RUU Cipta Kerja bertujuan memperbaiki iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, regulasi itu jangan mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan buruh.
Oleh
Agnes Theodora/Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Pemerintah telah menyerahkan surat presiden dan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (12/2/2020). Penyerahan draf RUU itu menandai segera dimulainya pembahasan regulasi berkonsep sapu jagat itu di Parlemen.
RUU itu diserahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani.
Saat penyerahan tersebut terjadi unjuk rasa buruh di depan Gedung DPR. Mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja karena proses formil penyusunan draf RUU itu dinilai tertutup dan tidak melibatkan buruh. Akibatnya, substansi RUU itu dikhawatirkan bisa merugikan buruh. Mereka khawatir regulasi itu merugikan buruh. Ada sembilan poin yang dikhawatirkan bisa mengancam hak dan kesejahteraan buruh.
Kami mendukung investasi masuk, tetapi jangan sampai buruh dianggap sebagai faktor penghambat investasi
Salah satu poin di RUU Cipta Kerja yang dikhawatirkan buruh adalah terkait pengurangan pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, besar pesangon bagi buruh maksimal sembilan bulan dan dapat berlipat ganda untuk jenis PHK tertentu sehingga pesangon bisa mencapai 18 bulan upah.
Dalam draf RUU Cipta Kerja, ada perubahan formula pemberian pesangon yang akan mengurangi jumlah pesangon.
”Kami mendukung investasi masuk, tetapi jangan sampai buruh dianggap sebagai faktor penghambat investasi sehingga RUU ini mereduksi hak-hak dan kesejahteraan pekerja,” kata Presiden Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea.
Libatkan buruh
Menurut Andi, pemerintah baru melibatkan buruh untuk membicarakan substansi draf RUU itu pada Selasa (11/2) malam. Padahal, proses penyusunan draf RUU itu berlangsung sejak Presiden Joko Widodo mencetuskan penyederhanaan regulasi melalui omnibus law dalam pidato pertamanya seusai dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. ”Kami berharap saat pembahasan bergulir di DPR nanti, buruh bisa diajak masuk dalam tim pembahas,” ujarnya.
Sebelum mengundang 14 konfederasi dan serikat buruh, pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja, 7 Februari 2020. Tim terdiri dari wakil pengusaha, pemerintah, dan akademisi.
Bonus ”pemanis”
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah membenarkan, ada pengurangan jumlah pesangon di RUU Cipta Kerja jika dibandingkan di UU Ketenagakerjaan. Ini karena ada perubahan formula pemberian pesangon di draf RUU Cipta Kerja. Namun, akan ada kompensasi yang ditawarkan pemerintah melalui formula Jaminan Kehilangan Pekerjaan dalam bentuk pemberian uang saku tunai, pelatihan vokasi, dan akses penempatan kerja baru. ”Jadi, ada plus-minusnya. Jumlah pesangon memang berkurang, tetapi ada formula lain yang akan diperoleh pekerja terkena PHK,” tutur Ida.
Ida menambahkan, pengurangan pesangon diperlukan karena tidak semua pengusaha mampu membayarnya dengan jumlah tinggi. Kompensasi lain yang ditawarkan pemerintah adalah bonus yang bisa mencapai lima kali gaji untuk pekerja aktif, bukan pekerja yang mengalami PHK.
Bonus ini akan diberikan satu kali dalam rentang waktu satu tahun setelah RUU Cipta Kerja disahkan. Bonus ini hanya berlaku untuk karyawan perusahaan besar, bukan perusahaan kecil mikro dan menengah.
Kita harus lihat bagaimana tetap mendapat investasi, tetapi tenaga kerja kita juga dapat keuntungan dari investasi itu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani berharap, RUU Cipta Kerja bisa memuluskan masuknya investasi dan menciptakan banyak lapangan kerja. Terkait keharusan pengusaha memberi bonus bagi karyawan, itu tentu menjadi beban pengusaha. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan bisa menyeimbangkan antara kepentingan pekerja dan pengusaha. ”Selama ini tidak semua perusahaan sanggup memenuhi ketentuan upah dan pesangon di UU Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Saat menemui wakil buruh, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel berjanji, DPR memprioritaskan aspek kesejahteraan pekerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. ”Kita harus lihat bagaimana tetap mendapat investasi, tetapi tenaga kerja kita juga dapat keuntungan dari investasi itu,” katanya.