Harmonisasi Kebijakan Nontarif Berdampak Positif pada Ekspor
Harmonisasi kebijakan nontarif dalam kegiatan ekspor-impor intra-ASEAN akan mempermudah arus perdagangan barang. Konsumen juga berpotensi mendapatkan harga yang lebih murah karena harga produk turun 2-3 persen.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara anggota ASEAN perlu mengharmonisasi kebijakan-kebijakan nontarif di bidang ekspor dan impor. Harmonisasi intra-ASEAN ini diyakini berdampak positif pada kinerja ekspor Indonesia ke pasar ASEAN.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, mengatakan, harmonisasi aturan nontarif dalam kegiatan ekspor-impor antarnegara anggota ASEAN akan mempermudah arus perdagangan barang intra-ASEAN. Hal itu juga akan turut meningkatkan perdagangan Indonesia bersama ASEAN secara global.
”Dampak positifnya, Indonesia dapat menguatkan posisinya dalam rantai nilai global (di kawasan Asia Tenggara),” katanya seusai diskusi bertajuk ”Kebijakan Perdagangan Asia Tenggara dalam Ekonomi Dunia” yang digelar Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan CIPS di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Dampak positifnya, Indonesia dapat menguatkan posisinya dalam rantai nilai global.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara anggota ASEAN pada 2019 sebesar 35,65 miliar dollar AS. Pasar ASEAN memiliki andil 23 persen terhadap keseluruhan negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia.
Di antara negara-negara anggota ASEAN, ekspor Indonesia ke Singapura menempati posisi tertinggi pada 2019. Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Singapura pada periode itu sebesar 9,07 miliar dollar AS.
Felippa memperkirakan, ekspor Indonesia ke pasar ASEAN akan meningkat seiring dengan harmonisasi kebijakan nontarif intra-ASEAN. Saat ini, CIPS masih meneliti nilai peningkatan ekspor tersebut.
Ekspor tersebut berpotensi meningkat karena standar nontarif produk yang menjadi syarat masuk ke negara-negara anggota ASEAN menjadi seragam karena harmonisasi. Dampaknya, aliran barang dari Indonesia pun semakin mudah karena telah memiliki standar nontarif yang sesuai.
”Konsumen juga berpotensi mendapatkan harga yang lebih murah. Harmonisasi kebijakan nontarif itu menyebabkan nilai produk turun 2-3 persen di tingkat konsumen,” kata Felippa.
Berdasarkan data CIPS, jumlah kebijakan nontarif di bidang ekspor-impor di negara-negara anggota ASEAN pada 2018 sebanyak 9.502 kebijakan. Angka ini meningkat 15 persen dibandingkan dengan tahun 2015.
Contoh kebijakan nontarif yang diterapkan di Indonesia meliputi standar produk yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia, ketentuan pengemasan, dan ketentuan pelabelan. Kuota impor juga dinilai sebagai kebijakan nontarif.
Direktur Perundingan ASEAN Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Donna Gultom menyatakan, Sekretariat ASEAN telah memiliki panduan penyusunan kebijakan nontarif dalam perdagangan internasional. Pemantauan pelaksanaan panduan tersebut juga merupakan wewenang Sekretariat ASEAN.
Komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk mengharmonisasikan kebijakan nontarif tidak dapat dimasukkan secara tertulis dalam perjanjian perdagangan dengan negara-negara lain di luar kawasan ASEAN. Di sisi lain, Indonesia belum siap menghadapi pengetatan aturan perdagangan yang berlaku secara regional di ASEAN.
Oleh sebab itu, Donna menilai, Indonesia dapat menunjukkan komitmen harmonisasi kebijakan nontarif itu melalui peningkatan disiplin dan kepatuhan. Langkah ini pun menjadi strategi umum yang diambil negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Terkait harmonisasi kebijakan nontarif, Senior Fellow ERIA Salvador Buban berpendapat, setiap negara perlu terbuka dan transparan. Dalam hal ini, ERIA bersama Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) telah memutakhirkan Database ERIA-UNCTAD Non-Tariff Measure (NTM).
Harmonisasi kebijakan nontarif itu akan menggenjot kualitas dan kuantitas kinerja perdagangan dalam jangka panjang. Ini perlu ditopang dengan mempromosikan kebijakan perdagangan tanpa batas tersebut.
”Hal itu akan turut menopang berkembangnya Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi serta mempromosikan daya saing perdagangan dan tata kelola yang lebih baik sehingga berkontribusi pada peningkatan pembangunan di kawasan,” ujarnya.