Kalau "omnibus law" ini sampai mereduksi kesejahteraan buruh, asosiasi pekerja akan menolak habis-habisan. Buruh sepenuhnya mendukung investasi masuk, tetapi jangan sekali-kali dianggap sebagai penghambat investasi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah beberapa kali mendapat kritik karena proses penyusunan yang tertutup dari publik, pemerintah akhirnya menggandeng sejumlah asosiasi pekerja untuk membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, Selasa (11/2/2020). Pertemuan digelar mendadak sehari sebelum kelompok buruh menggelar unjuk rasa memprotes regulasi itu di depan Gedung DPR.
Seiring dengan itu, penyerahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja tertunda karena bertabrakan dengan jadwal rapat terbatas kabinet di Istana Kepresidenan. Sedianya, draf RUU itu akan diserahkan langsung oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto ke Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani.
Pertemuan antara pemerintah dan kelompok buruh ini diadakan mendadak. Kementerian Koordinator Perekonomian mengirim undangan bersifat sangat segera untuk mengajak sejumlah asosiasi buruh membahas substansi isu-isu ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.
Ada 14 kelompok konfederasi dan serikat buruh yang terlibat dalam Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Tidak semuanya hadir dalam rapat perdana tertutup di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa.
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono mengatakan, tim tersebut dibentuk untuk menyosialisasikan draf RUU Cipta Lapangan Kerja. Beberapa bulan terakhir, RUU itu telah disusun pemerintah atas masukan dari tim satuan tugas yang terdiri dari perwakilan pengusaha, pemerintah, dan akademisi.
Pertemuan ini sekaligus untuk menjawab protes akibat proses penyusunan RUU selama ini berlangsung tertutup dan eksklusif. Terkait buruh yang baru sekarang dilibatkan, pemerintah sebenarnya telah membentuk tim satuan tugas itu sejak lama dan akan melibatkan buruh.
”Pekan lalu kami sebenarnya sudah berencana mengumpulkan (asosiasi buruh), tetapi kami menunggu Presiden Jokowi kembali dari Australia dan menunggu arahan Menko,” kata Susiwijono.
Dalam salinan keputusan Menko Perekonomian yang diterima Kompas, tim tersebut dibentuk pada 7 Februari 2020 oleh Airlangga Hartarto.
Susiwijono menambahkan, pertemuan rutin akan diadakan lagi pada Kamis (13/2/2020) untuk melibatkan kelompok buruh dalam proses pembahasan RUU saat bergulir di DPR nanti. Namun, draf RUU Cipta Lapangan Kerja tetap akan diserahkan ke DPR dalam waktu dekat, tidak menunggu proses konsultasi dengan perwakilan buruh yang baru dimulai sekarang.
”Draf tetap jalan terus dan akan diserahkan ke DPR. Tidak ada hubungannya dengan tim ini. Kita akan bersama mendetailkan substansi yang sudah ada dalam RUU ketika nanti dibahas di DPR. Pembahasan tidak mungkin dimulai lagi dari awal karena bisa panjang lagi,” katanya.
Draf tetap jalan terus dan akan diserahkan ke DPR. Pembahasan tidak mungkin dimulai lagi dari awal karena bisa panjang lagi.
Sebelumnya, pemerintah dihujani kritik karena proses penyusunan draf RUU tertutup dari publik. Proses penyusunan juga dinilai eksklusif karena hanya melibatkan masukan dari kelompok pengusaha, bukan dari kelompok pekerja.
Ombudsman RI secara khusus sudah memberi peringatan kepada pemerintah agar membuka proses penyusunan RUU itu ke publik.
Dalam Rapat Kerja Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia di Jakarta, Selasa, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengatakan, kelompok buruh akan tetap berunjuk rasa secara damai di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (12/2/2020).
Aksi unjuk rasa itu dilakukan untuk memprotes RUU Cipta Lapangan Kerja, baik secara formil penyusunan yang tertutup maupun substansi yang dikhawatirkan mengancam hak dan kesejahteraan pekerja. Ada enam poin yang dikhawatirkan pekerja dalam RUU tersebut.
Keenam poin itu antara lain penghilangan upah minimum dan sistem upah per jam yang tidak diatur dengan detail, penghilangan atau pengurangan pesangon, dan fleksibilitas penggunaan karyawan kontrak (outsourcing).
Selain itu, isu masuknya tenaga kerja asing yang tidak memiliki keterampilan khusus (unskilled workers) yang bisa mengancam ketersediaan lapangan kerja pekerja lokal. Jaminan sosial juga dikhawatirkan terancam hilang dan penghilangan sanksi pidana bagi pengusaha.
”Sikap kami jelas. Kalau omnibus law ini sampai mereduksi atau mengurangi kesejahteraan buruh, kami akan menolak habis-habisan. Kami sepenuhnya mendukung investasi masuk, tetapi jangan sekali-kali buruh dianggap sebagai faktor penghambat investasi,” kata Andi.
Kalau omnibus law ini sampai mereduksi atau mengurangi kesejahteraan buruh, kami akan menolak habis-habisan. Kami sepenuhnya mendukung investasi masuk, tetapi jangan sekali-kali buruh dianggap sebagai faktor penghambat investasi.
Ia berharap buruh dilibatkan sejak penyusunan draf awal. Pelibatannya juga diharapkan tidak sekadar bersifat sosialisasi satu arah, tetapi dialog dan diskusi untuk bersama menyusun konsep RUU tersebut.
”Kami tetap akan turun unjuk rasa. Kenapa baru sekarang kami dilibatkan? Sejak awal kami sudah minta agar buruh dilibatkan,” kata Andi.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Obon Tabroni, mengatakan, kekhawatiran para buruh sangat wajar mengingat proses penyusunan draf RUU tertutup. Pernyataan para menteri juga semakin menambah keraguan publik atas komitmen pemerintah menyejahterakan pekerja.
”Bicara buruh, persoalan mereka sebenarnya tidak jauh dari upah dan pesangon. Dasarnya di situ. Kalau itu dicabut, hubungan kerja menjadi tidak jelas, tentu muncul protes. Ditambah penyusunan draf juga tertutup dan dirahasiakan,” kata Obon.
Menurut dia, pemerintah juga tidak bisa mengecam protes pekerja karena substansi draf RUU Cipta Lapangan Kerja memang tidak pernah dibuka ke publik. ”Jangankan buruh, DPR juga belum pernah diajak bicara dan melihat draf RUU Cipta Kerja secara langsung,” ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad berjanji, ketika pembahasan bergulir di DPR, kelompok buruh akan dilibatkan.
”Di DPR akan kami ajak untuk menyusun daftar inventarisasi masalah karena draf RUU telanjur ada dari pemerintah. Nanti dibentuk tim kecil bersama fraksi-fraksi. Kami ajak buruh, biar cepat juga pembahasannya,” ujarnya.