Merebaknya virus korona tipe baru di China akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Dampak yang dihitung dari pergerakan orang, uang, dan barang itu menekan pertumbuhan ekonomi RI sebesar 0,1-0,3 persen.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran virus korona tipe baru berdampak terhadap perekonomian Indonesia melalui tiga jalur, yakni pergerakan orang, barang, dan uang. Jika situasi ini berlangsung lebih dari enam bulan, perekonomian Indonesia diperkirakan terkontraksi 0,1-0,3 persen.
Berdasarkan kajian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1-0,3 persen itu dihitung dari sampel data pergerakan orang, barang, dan uang antara Indonesia-China selama minggu pertama penyebaran virus korona tipe baru. Besaran kontraksi bergantung pada tren penyebaran virus.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, dampak penyebaran virus korona baru terhadap Indonesia dipetakan melalui tiga jalur, yakni pergerakan orang, barang, dan uang. China merupakan mitra utama Indonesia pada ketiga jalur transmisi tersebut.
”Terobosan kebijakan tengah disiapkan untuk antisipasi dampak ekonomi atas penyebaran virus korona. Pertumbuhan ekonomi tetap dijaga sesuai target 5,3 persen pada 2020,” kata Susiwijono dalam diskusi bertajuk ancaman virus korona bagi ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Dampak virus korona terhadap lalu lintas orang bisa mengenai sektor pariwisata Indonesia. Kunjungan wisatawan mancanegara asal China menempati peringkat kedua dari seluruh wisatawan asing yang melancong ke Indonesia dengan rata-rata pengeluaran 1.385 dollar AS per kunjungan.
Penyebaran virus korona juga berdampak terhadap lalu lintas barang. China adalah mitra dagang utama Indonesia. Kontribusi ekspor Indonesia ke China mencapai 16,8 persen atau senilai 37,9 dollar AS. Adapun 74 persen impor asal China berupa bahan baku dan barang modal untuk keperluan industri pengolahan.
Susiwijono menambahkan, sejauh ini pemerintah hanya membatasi impor binatang hidup dari China. Pembatasan impor itu tidak akan berdampak signifikan bagi neraca dagang karena nilainya 231.000 dollar AS atau 0,001 persen dari total impor asal China. Tidak ada pembatasan impor untuk produk pertanian, makanan, dan minuman.
”Impor binatang hidup dilarang bagian dari proteksi negara,” kata Susiwijono.
Sejauh ini, pemerintah masih mengkaji terobosan untuk mengantisipasi dampak virus korona terhadap lalu lintas orang dan barang. Terobosan kebijakan itu antara lain berupa insentif tarif pesawat untuk tingkatkan kunjungan wisatawan Nusantara, alternatif pasar ekspor selain China, dan substitusi impor.
Susiwijono menambahkan, pemerintah kini tengah mengawasi ketat dampak virus korona terhadap lalu lintas uang, terutama investasi. Penanaman modal asing asal China menempati peringkat kedua setelah Singapura. Perlambatan investasi asal China berpotensi semakin menekan pertumbuhan ekonomi domestik.
Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi pada Januari-Desember 2019 asal China sebesar 4,7 miliar dollar AS atau 16,8 persen dari total investasi. Penanaman modal asal China itu mencakup 2.130 proyek. Adapun penanaman modal asing dari Singapura sebesar 6,5 miliar dollar AS atau 23,1 persen dari total realisasi investasi asing di Indonesia. Investasi dari Singapura di Indonesia merupakan yang terbesar.
”Investasi pada triwulan I-2020 kemungkinan besar melambat akibat penyebaran virus korona ini,” kata Susiwijono.
Implementasi RUU Cipta Kerja diharapkan bisa memperkecil dampak perlambatan investasi asal China ke perekonomian domestik. Iklim investasi dalam negeri akan diperbaiki secara bertahap seiring implementasi RUU Cipta Kerja pada triwulan III atau IV-2020. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi 2020 bisa stabil kisaran 5 persen.
Belum berdampak
Penyebaran virus korona dalam dua minggu terakhir dinilai belum berdampak signifikan terhadap industri dalam negeri, terutama industri karet, makanan dan minuman, serta logistik. Sejauh ini produksi dalam negeri dinilai berlangsung normal. Dampak virus korona diperkirakan baru terasa pada semester II-2020.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan, pasokan bahan baku dan barang modal masih mencukupi. Pengiriman impor bahan baku dan barang modal akan terkendala jika penyebaran virus korona terus meningkat.
”Berkaca dari kasus SARS, pengaruh ke industri dalam negeri biasanya setelah enam bulan terjadi,” kata Rachmat.
Meski demikian, pemerintah dan pelaku usaha harus mulai mencari alternatif negara pengimpor untuk bahan baku dan barang modal. Kebijakan substitusi impor dalam negeri diyakini belum mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri. Selain alternatif negara pengimpor, alternatif pasar ekspor juga harus serius digarap.
Ketua Dewan Karet Indonesia Azis Pane mengatakan, hambatan ekspor karet dari dalam negeri masih lebih besar dari penyebaran virus korona. Sejauh ini ekspor karet ke China belum terdampak signifikan karena kasus baru berlangsung dua minggu. Beberapa pengusaha sudah menggarap pasar ekspor selain China.
”Tantangan industri karet dalam negeri salah satunya penyakit tanaman yang mengakibatkan harga karet anjlok ke kisaran 2 dollar AS per kilogram. Akibatnya, petani memilih menanam selain karet,” kata Azis.
Ketua Kompartemen Pemberdayaan Anggota/Daerah dan Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia Febrizal Rahmana menambahkan, terlalu dini untuk mendeteksi kerugian industri akibat virus korona. Sejauh ini, industri yang nyata terdampak adalah sektor pariwisata. Sektor logistik lebih banyak memenuhi kebutuhan dalam negeri.