Strategi Jaga Bisnis Wisata yang Terimbas Kasus Virus Korona
Wisatawan dari negara-negara Eropa bisa dibidik untuk mengalihkan kunjungan ke Indonesia. Sementara itu, wisatawan China yang sedang ada di Bali memilih memperpanjang masa tinggal.
Oleh
MED/CAS/NAD/AYS/ZAK
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan perjalanan wisata mengupayakan berbagai strategi untuk mempertahankan bisnis di tengah kondisi kesehatan darurat global akibat penyebaran virus korona baru. Salah satunya dengan kembali membidik pasar klasik pariwisata Indonesia dengan menggandeng agen perjalanan setempat.
Pasar klasik atau tradisional pariwisata Indonesia adalah negara-negara di Eropa.
”Negara-negara di Asia juga bisa jadi sasaran karena punya potensi mendatangkan kunjungan wisatawan mancanegara berjumlah besar, misalnya Thailand dan Vietnam," kata Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah yang saat dihubungi Selasa (4/2/2020), di Jakarta.
Menurut dia, pelaku industri pariwisata perlu dukungan pemerintah, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk mempercepat proses promosi. Promosi bisa melalui misi penjualan dan forum bisnis pelaku industri pariwisata.
Ketua Umum Gabungan Industri Perhotelan Indonesia (GIPI) Didien Junaedi berpendapat, pasar di luar China penting digarap. Namun, strategi yang dilakukan mesti melihat pola liburan masyarakat di kawasan yang disasar.
Didien menyebutkan, pelaku industri pariwisata Indonesia bisa mulai mendekati agen atau operator perjalanan di Eropa agar mengalihkan perjalanan musim panas ke Indonesia.
Sementara, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II Kemenparekraf/ Baparekraf Nia Niscaya mengatakan, pihaknya mempromosikan lima destinasi super prioritas di acara East Mediterranean International Tourism & Travel (EMITT) 2020 di Istanbul, Turki, pada 30 Januari-2 Februari 2020. Pelaku industri pariwisata Indonesia yang ikut bisa langsung membuat kesepakatan bisnis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 16,107 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2019. Dari jumlah itu, 2,072 juta kunjungan wisatawan mancanegara di antaranya berasal dari China.
Penerbangan
Mulai Rabu (5/2/2020) pukul 00.00, penerbangan dari dan ke China dihentikan hingga waktu yang belum ditentukan. Kementerian Perhubungan membuka kemungkinan pengalihan rute pesawat yang kena dampak penutupan penerbangan itu.
”Kita sepakat rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kita pakai sebagai acuan sehingga diputuskan kebijakan penutupan penerbangan,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam jumpa pers, Senin (3/2/2020).
Saat ini ada lima maskapai nasional yang mengoperasikan penerbangan ke China, yakni Garuda Indonesia, Citilink, Batik Air, Lion Air, dan Sriwijaya Air. Pemerintah meminta hak calon penumpang tetap diutamakan. Maskapai diminta memberikan jalan keluar, di antaranya mengembalikan uang pembelian atau mengganti dengan penerbangan tujuan yang sama di kemudian hari.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan, pihaknya masih mengkaji perihal penerbangan kargo dari China. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), turis China membatalkan kunjungan.
Ketua Asita NTB Dewantoto Umbu Joka di Mataram, Selasa, mengaku sudah mengecek wisatawan China yang akan ke Lombok. ”Tidak ada lagi,” ujarnya.
Sementara itu, sebagian wisatawan China yang masih ada di Bali memilih untuk tetap tinggal untuk sementara waktu. Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pariwisata Bali tengah mempertimbangkan pemberian rekomendasi pengurusan perpanjangan masa tinggal di Bali.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Putu Astawa mengatakan, pemberian rekomendasi ini masih dipertimbangkan dan teknisnya harus disusun dengan matang. ”Dinas masih berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM soal teknis pemberian rekomendasi ini,” katanya di Denpasar, Selasa. (MED/NAD/CAS/AYS/ZAK)