Bandara Soekarno-Hatta Didorong Jadi Bandara Terbaik
Penambahan landasan pacu dan taxiway pesawat di Bandara Soekarno-Hatta meningkatkan aspek keselamatan dan efisiensi. Perbaikan terus menerus dapat membuat bandara itu bersaing dengan bandara-bandara terbaik di dunia.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·4 menit baca
Sejak 2016, Bandara Soekarno-Hatta terus berbenah dengan kehadiran Terminal 3. Kini, bandara terbesar di Indonesia itu kembali menambah landasan pacu dan taxiway untuk meningkatkan aspek keamanan dan efisiensi.
Penambahan demi penambahan fasilitas itu dilakukan oleh Kementerian Perhubungan guna membuat Bandara Soekarno-Hatta menjadi salah satu bandara terbaik di dunia dan menjadi kebanggaan negara.
”Kebanggaan bagi Indonesia harus dibangun di mana-mana, salah satunya dengan bandara terbaik berkualitas dunia. Bandara Soekarno-Hatta tetap perlu terus ditingkatkan kualitasnya meskipun ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur. Fungsi Jakarta sebagai ibu kota ekonomi Indonesia harus terus didukung,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, seusai peninjauan fasilitas terbaru Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (26/1/2020) di Tangerang.
Menurut Budi, untuk meningkatkan sisi keselamatan, kapasitas daya tampung, dan kualitas pelayanan Bandara Soekarno-Hatta, Kementerian Perhubungan sudah selesai membangun dan mulai mengoperasikan landasan pacu atau runway 3, East Cross Taxiway, dan Terminal VIP yang baru. Ketiga fasilitas itu bersama Terminal 3 baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo pada Kamis (23/1/2020) yang lalu.
Terminal VIP yang baru akan menggantikan Terminal VIP di Terminal 1B yang dibangun 35 tahun yang lalu. Sementara Terminal 3 sudah beroperasi sejak 2016, tetapi baru diresmikan saat ini.
Sementara itu, keberadaan landasan pacu 3 akan melengkapi keberadaan landasan pacu 1 di sisi selatan dan landasan pacu 2 di sisi utara. Landasan pacu 3 berada 500 meter di sisi utara landasan pacu 2 dan landasan pacu 1 berjarak 2.402 meter dari landasan pacu 2.
Landasan pacu 3 memiliki panjang 3.000 meter dan lebar 60 meter. Kehadiran landasan pacu 3 membuat pengelola Bandara Soeta dapat menerapkan pola operasi dengan sistem operasi gabungan.
Pada sisi utara, landasan pacu 2 dapat difungsikan hanya untuk keberangkatan atau lepas landas. Landasan pacu 3 hanya untuk mendarat secara bergantian. Pada sisi selatan, landasan 1 menjalankan fungsi lepas landas dan mendarat secara bergantian.
Pola operasinya juga dapat diubah menjadi segregate operation. Landasan pacu 1 hanya untuk mendarat dan landasan pacu 2 dan 3 hanya untuk lepas landas bergantian.
Di sisi lain, pergerakan pesawat yang sudah mendarat atau yang akan lepas landas menjadi semakin lancar setelah adanya East Cross Taxiway (ECT). ECT melengkapi keberadaan West Cross Taxiway (WCT) yang sudah dibangun 35 tahun lalu. Taxiway adalah istilah jalur pesawat untuk bergerak di darat, dari apron atau tempat parkir pesawat ke landasan pacu, dan sebaliknya.
”Dengan tiga landasan pacu dan tambahan taxiway, keamanan pergerakan pesawat menjadi lebih tinggi. Pergerakan pesawat juga menjadi lebih lancar. Kini menjadi 81 pergerakan per jam dan terus bertambah,” kata Budi Karya.
Direktur Utama Airvav Indonesia Novie Riyanto mengatakan, pada 2013, jumlah pesawat yang lepas landas dan mendarat mencapai 64 pergerakan per jam dan naik menjadi 81 pergerakan per jam pada awal 2020.
Keberadaan landasan pacu 3 dan ECT juga membuat antrean pesawat untuk lepas landas yang biasanya mencapai 10 pesawat sudah berkurang menjadi 3-4 pesawat. Waktu untuk melintasi taxiway juga berkurang 13.3 persen.
”Kami terus mengawasi aspek keselamatan dan keamanan sambil menambah pergerakan secara bertahap. Ditargetkan mencapai 114 pergerakan per jam,” kata Novie.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan, jarak landasan pacu 2 dan 3 yang kurang dari 760 meter sempat dipermasalahkan oleh beberapa pihak karena tidak sesuai standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Namun, jika dikelola dengan baik, jarak 500 meter tidak menjadi masalah. Gerry mencontohkan, jarak landasan pacu di Bandara Dubai hanya 475 meter.
”Apakah ada yang berani mengatakan Bandara Dubai tidak aman?” kata Gerry.
Pola segregate operation, kata Gerry, dinilai lebih aman karena lokasi untuk mendarat dan lepas landas terpisah. Di sisi lain, dengan pemisahan fungsi operasi, waktu antrean dapat dipangkas 40 detik sampai 70 detik setiap pesawat. Jika diakumulasikan dengan 600 pesawat, waktu yang dapat dihemat mencapai 6 jam 40 menit sampai 11 jam 40 menit. Semua itu berujung pada penghematan bahan bakar.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan, keberadaan landasan pacu 3 dan ECT yang beroperasi sejak 20 Desember 2019 membuat performa ketepatan waktu atau on time performance (OTP) Bandara Soeta naik dari dari 69 persen pada 2018 menjadi 83 persen pada 2019.
”Perbaikan OTP itu membantu Garuda Indonesia dinobatkan menjadi maskapai penerbangan paling tepat waktu di dunia. Kami terus meningkatkan aspek keselamatan, efisiensi, dan kenyamanan agar Bandara Soekarno-Hatta dapat bersaing dengan bandara-bandara terbaik di dunia," kata Awaluddin.