Selain Hoaks, Awas ”File” yang Menyamar bak Dokumen Resmi
Konten hoaks terkait virus korona dinilai terus beredar melalui medsos dan aplikasi pesan instan. Kaspersky bahkan menyebut telah menemukan file berbahaya yang menyamar bak dokumen resmi perkembangan virus korona.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain hoaks dan disinformasi, ada pihak-pihak yang memanfaatkan kegawatan menghadapi virus korona tipe baru dengan menyebar file berbahaya. Perusahaan solusi keamanan siber, Kaspersky, menyebut telah menemukan sejumlah file berbahaya yang menyamar bak dokumen resmi perkembangan virus korona.
Terkait penyebaran hoaks dan disinformasi, pemerintah terus berupaya menyisirnya di media sosial dan aplikasi pesan instan. Pada saat bersamaan, pemerintah berencana mengajak kerja sama operator telekomunikasi seluler untuk menyebarluaskan pesan pendek berisi konten resmi perkembangan virus korona di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan, sejak 23 Januari hingga 3 Februari 2020, mesin pengais menemukan 54 judul konten hoaks atau disinformasi terkait virus korona tipe baru. Contoh konten yang dinilai salah adalah info bahwa China dilaporkan diam-diam mengkremasi korban virus korona. Contoh lain, kurma harus dicuci bersih karena mengandung virus korona yang berasal dari kelelawar.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan temuan itu di Jakarta, Senin (3/2/2020). Dia mengajak agar warganet tidak ikut larut di tengah derasnya konten hoaks atau disinformasi.
Ada setidaknya 36 jenis konten hoaks terkait virus korona yang terdeteksi selama 23-30 Januari 2020.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu menyebutkan, ada setidaknya 36 jenis konten hoaks terkait virus korona yang terdeteksi selama 23-30 Januari 2020. Dengan demikian, dari tanggal 30 Januari sampai 3 Februari terdapat tambahan 19 konten.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
”Konten hoaks atau disinformasi tidak akan langsung kami turunkan. Kami berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar mengambil langkah tegas,” kata Johnny.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan, pihaknya berencana menyebarluaskan pesan pendek (SMS blast) berisi informasi perkembangan dan klarifikasi atas hoaks ataupun disinformasi tentang virus korona. Rencana ini akan bekerja sama dengan operator telekomunikasi seluler dan diharapkan bisa mulai pekan ini. Soal kuantitas pengiriman pesan, pemerintah masih mempertimbangkan agar jangan sampai malah menjadi spam.
Selain itu, Kemenkominfo mengimbau warga agar berhati-hati terhadap kejahatan siber yang mengikuti penyebaran konten hoaks atau disinformasi tentang virus korona.
”Konten hoaks atau disinformasi tentang virus korona yang disertai tautan jangan sampai diklik. Kemungkinan besar tautan itu mengandung malware. Jangan sampai juga terjebak membuka tautan apa pun yang dikirimkan lewat surel dari orang yang tidak dikenal karena ada kemungkinan itu malware,” ujar Semuel.
Perusahaan global di bidang solusi keamanan siber, Kaspersky, dalam pernyataan resminya, kemarin, mengungkapkan, perusahaan telah menemukan sejumlah file berbahaya yang menyamar bak dokumen resmi perkembangan virus korona. File itu berisi ancaman perangkat lunak perusak, seperti Trojan, yang mampu menghancurkan, memblokir, sampai mengganggu pengoperasian jaringan komputer.
Analis malware Kaspersky, Anton Ivanov, menyebutkan, sistem Kaspersky baru mendeteksi 10 file. Jumlahnya diperkirakan bertambah. ”Ketika masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap kesehatan mereka, kecurigaan kami adalah semakin banyak malware tersembunyi dalam dokumen palsu tentang virus korona,” katanya.
Semuel menegaskan, Kemenkominfo tidak segan menindak hukum pelaku, baik penyebaran konten maupun penyelenggara platform. Penindakan menyesuaikan dengan amanat UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU tentang ITE. Kemenkominfo berencana mengeluarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika soal tata kelola konten, turunan dari UU No 19/2016.
”Peraturan Menkominfo menyoal tata kelola konten akan berisi mekanisme pendaftaran penyelenggara sistem transaksi elektronik sampai pengenaan sanksi apabila mereka tidak mengelola konten sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Termasuk hoaks atau disinformasi. Sanksinya bisa berupa pengenaan denda uang kepada penyelenggara,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah, saat dihubungi terpisah, menyatakan, ATSI belum memperoleh informasi terkait rencana pemerintah menyebar pesan pendek perkembangan virus korona di Indonesia. Menurut dia, ada kemungkinan pemerintah langsung berkoordinasi ke setiap operator telekomunikasi seluler.
”Ketika ada penyebaran SMS resmi perkembangan virus korona di Indonesia, kami menilai hal itu bisa menambah kesadaran masyarakat. Bagi kami, pendistribusian informasi perlu menggunakan seluruh kanal komunikasi agar semakin efektif,” ujarnya.
Mengutip artikel Reutersberjudul ”As Coronavirus Misinformation Spreads on Social Media, Facebook Removes Post” (1 Februari 2020), melalui blog resminya, Facebook Inc berkomitmen menghapus konten palsu yang telah ditandai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas kesehatan resmi di negara setempat. Konten seperti itu dianggap bisa mengarah ke kerusakan fisik.
TikTok, yang dimiliki oleh China Bytedance, dan Pinterest Inc mengeluarkan larangan informasi kesehatan yang salah dan secara aktif menghapus konten palsu virus korona. WeChat, aplikasi pesan milik Tencent Holdings Inc, mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaan menghapus unggahan konten yang berisi informasi salah terkait virus korona.