Konsolidasi Rantai Pasok Bahan Baku untuk Dukung UMKM
Kementerian Koperasi dan UKM ingin mengonsolidasikan rantai pasok bahan baku bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan UKM ingin mengonsolidasikan rantai pasok bahan baku bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Hal ini dinilai penting karena UMKM kerap bermasalah dalam urusan kelangsungan rantai pasok dan kualitas bahan baku.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memandang kegiatan sektor UMKM selama ini kerap bergerak secara individual. Hal ini membuat potensi usaha yang semestinya bisa lebih besar dan beragam kemudian hanya berhenti di situ-situ saja.
”Ada stigma kalau produk UMKM itu hanya keripik, akik, dan batik. Sementara hanya sebagian kecil yang mengembangkan produknya. Kalau hanya berputar di produk yang itu-itu saja, sulit bagi UMKM untuk naik kelas,” ujar Teten dalam diskusi bertajuk ”Gagasan Bung Hatta Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional” di Museum Bank Indonesia, Sabtu (1/2/2020).
Teten membayangkan konsep integrasi rantai pasok bahan baku dalam wujud rumah produksi bersama. Hal ini ia anggap dapat menjadi wadah untuk meningkatkan standar bahan baku produk UMKM.
Ia mencontohkan, potensi untuk membangun wadah semacam itu ada pada bahan baku kayu. ”Di Kendal, Jawa Tengah, ada Perguruan Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu yang modern. Saya pikir, bila bahan baku furnitur standarnya seperti yang ada di Kendal, kita bisa konsolidasi rantai pasok bahan baku sehingga arahnya juga pada efisiensi,” ujar Teten.
Ia menambahkan, perguruan politeknik di Kendal tahun ini akan menjadi proyek percontohan untuk rumah produksi bersama. ”Kita masih kaji dan lihat efektivitasnya hingga setahun ke depan,” ucapnya.
Deputi IV Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin mengatakan, konsep rumah produksi bersama atau lebih dikenal sebagai
sharing resources dapat membentuk standardisasi bahan baku bagi pelaku UMKM. Konsep serupa semestinya juga dapat berlaku di lini UMKM yang lain, misalkan sentra pembuatan sepatu di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat.
”Metode semacam itu dapat mendorong kapasitas produksi pelaku UMKM yang mungkin mandek segitu-gitu saja. Hal ini yang juga ingin kita dorong dengan konsep pengelompokan (clustering) sektor usaha di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia,” kata Rudy.
Dengan konsolidasi rantai pasok yang berimplikasi pada peningkatan kualitas produk, Teten berharap ada peningkatan kontribusi ekspor dari sektor UMKM. Adapun kontribusi UMKM terhadap ekspor baru 14,37 persen, padahal sektor ini berkontribusi terhadap PDB lebih dari 60 persen.
”Kontribusi UMKM terhadap PDB tercatat sebesar 61,07 persen atau setara Rp 8,5 triliun. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja hingga 97,02 persen, tetapi kontribusi terhadap ekspornya masih sangat kecil. Ini yang harus kita dorong,” ungkap Teten.
Deputi Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Hari Santosa Sungkari menambahkan, UMKM juga perlu semakin merambah ke kanal digital. Dalam Statistik UMKM Indonesia, pemanfaatan teknologi digital oleh UMKM baru sebatas 7 persen.