Penurunan kinerja investasi terjadi karena nilai saham dan reksa dana saham turun. Kondisi ini membuat Asabri kesulitan membayarkan seluruh kewajiban kepada anggotanya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri mengakui sumber kerugian perusahaan negara itu adalah kesalahan pengelolaan investasi. Untuk menahan laju kerugian investasi agar tidak semakin dalam, jajaran direksi Asbri berkomitmen memetakan ulang aset.
Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja menyampaikan hal itu dalam rapat dengar pendapat antara jajaran direksi Asabri dan Panitia Kerja Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (29/1/2019).
Dalam 20 menit awal, rapat dilakukan secara terbuka. Namun, setelah direksi Asabri memaparkan kondisi keuangan perusahaan, rapat dengar pendapat yang secara total berlangsung sekitar tiga jam ini berlangsung tertutup.
Sonny menjelaskan, penurunan kinerja investasi terjadi karena nilai saham dan reksa dana saham turun. Kondisi ini membuat perusahaan kesulitan membayarkan seluruh kewajiban kepada anggotanya.
”Saat ini kami sedang memetakan aset yang bermasalah sekaligus mengubah pola investasi dari profil risiko agresif menuju moderat,” ujar Sonny.
Penurunan kinerja investasi terjadi karena nilai saham dan reksa dana saham turun. Kondisi ini membuat perusahaan kesulitan membayarkan seluruh kewajiban kepada anggotanya.
Dalam laporan keuangan Asabri yang disampaikan kepada Komisi XI terungkap, jumlah total aset lancar turun drastis dari Rp 35,52 triliun pada akhir 2018 menjadi Rp 21,99 triliun di akhir 2019. Nilai aset keuangan juga turun drastis dari posisi akhir 2018 sebesar Rp 5,9 triliun menjadi Rp 1,29 triliun pada akhir Desember 2019.
Direktur Keuangan dan Investasi Asabri Rony Hanityo Apriyanto menjelaskan, penurunan tersebut terjadi pada dua program. Pertama program Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM) serta kedua program Akumulasi Iuran Pensiun (AIP).
Total aset Asabri di program THT, JKK, dan JKM turun dari Rp 19,4 triliun pada 2018 menjadi Rp 10,6 triliun pada 2019. Sementara total aset AIP juga turun dari Rp 26,9 triliun pada 2018 hingga tersisa Rp 18,9 triliun tahun 2019.
”Total penurunan aset yang sifatnya unrealized loss (rugi yang belum terealisasi) bisa mencapai Rp 16 triliun,” kata Rony.
Rony menjelaskan, penurunan aset dipicu anjloknya nilai investasi pada instrumen saham, khususnya saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) milik Heru Hidayat serta saham dari PT Hanson International Tbk (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro.
”Nilai saham dan reksa dana perusahaan-perusahaan tersebut turun drastis dari semula Rp 500 per lembar bisa menjadi Rp 50 per lembar sehingga dana kelolaan kami juga jadi turun,” ujar Rony.
Selain masalah investasi, lanjut Rony, jumlah aset Asabri menyusut karena ada ketimpangan nilai premi yang diperoleh dengan nilai klaim dan cadangan manfaat polis masa depan. Contohnya pada program THT dan JKM, terdapat manfaat biaya pemakaman yang ditanggung premi.
”Ada angka peningkatan pencadangan polis masa depan, di mana uangnya belum keluar, tetapi sudah kami cadangkan,” kata Rony.
Jumlah aset Asabri menyusut karena ada ketimpangan nilai premi yang diperoleh dengan nilai klaim dan cadangan manfaat polis masa depan.
Pada laporan keuangan Asabri 2019, jumlah premi perseroan sebesar Rp 1,47 triliun. Sementara beban klaim dan beban kenaikan manfaat polis masa depan masing-masing minus Rp 1,37 triliun dan minus Rp 1,33 triliun.
Seusai rapat dengar pendapat, anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menyatakan, pertemuan tersebut bertujuan mencari solusi terbaik agar Asabri dapat menyelesaikan masalah keuangan. Namun, ia masih belum dapat bicara banyak soal pertemuan tersebut karena menyangkut masalah hukum dan nasib orang banyak.
”Mereka (jajaran direksi Asabri) berusaha menyelamatkan investasi mereka dan saat ini kami tunggu bagaimana penyelesaiannya,” ujarnya.