Kementerian Perdagangan memperketat pengawasan produk impor asal China menyusul merebaknya virus korona. Pengetatan terutama pada komoditas pangan.
Oleh
Runik Sri Astuti / Mediana
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah menyatakan bakal memperketat pengawasan impor khususnya produk makanan dan minuman asal China. Langkah itu ditempuh untuk mengantisipasi masuknya virus korona tipe baru ke Tanah Air.
”(Indonesia) harus lebih selektif (terhadap produk yang diimpor) terutama untuk produk makanan dan minuman,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (31/1/2020).
Menurut Agus, pengawasan terhadap produk impor akan melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Pertanian.
Kementerian Perdagangan mengklaim kinerja ekspor belum terpengaruh oleh merebaknya virus korona. Agus bahkan optimistis ekspor pada tahun ini lebih baik, salah satunya produk olahan ikan yang memiliki akses pasar ke Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Eropa, dan negara Asia lain.
Agus menanggapi pemberitaan tentang impor produk perikanan asal China pada Januari 2020 yang meningkat 15,24 persen dibandingkan dengan Desember 2019 (Kompas, 30/1/2020). Volume impor komoditas perikanan dari China, Taiwan, dan Hong Kong sebesar 1.968.086,73 kilogram, naik dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebesar 1.707.774 kg.
Menurut Agus, untuk mendongkrak ekspor pada tahun ini, pihaknya akan menandatangani perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara ASEAN. Upaya itu berpeluang membuka akses pasar dan membangun mitra strategis. Piahknya juga mendorong pelaku usaha memanfaatkan hasil kerja sama perdagangan internasional untuk mengoptimalkan ekspor.
Terdampak
Pada Kamis waktu Geneva, Swiss, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan bahwa penyebaran infeksi virus korona jenis baru sudah dalam tahap darurat kesehatan global. Oleh karena itu, koordinasi antarnegara di tingkat global diperlukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan mengatasi persoalan virus ini.
Terkait pengumuman itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Budijanto Ardiansjah mengatakan, pihaknya berharap pemerintah melarang sementara kunjungan wisatawan mancanegara. ”Kalau negara lain punya sikap sama, penanganan wabah penyakit bisa lebih cepat,” ujarnya.
Menurut Budijanto, penyebaran informasi mengenai virus korona cenderung heboh dan tidak terkontrol. Akibatnya, di beberapa titik destinasi pariwisata ada kabar penolakan terhadap wisatawan asal China.
Ketua Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia Elly Hutabarat menambahkan, industri pariwisata paling terdampak oleh wabah virus korona. Besar kecilnya dampak tergantung seberapa lama status darurat global.
”Situasinya sekarang berbeda dengan tahun 2003 ketika terjadi wabah penyakit virus severe acute respiratory syndrome (SARS) atau sindrom pernapasan akut parah. Pada saat itu, peredaran informasi tidak cepat. Kalau virus korona, perkembangan informasi cepat sehingga kami harap penanganan setiap kasus cepat dan akhirnya industri kembali pulih,” tutur Elly Hutabarat.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Guntur Sakti menyatakan, setelah pengumuman oleh WHO, kondisinya makin tidak jelas. Pemerintah Indonesia sedang berupaya untuk mengevakuasi warga Indonesia di Wuhan, China.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, pengumuman WHO berpengaruh setidaknya terhadap perjalanan bisnis investor. ”Pengelola kawasan industri berupaya meningkatkan kewaspadaan,” kata Sanny.
Upaya antisipasi ditempuh dengan mengajak para pengelola dan penyewa kawasan industri. Antisipasi antara lain dengan memastikan kondisi kesehatan karyawan yang baru kembali dari perjalanan dinas di negara-negara yang terinfeksi virus.
Situasi itu diwarnai simpang siur informasi. Hoaks terkait virus korona meluas melalui media sosial dan aplikasi pesan instan. Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu menyebutkan, ada setidaknya 36 jenis konten hoaks terkait virus korona yang terdeteksi selama 23-30 Januari 2020. (NIK/SYA/CAS/MED)