Bisnis Anak Usaha Krakatau Steel Direstrukturisasi
Krakatau Steel bakal merestrukturisasi bisnis anak usahanya. Anak usaha Krakatau Steel bakal dikonsolidasikan dalam satu induk atau holding. Upaya ini jadi salah satu pilihan menyelamatkan bisnis BUMN produsen baja ini.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Badan Usaha Milik Negara memberi lampu hijau pada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk untuk merestrukturisasi bisnis anak usahanya. Hal itu akan dilakukan dengan mengonsolidasikan beberapa anak usaha ke dalam perusahaan induk atau holding yang akan dibentuk.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat menyebut Krakatau Steel memiliki utang sampai Rp 40 triliun yang perlu direstrukturisasi. Sekitar Rp 30 triliun (atau 2 miliar dollar AS) di antaranya telah selesai direstrukturisasi per 12 Januari 2020. Sementara sisanya berasal dari anak usaha yang mencapai 60 perusahaan.
”Saya memang berasumsi secara global, ini kemungkinan jadi lebih besar. Tapi, kita fokus restrukturisasi yang konkret dulu senilai 2 miliar dollar AS atau kurang lebih Rp 31 triliun. Sisanya akan di-update. Kita enggak mungkin kerja menyeluruh, nanti kita lihat yang lain,” katanya dalam Krakatau Steel Public Expose di Jakarta, Selasa (28/1/2020) sore.
Meski masih memiliki utang, Erick mengoreksi, beberapa anak usaha Krakatau Steel memiliki utang lancar, dengan ebitda (pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi) yang sehat.
Sementara itu, Erick dan jajarannya akan mengkaji upaya-upaya untuk menyehatkan kinerja bisnis Krakatau Steel. Salah satunya adalah dengan tidak melepas aset yang dimiliki anak usahanya, melainkan mengonsolidasikannya dalam holding-holding yang akan dibentuk, seperti holding rumah sakit (RS) dan holding pariwisata. Krakatau Steel diketahui memiliki beberapa aset di luar usaha inti, seperti RS Krakatau Medika dan Hotel The Royale Krakatau.
”Kalau aset bisa konsolidasikan seperti RS, itu bukan main bisnisnya. Nanti kami gabungkan dengan RS milik BUMN lain, seperti milik Pertamina, insya Allah bulan Juni selesai. Perusahaan BUMN kita punya hampir 6.500 tempat tidur, ini terbesar di Indonesia,” kata Erick.
Tidak hanya itu, perusahaan plat merah yang ada saat ini juga memiliki 105 hotel. Hal itu membuat Kementerian BUMN akan segera membentuk holding pariwisata. Holding itu juga akan mengikutsertakan perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan pengembang properti.
Menanggapi rencana tersebut, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim akan menyerahkan kewenangan tersebut pada Kementerian BUMN.
”Sedang dikaji dengan wakil menteri (BUMN) dan benerin yang aktif agar ada percepatan penyelesaian masalah di Krakatau Steel. Kami kaji apa yang perlu dilakukan untuk buat Krakatau Steel efisien dan berdaya saing,” katanya pada kesempatan yang sama.
Usai restrukturisasi utang Rp 3,1 triliun selesai 100 persen, Krakatau Steel memang berkomitmen untuk memperbaiki kinerja operasional. Upaya itu akan dilakukan dengan melakukan penghematan dan efisiensi sampai 163 juta dollar AS.
Penghematan itu akan dilakukan dengan berbagai cara, seperti penghematan penggunaan listrik dan gas, serta optimalisasi logistik. Perseroan juga membuka peluang spin-off pada beberapa divisi untuk efisiensi. Perseroan berencana memangkas 1.879 unit kerja atau 30 persen dari total 6.264 unit kerja saat ini.
”Selain itu, ada hal lain, seperti restrukturisasi karyawan agar lebih ramping,” imbuhnya.