Ada saat bagi Indonesia untuk membidik pasar ekspor ikan yang baru, tak hanya terpaku pada pasar yang sudah ada. Saat ini bisa jadi momentum membidik pasar itu.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Virus korona tipe baru merebak di China dan sudah masuk ke sejumlah negara. Organisasi Kesehatan Dunia sudah menyatakan sebagai status kedaruratan kesehatan dunia.
Pekan ini, Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai mengambil sampel produk-produk ikan yang diimpor dari China untuk diperiksa di laboratorium. Pengambilan sampel di pelabuhan dan bandara pintu masuk impor itu sebagai antisipasi penyebaran virus korona tipe baru.
Faktanya, sesudah wabah virus korona merebak, impor komoditas perikanan dari China meningkat. BKIPM-KKP merilis, impor komoditas perikanan dari China sesudah wabah virus korona malah menunjukkan tren naik. Pada Januari 2020, volume impor komoditas perikanan dari China, Taiwan, dan Hong Kong sebanyak 1.968.086,73 kilogram atau meningkat 15,24 persen dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebanyak 1.707.774 kg.
Selama ini Indonesia mengimpor beragam komoditas perikanan dari China. Komoditas perikanan itu terdiri dari produk ikan segar dan beku, crustacea, bahan pembuat pakan, dan pakan ikan buatan. Sebagian impor komoditas perikanan itu untuk keperluan konsumsi, diproses, ataupun diperdagangkan.
Produk impor ikan, misalnya, untuk keperluan pemindangan dan pengalengan ikan sarden dan makerel. Setidaknya 20 persen kebutuhan bahan baku sarden diimpor dari China. Ketersediaan ikan lemuru—bahan pembuat sarden—yang musiman di Indonesia dituding sebagai pemicu impor. Adapun bahan baku makerel kaleng mengandalkan impor 100 persen karena tidak tersedia di dalam negeri.
Indonesia juga bergantung pada impor untuk komponen pakan, seperti pelet ikan dan udang, pakan benih ikan dan udang, serta artemia. Begitu juga dengan bahan pembuat pakan, seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan premix. Selain dari China, impor produksi perikanan budidaya juga dipasok dari Amerika, Jepang, India, dan Chile.
Seiring target pemerintah menaikkan produksi perikanan budidaya, muncul kekhawatiran bahwa kebutuhan impor bakal meningkat jika bahan baku dan produksi pakan dalam negeri tidak diperkuat. Ketergantungan terhadap produk impor rentan terhadap fluktuasi nilai tukar, pelemahan ekonomi global, dan penyebaran wabah penyakit.
Inilah momentum bagi Indonesia untuk membenahi daya saing. Tidak sebatas untuk keperluan ekspor, tetapi juga untuk mencukupi bahan baku produksi dalam negeri. Faktor keterbatasan bahan baku akibat hasil tangkapan ikan yang musiman perlu disiasati dengan peningkatan kapasitas gudang pendingin untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga.
Di sisi lain, perlu langkah strategis untuk menekan ketergantungan impor bahan baku pakan ikan dan udang. Caranya antara lain lewat substitusi bahan baku serta penguatan industri pakan dan pakan mandiri. Rencana pengoperasian empat pabrik pakan raksasa asing di Indonesia diharapkan menekan ketergantungan impor pakan.
Dari sisi ekspor, China sudah menempati negara tujuan ekspor perikanan kedua terbesar setelah Amerika Serikat pada 2019. Beragam jenis ikan asal Indonesia diekspor ke China, antara lain layur, kuniran, cumi, swangi, tonang, kakap merah, tengiri, dan bawal hitam. Risiko berpotensi muncul jika pasar China melemah.
Saat ini juga bisa jadi momentum untuk membidik pasar-pasar baru dan tidak terpaku pada pasar ”tradisional”. Gerak cepat serta langkah antisipatif pemerintah dan semua pemangku kepentingan yang solid dapat menjadi jurus jitu menghadapi guncangan dan risiko ekonomi global.