Dalam Laporan Akuntabilitas Awal Tahun 2020, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, pelonggaran kebijakan moneter terus berlanjut, didukung likuiditas perbankan yang memadai.
Oleh
Dimas Waraditya
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas moneter memberi sinyal untuk melanjutkan kebijakan yang akomodatif pada 2020. Bauran kebijakan ekonomi makro dan sistem keuangan akan diarahkan untuk menjaga stabilitas sambil memanfaatkan terbukanya ruang untuk mendorong momentum pertumbuhan.
Dalam Laporan Akuntabilitas Awal Tahun 2020 yang diterima Kompas, Jumat (31/1/2020), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, perkembangan ekonomi domestik dan global akan menjadi pertimbangan utama dalam memanfaatkan ruang kebijakan moneter yang akomodatif.
”Transmisi pelonggaran kebijakan moneter terus berlanjut, didukung kecukupan likuiditas perbankan yang memadai,” ujarnya.
Sejak Juli 2019, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga sebanyak empat kali sebesar 100 basis poin hingga 5 persen. Di samping mendorong kapasitas perbankan dalam penyaluran kredit, penurunan suku bunga juga diharapkan dapat meningkatkan investasi serta kemudahan pembiayaan dan korporasi.
Selain pelonggaran likuiditas perbankan dalam penyaluran kredit, giro wajib minimum (GWM) rupiah juga diturunkan 100 basis poin pada Juni dan November 2019 menjadi 5,5 persen. Strategi operasi moneter diperkuat untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan mempercepat transmisi kebijakan akomodatif.
”Stabilisasi nilai tukar juga akan dilakukan sesuai dengan fundamental ekonomi serta mekanisme pasar,” kata Perry.
Di sisi makroprudensial, kebijakan yang akomodatif akan diperluas untuk mendorong intermediasi perbankan dalam pembiayaan ekonomi antara lain melalui pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah serta sektor prioritas, termasuk ekspor dan pariwisata.
Adapun dari sisi sistem pembayaran, kebijakan akan difokuskan untuk memperkuat integrasi ekonomi dan keuangan digital. Hal ini dilakukan lewat penguatan infrastruktur publik berbasis digital, penguatan ekosistem sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan, serta mendorong sinergi dan kolaborasi di antara penyelenggara teknologi finansial.
”Tujuan utamanya adalah untuk menjaga terkendalinya inflasi sesuai sasaran 2 persen-4 persen hingga akhir 2020 serta turut mendorong momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Perry.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memprediksi, BI akan kembali menurunkan suku bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini. Proyeksi ini seiring dengan tren inflasi yang rendah dan stabilnya nilai tukar rupiah.
”Kami memprediksi, penurunan akan mencapai 50 basis poin. Keputusan ini tidak luput juga dari kondisi perekonomian global,” ujarnya.
Budi yakin, bank sentral di negara maju, khususnya The Fed di Amerika Serikat, akan kembali menempuh langkah pelonggaran moneter. Pelonggaran dapat dilakukan baik melalui penurunan suku bunga maupun suntikan likuiditas.
Faktor eksternal lain adalah ketidakpastian proses Brexit di Inggris dan potensi resesi di zona Eropa. Budi berharap, stimulus moneter dapat memacu pertumbuhan dalam negeri.
”Jika suku bunga turun, harapannya penyaluran kredit akan meningkat. Begitu pula dengan daya beli masyarakat,” kata Budi.