Pembobolan Bank, BNI Cabang Ambon Jangan Cuci Tangan
Pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Ambon yang dilakukan oleh komplotan internal tidak hanya menimbulkan kerugian pihak bank yang diklaim mencapai Rp 58,9 miliar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Ambon yang dilakukan oleh komplotan internal tidak hanya menimbulkan kerugian pihak bank yang diklaim mencapai Rp 58,9 miliar. Polisi juga mendapat pengaduan dari sejumlah nasabah bank yang mengaku dirugikan hingga puluhan miliar. Oleh karena itu, pihak BNI diharapkan tidak mengabaikan kerugian nasabah dimaksud.
Ketua Lumbung Informasi Rakyat Maluku Yan Sariwating kepada Kompas, di Ambon, Jumat (31/1/2020), mengatakan, BNI harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami nasabah korban penipuan oleh pelaku pembobolan yang tak lain adalah pimpinan bank sendiri.
”BNI jangan sampai cuci tangan. Masyarakat berani menyimpan duit atau mengikuti produk perbankan karena ditawari oleh pihak bank. Transaksinya juga di bank,” kata Yan.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, banyak nasabah melaporkan kehilangan dana di BNI Cabang Ambon ke Polda Maluku. Itu di luar kerugian Rp 58,9 miliar yang dialami BNI. Banyak nasabah mengalami tekanan batin setelah mengetahui uang di rekening mereka hilang. Seorang nasabah bahkan sampai mengalami stroke.
BNI jangan sampai cuci tangan. Masyarakat berani menyimpan duit atau mengikuti produk perbankan karena ditawari oleh pihak bank. Transaksinya juga di bank. (Yan Sariwating)
Seperti diberitakan sebelumnya, pembobolan itu dipimpin oleh Faradiba Yusuf saat menjabat Wakil Pimpinan BNI Cabang Ambon. Pembobolan secara berkelompok itu dilakukan sejak 2016 hingga 2019. Faradiba dilaporkan pihak BNI Ambon ke Polda Maluku pada Oktober 2019. Setelah sempat buron beberapa hari, Faradiba akhirnya ditangkap polisi pada 20 Oktober 2019.
Selain Faradiba, polisi juga sudah menetapkan lima pegawai BNI sebagai tersangka. Mereka adalah Soraya Pellu, Christian Rumahlewang, Marice Muskita, Y Maitumu, dan Callu. Mereka berbagi peran mulai dari rekayasa bukti transaksi, menampung dana nasabah yang dialihkan, hingga melakukan pencucian uang hasil kejahatan.
Sebelumnya, Pimpinan BNI Kantor Wilayah Makassar Faizal A Setiawan mengatakan, pihak bank tidak akan bertanggung jawab terhadap kehilangan uang nasabah jika nasabah tidak melewati prosedur yang benar.
Diduga, banyak nasabah yang memberikan kuasa kepada Faradiba untuk melakukan transaksi keuangan. Kesalahan itu menjadi tanggung jawab Faradiba sebagai pribadi dan juga nasabah sendiri atas kelalaiannya.
Melalui pesan Whatsapp, Kompas meminta komentar Faizal dalam masalah tersebut, tetapi tidak dibalas. Dalam wawancara sebelumnya, Faizal menyatakan tidak akan memberikan komentar terkait kasus tersebut. Ia beralasan, kasus tersebut sudah diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
Menurut Yan, pengembalian uang nasabah yang hilang sangat bergantung pada proses penyidikan polisi. ”Kuncinya sekarang ada pada polisi. Seperti apa tanggung jawab bank dalam kasus ini. Terlebih, kasus ini melibatkan pimpinan yang merupakan simbol dari bank serta sudah berlangsung sejak 2016. Pengawasan internal bank ada di mana?” ujarnya.
Pasal korupsi
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, polisi melakukan penyidikan berdasarkan bukti-bukti hukum. Jika ditemukan adanya kesalahan secara kelembagaan, pihak BNI dapat dimintai pertanggungjawaban. ”Semua sangat bergantung pada bukti hukum yang dimiliki penyidik. Kalau tidak kuat, tidak bisa dipaksakan,” ujarnya.
Ia menambahkan, selain kejahatan perbankan dan pencucian uang, polisi juga menjerat Faradiba dan teman-temannya dengan tindak pidana korupsi. Polisi menilai, kerugian yang dialami BNI juga kerugian negara. BNI merupakan anak usaha dari badan usaha milik negara yang dimodali dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penasihat hukum Faradiba, F Pistos Noija, mempersilakan polisi menggunakan pasal berlapis untuk menjerat Faradiba. ”Itu kewenangan penyidik. Nanti kami hadapi di pengadilan,” ujarnya. Ia juga enggan berkomentar lebih jauh mengenai penyitaan sejumlah harta milik Faradiba di Ambon ataupun Sulawesi Selatan.
Aset milik Faradiba di Sulsel meliputi 10 rumah, 1 unit apartemen, 2 bidang tanah, 1 unit bangunan tiga lantai untuk sarang burung walet, dan 2 bangunan untuk usaha ayam potong. Total aset itu senilai belasan miliar rupiah. Di Ambon, polisi menyita 8 mobil, 1 cincin berlian, dan uang tunai Rp 2,7 miliar.