Pariwisata menjadi salah satu sektor andalan Indonesia untuk menekan defisit transaksi berjalan. Larangan bepergian Pemerintah China bagi warganya bisa berdampak pada dunia pariwisata Indonesia.
Oleh
Dewi Indriastuti
·2 menit baca
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menyampaikan harapan terhadap industri pariwisata. Perolehan devisa dari sektor ini bisa mengurangi defisit transaksi berjalan.
Transaksi berjalan Indonesia, dalam perhitungan per triwulan, selalu defisit setidaknya sejak triwulan IV-2011. Namun, secara tahunan, transaksi berjalan defisit sejak 2012.
Dalam transaksi berjalan, neraca jasa nyaris selalu defisit. Namun, kondisi yang defisit ini tertolong neraca jasa perjalanan yang selalu surplus. Jasa perjalanan dihitung dari belanja atau uang yang dikeluarkan pelancong saat datang ke Indonesia dikurangi nilai belanja atau uang yang dikeluarkan pelancong Indonesia yang bepergian ke luar negeri.
Pada 2017, neraca jasa perjalanan surplus 4,85 miliar dollar AS. Sepanjang 2017, berdasarkan data Bank Indonesia, sebanyak 12,199 juta orang melawat ke Indonesia dengan total nilai belanja 13,139 miliar dollar AS.
Pada 2018, sebanyak 15,891 juta orang datang ke Indonesia dengan pengeluaran 16,426 miliar dollar AS. Pada 2018, surplus neraca jasa perjalanan 6,112 miliar dollar AS.
Angka-angka surplus itu membuat Pemerintah Indonesia mendorong sektor pariwisata untuk meningkatkan perannya. Diharapkan, semakin banyak turis yang berwisata ke Indonesia, semakin besar perolehan devisa. Jika hal itu terjadi, ini bisa membantu mengurangi defisit transaksi berjalan.
Meskipun, pariwisata bukan satu-satunya jalan. Pemerintah juga menggunakan cara lain untuk menekan defisit transaksi berjalan. Misalnya, mengurangi impor minyak melalui penerapan kebijakan penggunaan bahan bakar nabati, yakni program B-20 yang berlanjut dengan B-30 tahun ini.
Sekadar catatan, berdasarkan neraca pembayaran Indonesia, impor minyak pada 2017 senilai 20,319 miliar dollar AS, yang pada 2018 meningkat menjadi 26,259 miliar dollar AS.
Akan tetapi, saat ini sektor pariwisata mesti berhadapan dengan risiko global terbaru, yakni virus korona tipe baru yang merebak di China dan sejumlah negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengumumkan status kedaruratan kesehatan dunia akibat penyebaran virus ini. Pemerintah China bahkan melarang warganya bepergian ke luar negeri karena merebaknya virus ini.
Padahal, turis China berperan penting dalam sektor pariwisata Indonesia dan dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik, ada 1,919 juta turis China yang datang ke Indonesia pada Januari-November 2019, nomor dua terbanyak setelah Malaysia yang sebanyak 2,834 juta orang.
Sepertinya, perlu langkah-langkah strategis baru jika tetap ingin mendorong sektor pariwisata sebagai sektor utama peraih devisa.