Soal Jiwasraya, Yudhoyono Sebut Ada Pihak yang Dibidik
Yudhoyono menilai pemerintah terlambat menjalankan kewajibannya untuk membentuk lembaga penjamin polis.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal kasus yang membelit badan usaha milik negara bidang asuransi, Jiwasraya. Yudhoyono menyebut ada pihak-pihak yang dibidik dan harus jatuh dalam kasus tersebut.
Yudhoyono mengomentari dinamika PT Asuransi Jiwasraya (Persero) lewat akun resmi media sosial Facebook miliknya, Senin (27/1/2020). Kasus Jiwasraya membuat Yudhoyono terkenang masa lalu. Ia mengatakan, apa yang dialami pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah dia lalui saat menghadapi kasus talangan (bail out) Bank Century.
Pemerintah menalangi Bank Century, yang kemudian menimbulkan kegaduhan politik pada periode kedua pemerintahan Yudhoyono. Yudhoyono menceritakan, jumlah dana talangan Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Century diisukan mengalir ke tim sukses Yudhoyono dalam Pilpres 2009.
Para petinggi Partai Demokrat juga diisukan mendapat aliran dana. Kegaduhan kasus itu sampai membuat DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Century.
”Sama seperti sekarang ini, nampaknya ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan,” tulis Yudhoyono dari Cikeas, Jawa Barat.
Yudhoyono menyebut sejumlah nama tokoh yang diduga hendak dibidik dan dijatuhkan saat itu. Mantan Gubernur Bank Indonesia yang juga Wakil Presiden ke-11, Boediono, dan Sri Mulyani Indrawati, yang menjabat Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II, disebut Yudhoyono ditargetkan untuk dijatuhkan.
Sama seperti kasus Jiwasraya, kali ini juga ada sejumlah nama yang dibidik untuk dijatuhkan. Di kalangan DPR mulai dibicarakan desakan untuk membentuk pansus. Tujuannya, kata Yudhoyono, agar kasus besar Jiwasraya bisa diselidiki dan diselesaikan secara tuntas.
Menurut informasi dari sejumlah anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, pihak yang menggebu-gebu untuk membentuk pansus juga datang dari partai koalisi pemerintah. Ketika ditelusuri lebih lanjut mengapa ada pihak yang menginginkan pembentukan pansus, alasannya adalah untuk membidik sejumlah tokoh.
Tokoh yang dimaksud antara lain Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kabinet Kerja Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Presiden Jokowi sendiri.
Menanggapi hal itu, Yudhoyono meminta publik untuk tidak buru-buru percaya dan menuduh nama-nama tersebut terlibat. Secara pribadi, Yudhoyono mengatakan mengenal baik Sri Mulyani, Rini Soemarno, dan Erick Thohir. Ketua Umum Partai Demokrat itu juga berpikir Presiden Jokowi sangat mungkin tidak mengetahui ada penyimpangan besar di tubuh Jiwasraya.
”Prinsipnya, jangan memvonis siapa pun sebagai bersalah, sebelum secara hukum memang terbukti bersalah,” katanya.
Pemerintah terlambat
Menurut Yudhoyono, ada tujuh arena investigasi yang harus disentuh dalam kasus Jiwasraya. Ketujuh arena investigasi atau penyelidikan itu adalah memastikan secara pasti berapa jumlah kerugian, mengapa bisa jebol, siapa yang mengakibatkan jebol, apakah memang ada dugaan ada uang yang mengalir dan digunakan untuk dana politik, berapa jumlah uang pemegang polis yang mesti dikembalikan, kaitan modus kejahatan Jiwasraya dengan kasus lain, dan bagaimana solusi ke depannya.
Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah pemegang polis, Yudhoyono menyarankan segera dibentuk lembaga penjamin polis melalui undang-undang agar didapat kepastian hukum untuk itu.
Yudhoyono menilai pemerintah terlambat menjalankan kewajibannya untuk membentuk lembaga penjamin polis. Kalau saja Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dilaksanakan, paling lambat bulan Oktober 2017 Indonesia sudah punya lembaga penjamin polis.
Sementara itu, tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (27/1/2020), kembali memeriksa 13 saksi kasus Jiwasraya. Menurut rencana awal, seharusnya ada 17 saksi yang diperiksa.
Namun, saksi yang hadir hanya sembilan orang, sedangkan empat lainnya meminta pemeriksaan ditunda. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, ada delapan saksi yang tidak hadir hari ini.
”Seharusnya jika seluruh saksi dan ahli yang dipanggil hadir, pemeriksaan hari ini sebanyak 21 orang,” kata Hari melalui keterangan tertulis.
Dari 13 saksi yang sedang diperiksa, Kejagung membagi dalam tiga kelompok, yaitu saksi-saksi dari pengelola saham PT Harson Internasional Tbk, saksi-saksi dari perusahaan manajemen investasi, saksi-saksi yang namanya dipakai dalam transaksi saham, ditambah ada dua ahli dari lembaga pengawas transaksi investasi, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan.
Selain memeriksa saksi, tim penyidik juga sedang menggeledah sejumlah tempat, yakni PT Lotus Andalan Sekuritas/PT Lautandhana Securindo, PT Mirae Sekuritas/PT Daewoo Sekuritas Indonesia, dan PT Ciptadana Sekuritas.
”Sampai saat ini pemeriksaan saksi masih berlangsung. Pihak-pihak terkait dalam perkara ini masih akan terus diperiksa, baik sebagai saksi maupun ahli untuk mencari fakta hukum serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta mengungkap peristiwa yang sebenarnya,” tutur Hari.