Dengan produksi garam nasional yang meningkat, impor garam industri semestinya diminimalkan agar garam rakyat terserap dan tidak anjlok harganya. Petambak garam diyakini mampu memenuhi target produksi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stok garam dikhawatirkan kian menumpuk seiring minimnya penyerapan oleh industri dan surplus panen garam nasional. Tanpa keseriusan mendorong penyerapan garam produksi dalam negeri, penumpukan stok diperkirakan mencapai 2 juta ton.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, stok garam nasional dari sisa produksi 2019 pada Januari 2020 sebanyak 1,8 juta ton. Adapun produksi tahun ini ditargetkan 3 juta ton. Kebutuhan garam untuk konsumsi rumah tangga dan komersial rata-rata 700.000 ton per tahun. Sementara komitmen penyerapan garam hingga Juni 2021 sebanyak 1,9 juta ton.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda di Jakarta, Jumat (31/1/2020), menyatakan, pihaknya telah meminta Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan koperasi garam agar bisa meningkatkan serapan garam rakyat.
Dampak kelebihan stok saat ini, antara lain, terlihat dari anjloknya harga garam. Harga garam di petambak rakyat anjlok hingga ke level Rp 150-Rp 250 per kilogram atau hanya 10 persen dari harga tahun lalu yang berkisar Rp 1.600 per kg.
Tahun ini pemerintah menaikkan alokasi impor garam 2,9 juta ton, naik dibandingkan dengan kuota tahun lalu yang sebesar 2,7 juta ton. Alasannya untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan industri pengguna.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Garam (Persero) Budi Sasongko menyatakan, penyerapan garam rakyat diperkirakan turun tahun ini. Sebab, dana penyertaan modal negara tersisa Rp 14 miliar. Pihaknya telah mengajukan penyertaan modal Rp 700 miliar untuk menyerap sekitar 500.000 ton dan menambah gudang.
Budi berharap pemerintah mewajibkan importir menyerap garam dalam negeri dalam persentase tertentu, baik garam yang dihasilkan PT Garam maupun garam rakyat.
Menurut Budi, dengan produksi garam nasional yang meningkat, impor garam industri semestinya diminimalkan, terutama impor garam untuk industri aneka pangan.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim berpendapat, kuota impor garam semestinya diturunkan karena petambak garam rakyat mampu memenuhi target produksi yang diharapkan oleh pemerintah.