Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan di perdesaan mempunyai potensi untuk berdaya dan mandiri secara ekonomi. Kendati berpenghasilan lebih sedikit, perempuan lebih suka menyimpan uangnya daripada pria.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan literasi keuangan pada perempuan di perdesaan diyakini dapat mengurangi kesenjangan. Pendidikan diterapkan dengan pemberian pelatihan sederhana bagi perempuan yang akses terhadap layanan keuangan sangat terbatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan di perdesaan mempunyai potensi untuk berdaya dan mandiri secara ekonomi.
Penelitian dilakukan Center for Global Development yang bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti Bank Dunia, Umbrella Facility for Gender Equality, Mercy Corp Indonesia, serta ExxonMobil Foundation. Lokasi penelitian ada di 400 desa yang tersebar di lima kabupaten di Jawa Timur, yaitu Ngawi, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan Tuban. Rentang waktu penelitian adalah akhir 2016 sampai pertengahan 2018.
Kendati berpenghasilan lebih sedikit, perempuan lebih suka menyimpan uangnya daripada pria.
Senior Fellow pada Center for Global Development, Mayra Buvinic, memaparkan hasil penelitian bahwa keinginan menabung dari pihak perempuan jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, yaitu 63 persen berbanding 27 persen. Namun, kemampuan akses terhadap layanan jasa keuangan pada pihak perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di antara pelaku usaha di Jawa Timur, keuntungan bulanan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
”Kendati mereka berpenghasilan lebih sedikit, perempuan lebih suka menyimpan uangnya daripada pria,” kata Mayra, Senin (17/2/2020), di Jakarta.
Glory Sunarto, Program Manager Mobile Financial Service for Female Enterpreneurs pada Mercy Corp Indonesia, mengatakan, pelatihan literasi keuangan bagi perempuan di perdesaan mencakup pencatatan pemasukan dan pengeluaran, perencanaan arus kas, penyuluhan pentingnya menabung, serta informasi keberadaan dan penggunaan produk lakupandai yang dimiliki bank. Untuk menguji hasil penelitian, ada kelompok yang tak mendapat pelatihan dan kelompok yang diberi pelatihan.
”Perempuan yang mendapat pelatihan secara signifikan mampu menjalankan usaha yang lebih baik dalam hal mencatat riwayat usaha, menentukan biaya produksi, memisahkan uang yang digunakan untuk usaha dan kebutuhan rumah tangga, serta menggunakan layanan laku pandai untuk usaha mereka,” kata Glory.
Lebih jauh, pelatihan juga berdampak positif terhadap kesejahteraan rumah tangga. Hal itu tecermin pada meningkatnya konsumsi barang yang bertahan lama (durable goods). Selain itu, kuasa perempuan dalam mengelola aset rumah tangga juga meningkat dan ketergantungan pada rentenir berkurang.
Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif Iskandar Simorangkir, yang menjadi pembicara kunci, menambahkan, peluang untuk berusaha (wiraswasta) oleh kaum perempuan di perdesaan dapat mengurangi kesenjangan. Hanya saja, kendala di Indonesia yang berupa negara kepulauan adalah akses terhadap lembaga keuangan menjadi terbatas. Pendidikan literasi keuangan menjadi sangat penting dari sekadar memiliki rekening pada bank.
”Pelatihan literasi keuangan pada perempuan dapat menaikkan performa bisnis mereka dan menjadi salah satu kunci sukses untuk melahirkan wirausahawan perempuan,” kata Iskandar.
Secara regulasi, Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan aturan pada 2014 tentang penerapan layanan perbankan tanpa jaringan konvensional yang kemudian dinamakan Laku Pandai. Layanan ini menggunakan agen lokal dan teknologi digital (telepon seluler) untuk menyediakan layanan dasar perbankan, seperti membuka akun tabungan dengan nominal rendah tanpa biaya administrasi. Agen berperan sebagai perantara bank dan konsumen.