTI
·3 menit baca
Lima destinasi super prioritas pariwisata ditetapkan pemerintah. Kelima daerah itu adalah Borobudur (Jawa Tengah), Danau Toba (Sumatera Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), serta Manado-Likupang-Bitung (Sulawesi Utara).
Status super prioritas itu membawa konsekuensi, antara lain kesiapan infrastruktur yang memudahkan wisatawan mendatangi destinasi terpilih. Meskipun, bukan berarti pemerintah mengabaikan kesiapan daerah lain dalam menjaring wisatawan.
Pemerintah mengalokasikan setidaknya Rp 10,1 triliun untuk mengembangkan infrastruktur di lima destinasi Bali Baru super prioritas itu. Anggaran itu dialokasikan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp 7,6 triliun dan Kementerian Perhubungan Rp 2,5 triliun. Dana ini menambah anggaran pengembangan infrastruktur pada 2019 yang sebesar Rp 1,6 triliun.
Tentu saja, ada harapan besar dalam mengembangkan infrastruktur di destinasi super prioritas itu. Salah satunya, wisatawan berdatangan ke daerah tersebut, membelanjakan uang mereka, tinggal cukup lama, membeli cinderamata, kemudian mengabarkan kesan baik kepada rekan dan keluarganya. Tak hanya wisatawan mancanegara, namun juga wisatawan nusantara.
Bahkan, lebih baik lagi jika wisatawan itu juga bepergian ke daerah lain yang berdekatan dengan tujuan super prioritas. Misalnya, turis tak hanya datang ke Borobudur, namun juga menyambangi Yogyakarta dan Magelang. Untuk itu, konektivitas penting dalam menggairahkan sektor pariwisata.
Tahun ini, Indonesia membidik kunjungan 17 juta wisman. Dari jumlah itu, 5 juta orang di antaranya adalah wisatawan bisnis.
Sementara, rata-rata masa tinggal wisman diharapkan 10 hari dengan nilai belanja 1.500 dollar AS-2.000 dollar AS sepanjang kunjungan itu.
Target yang dibidik itu lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi 2019, yang diperkirakan sebanyak 16,5 juta wisman dengan lama tinggal rata-rata 7 hari. Realisasi tersebut kurang dari target, yakni 20 juta wisman.
Masih jauh
Mengacu neraca jasa perjalanan pada Neraca Pembayaran Indonesia, pada 2017 ada 12,199 juta wisman dengan pengeluaran 4,85 miliar dollar AS. Dengan demikian, setiap wisman membelanjakan 1.077 dollar AS.
Pada 2018, berdasarkan neraca jasa perjalanan, sebanyak 15,891 juta wisman datang ke Indonesia. Mereka membelanjakan 16,426 miliar dollar AS. Jika dihitung, rata-rata nilai belanja per orang selama berlibur di Indonesia 1.033 dollar AS.
Dengan demikian, mengacu pada target tahun ini, masih diperlukan setidaknya "menahan" turis tiga hari lebih lama untuk tinggal di Indonesia. Sementara, dari sisi pengeluaran, masih perlu mengajak wisman membelanjakan dana mereka setidaknya 500 dollar AS lagi. Target yang ingin diraih masih jauh dari realisasi saat ini.
Tambahan belanja dan masa tinggal diharapkan bisa dicapai dari wisatawan bisnis yang menghadiri pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran. Agar memperpanjang masa tinggal, kegiatan bisnis bisa dipadukan dengan wisata. Selanjutnya, tentu saja, wisatawan bisnis akan berbelanja pada saat berwisata, sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh penjual makanan-minuman dan cinderamata di lokasi wisata.
Agar memperpanjang masa tinggal, kegiatan bisnis bisa dipadukan dengan wisata
Hitung-hitungan itu terkesan mudah. Namun, faktanya, tidak mudah membuat wisatawan menambah masa tinggal di Indonesia. Perlu magnet yang luar biasa untuk membuat turis tinggal lebih lama dan menikmati masa-masa melancong di Indonesia dengan membelanjakan dananya. Jika itu yang terjadi, pariwisata memberi dampak berganda bagi banyak pihak. (Dewi Indriastuti)