Menteri Ketenagakerjaan: Draf yang Beredar Bukan Versi Asli dari Pemerintah
Menteri Ketenagakerjaan mengklaim draf RUU Cipta Lapangan Kerja yang beredar di publik bukan versi pemerintah. Namun, upah minimum, pesangon, dan jaminan sosial dijamin tak dihapus dari draf.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim bahwa draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang beredar di masyarakat bukan versi asli dari pemerintah. Pemerintah sampai sekarang masih mematangkan draf dan naskah akademiknya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyampaikan hal itu seusai konferensi pers terkait perkembangan penanganan dampak virus korona di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, saat dihubungi Rabu (5/2/2020), di Jakarta, mengatakan, omnibus law Cipta Lapangan Kerja memang tidak akan menghapus upah minimum, pesangon, dan jaminan sosial karena risiko politiknya besar.
Akan tetapi, dia mendengar kabar pemerintah berencana mengubah format upah minimum, seperti akan ada upah minimum padat karya, kenaikan upah minimum berdasarkan produk domestik bruto (PDB) regional dan inflasi daerah, serta penentuan upah minimum berdasarkan konsumsi rata-rata masyarakat.
”Pemerintah tetap harus terbuka membicarakan format baru tersebut. Serikat pekerja/serikat buruh jangan hanya menolak tanpa memberikan alternatif solusi,” kata Timboel.
Penyusunan draf dan naskah akademik omnibus law Cipta Lapangan Kerja, lanjut Ida, dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. ”Draf dan naskah akademik kemungkinan baru masuk ke DPR pekan ini,” ujar Ida.
Omnibus law Cipta Lapangan Kerja telah ditetapkan DPR masuk sebagai program Legislasi Nasional tahun 2020. Mekanisme pembahasannya akan mengikuti kaidah penyusunan undang-undang.
”Setelah draf disampaikan kepada DPR, publik bisa mengakses. Pemerintah terbuka untuk diskusi kepada publik. Surat Presiden Joko Widodo masuk ke DPR adalah hal wajar, lalu berikutnya DPR memutuskan draf dan naskah akademiknya dibahas oleh siapa,” katanya.
Ida menyatakan, pemerintah tidak pernah berpikir mengesampingkan jaminan sosial dan perlindungan hak pekerja/buruh. Dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja, kata dia, sesuai namanya memang bertujuan menciptakan lapangan kerja. Pekerjaan rumah yang belum selesai adalah masih adanya pengangguran sekitar 7,05 juta orang.
”Kan ada peraturan yang menghambat investasi sehingga penciptaan lapangan kerja terganggu. Maka, pemerintah menyisir peraturan apa saja yang menghambat,” katanya.
Terkait substansi upah minimum, Presiden Joko Widodo menekankan dirinya tidak ingin upah minimum dihapus dan tidak akan turun. Namun, Ida mengakui memang akan ada skema penghitungan yang sedang dibahas.
Substansi tentang pesangon juga disebut tidak dihapus dalm draf RUU. Pemerintah malah mengusulkan ada jaminan sosial kehilangan kerja, program baru di jaminan sosial ketenagakerjaan.
Buruh menolak
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi Ikhsan Raharjo, saat dihubungi terpisah, memandang penghitungan upah minimum sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 sejatinya menghilangkan aspek demokratis. Kelompok buruh/pekerja sudah lama menolaknya.
”Penentuan upah minimum yang semula memakai tripartit sesuai amanat UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan dihapus sesuai PP No 78/2015. Lalu, penghitungan komponen hidup layak dari setiap tahun menjadi lima tahun sekali sehingga ini juga merusak,” katanya.
Di daerah sejatinya sudah terjadi praktik-praktik tidak mengikuti kebijakan upah minimum sesuai amanat UU Ketenagakerjaan.
Ikhsan menceritakan, di tingkat daerah sejatinya sudah terjadi praktik-praktik tidak mengikuti kebijakan upah minimum sesuai amanat UU Ketenagakerjaan. Misalnya, upah minimum perdesaan dan upah minimum untuk pekerja padat karya.
”Ditambah lagi, selama ini pengabaian hak-hak buruh/pekerja, seperti tidak mengikuti upah minimum, hanya dikenai sanksi administratif. UU Ketenagakerjaan mengamanatkan begitu. Dengan demikian, kekuatan hukumnya tidak mengikat,” ujarnya.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita menegaskan, hingga tiga hari mendatang, KSBSI masih menyusun usulan-usulan untuk omnibus law Cipta Lapangan Kerja.