Pola belanja negara selama ini cenderung rendah pada awal tahun dan tinggi pada akhir tahun. Tahun ini, pola itu akan diubah menjadi lebih cepat diserap pada awal tahun.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengusung strategi penyerapan belanja negara lebih cepat pada triwulan I dan II tahun ini. Strategi ini diterapkan pada kegiatan dan anggaran kementerian/lembaga serta transfer ke daerah dan dana desa.
Dalam APBN 2020, alokasi belanja negara Rp 2.540,4 triliun. Nilai itu terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.683,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 856,9 triliun. Belanja negara pada 2020 tumbuh sekitar 9,9 persen dari realisasi belanja 2019.
”Presiden dan Menteri Keuangan mengingatkan belanja kementerian/lembaga serta transfer ke daerah dan dana desa bisa segera dieksekusi,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Percepatan belanja negara berlaku untuk semua jenis belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, kecuali belanja pegawai. Skema penyaluran belanja pengawai tetap dilakukan setiap bulan sesuai jadwal.
Pada 2020, penyaluran dana bantuan operasional sekolah dipangkas dari empat tahap menjadi tiga tahap. Skema penyaluran tahap I sebesar 30 persen, tahap II sebesar 40 persen, dan tahap III sebesar 30 persen. Adapun skema penyaluran dana desa tahap I sebesar 40 persen, tahap II sebesar 40 persen, dan tahap III sebesar 30 persen. Sebagian besar anggaran perlindungan sosial juga dicairkan pada semester I tahun ini.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, Jumat, mengatakan, efektivitas strategi penyerapan belanja negara pada awal tahun sangat dipengaruhi pola belanja kementerian/lembaga. Selama ini, penyerapan belanja membentuk pola rendah pada awal tahun dan sangat tinggi pada akhir tahun.
”Untuk menjalankan strategi front loading secara efektif perlu dipastikan dulu kementerian/lembaga siap mengeksekusi belanja awal tahun,” ujar Eko.
Perencanaan yang masih terlalu umum menjadi salah satu penyebab serapan anggaran rendah pada awal tahun. Akibatnya, proses lelang baru bisa dilaksanakan paling cepat pada Maret. Kementerian/lembaga seharusnya mempertajam perencanaan untuk mempercepat eksekusi anggaran.
Eko menambahkan, pemerintah juga harus berhati-hati dengan strategi front loading. Jika strategi belanja ini gagal, investor surat berharga negara akan minta imbal hasil yang lebih tinggi. Sebab, investor menilai pemerintah memerlukan lebih banyak dana untuk memompa perekonomian pada semester II-2020.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengingatkan, pembiayaan kebijakan fiskal ekspansif akan semakin sulit jika aliran modal surut dan harga komoditas anjlok. Ketidakpastian masih menyelimuti tahun ini sehingga kebijakan fiskal harus penuh kehati-hatian.
”Penuh kehati-hatian diimplementasikan melalui optimalisasi pendapatan dan peningkatan kualitas belanja pemerintah,” kata Febrio.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kinerja APBN pada triwulan I biasanya kurang optimal karena faktor musiman peralihan tahun. Penyerapan anggaran pada triwulan I lebih lambat dibandingkan dengan setelahnya. Oleh karena itu, skema penyaluran beberapa jenis belanja lebih besar pada awal tahun.
”Anggaran langsung ditransfer ke rekening penerima supaya bisa segera digunakan, tidak melalui rekening pemerintah daerah,” kata Sri Mulyani.
Kebijakan belanja yang ditarik ke awal tahun untuk mengimbangi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2019.