Warga meragukan keamanan data dalam sistem sensus daring yang digunakan dalam Sensus Penduduk 2020. Diharapkan ada edukasi yang komprehensif untuk meyakinkan warga untuk menggunakan sistem tersebut.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Metode baru yang digunakan dalam Sensus Penduduk 2020, yaitu sensus secara daring, digelar sejak 15 Februari hingga 31 Maret 2020. Warga diharapkan lebih partisipatif dengan mengisi data kependudukannya di situs Badan Pusat Statistik. Akan tetapi, sebagian masyarakat masih menyangsikan dan justru menolak sensus daring.
Memasuki hari kedua pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 secara daring, masih ada sejumlah warga yang belum tersosialisasikan tentang ajang 10 tahunan itu. Salah satunya Hanif Abdurrahman (26), warga Kota Depok, Jawa Barat.
“Saya belum mendapatkan informasi terkait Sensus Penduduk 2020. Belum tahu juga kalau ternyata sekarang warga diminta untuk mengisi data sendiri secara daring,” kata Hanif saat ditemui di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Hanif mengapresiasi inovasi BPS, namun ia mengaku enggan mengisi data pribadinya secara daring. Konsultan teknologi informasi yang bekerja di wilayah Jakarta Pusat itu ragu akan keamanan data yang dikirimkan melalui sistem teknologi informasi.
Berkaca dari pengalaman, kata Hanif, pengiriman data secara daring amat rentan akan kebocoran. Dalam beberapa waktu ke belakang, kasus jual beli data pribadi yang berujung pada ragam kejahatan siber pun marak terjadi.
“Saya tidak mau mengikuti sensus penduduk secara online. Lebih baik menunggu sampai ada petugas sensus yang datang langsung ke rumah,” ujar Hanif.
Senada, Astri Utami (22), warga Jakarta Timur, mengatakan, tak bisa percaya pada platform daring yang meminta data pribadi, sekalipun hal itu dilakukan oleh lembaga resmi. Terlebih untuk sensus, elemen data yang diminta akan lebih detail.
Menurut praktisi kesehatan masyarakat itu, risiko yang ditanggung penduduk dengan mengisi data sensus secara daring lebih besar. Jika ada kebocoran, data yang beredar ke pihak tidak bertanggung jawab sangat detail dan sangat mungkin dimanfaatkan untuk kejahatan.
“Masyarakat perlu mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan meyakinkan dari BPS untuk bisa memercayai metode sensus daring. Sementara itu, sosialisasi yang benar-benar sampai ke masyarakat hingga saat ini masih belum cukup,” kata Astri.
Astri mengaku, telah mendapatkan kabar terkait Sensus Penduduk 2020 dari jejaring komunikasi di sejumlah grup percakapan daring. Akan tetapi, informasi yang ada sebatas tautan menuju situs www.sensus.bps.go.id. Tidak ada penjelasan yang lebih substansial.
Haryanti (52), warga Jakarta Timur, bahkan belum mendapatkan informasi apapun mengenai Sensus Penduduk 2020. Menurut dia, 10 dan 20 tahun yang lalu, kabar tentang sensus disampaikan petugas kelurahan secara langsung kepada warga. Jadi, mereka akan bersiap menunggu kedatangan petugas sensus ke rumah.
Menurut ibu rumah tangga itu, metode sensus daring yang diterapkan saat ini membuat pengisian lebih mudah. Akan tetapi, tidak semua warga seusianya sudah bisa mengakses internet dengan baik.
Ia belum bersedia mengisi data kependudukannya ke situs BPS. “Saya menunggu pemberitahuan dari pihak kelurahan dulu. Kalau sudah ada pengarahan, baru saya akan ikuti,” ujar Haryanti.
Kepala Subdirektorat Statistik Demografi BPS Nashrul Wajdi mengatakan, resistansi masyarakat untuk menggunakan sistem daring dalam pengisian data sudah diprediksi sebelumnya. Ia memaklumi, seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan literasi digital, tingkat kesadaran masyarakat terhadap privasinya semakin tinggi.
“Di zaman sekarang, resistansi masyarakat itu memang menjadi tantangan. Oleh karena itu, kami menyiasatinya dengan memberikan berbagai pilihan,” kata Nashrul.
Selain sensus daring, BPS tetap menyediakan petugas pencacah data penduduk. Sebanyak 340 ribu petugas dengan 74 ribu koordinator tim akan disebar ke 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota mulai Juli 2020.
Sejumlah petugas itu akan mendatangi rumah warga satu per satu untuk memastikan baik mereka yang sudah mengisi secara daring maupun belum tidak ada yang tidak tercatat. Berbeda dengan sensus sebelumnya, pada 2020 ini, petugas sudah dibekali data dasar yaitu data kependudukan yang didapat dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri. Dengan data dasar itu, diharapkan kerja petugas lebih terkontrol dan minim penyelewengan.
Keamanan data
Terkait dengan keamanan data, Nashrul menjamin bahwa sistem teknologi informasi yang dibangun BPS aman. Pengujian terhadap ketahanan sistem dalam menghadapi penetrasi dari luar sudah diuji oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Ia menjelaskan, dalam tampilan antarmuka situs sensus daring, elemen data yang ditampilkan terbatas, tidak semuanya ditampilkan. Data yang ditampilkan sebatas nama, nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (KK), dan nama anggota keluarga.
“Tujuannya, kalau ada orang yang mau mencuri itu enggak akan dapat apa-apa. Kalau NIK dan informasi seperti di KK itu kan sebenarnya sudah ada dimana-mana,” ujar Nashrul.
Keamanan itu juga dijamin melalui mekanisme kerja sistem sensus daring. Menurut Nashrul, data penduduk akan terkunci setelah warga mengisinya. Data yang sudah terkunci itu tidak bisa lagi diakses siapa pun, termasuk pemilik NIK dan KK.