Menteri-menteri Bakal Safari Sosialisasikan RUU Cipta Kerja
Sosialisasi RUU Cipta Kerja ke sejumlah kota akan berlangsung bersamaan dengan pembahasan RUU tersebut di DPR. Pemerintah menerima berbagai masukan untuk mengakomodasi semua kepentingan.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui sejumlah kementerian akan safari ke beberapa kota untuk menyosialisasikan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam kesempatan itu, pemerintah berjanji menjaring masukan-masukan agar harmonisasi berbagai kepentingan bisa dicapai dalam pembahasan rancangan undang-undang itu di DPR.
Rencana safari ke sejumlah kota tersebut dibahas dalam rapat terbatas tentang sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (18/02/2020). Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin rapat tersebut.
Hadir sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil.
Menjawab pertanyaan Kompas seusai rapat, Airlangga menyatakan, rapat membahas jadwal sosialisasi RUU Cipta Kerja. Menurut rencana, sosialisasi akan berlangsung secara paralel dengan pembahasan RUU di DPR.
”Sosialisasi akan dilakukan di sejumlah kota. Ini akan dimulai segera setelah jadwal itu terencana. Masing-masing per sektor akan ikut dalam sosialisasi dan di setiap daerah menteri-menteri akan turun sesuai sektornya masing-masing,” kata Airlangga.
Sosialisasi, menurut Airlangga, antara lain akan digelar di Jakarta, Surabaya, Bandung, Serang, Makassar, Papua, dan Palembang. Tujuannya, antara lain, menjaring masukan dari masyarakat. Selanjutnya, masukan-masukan tersebut akan menjadi bahan pembahasan di DPR.
Masing-masing per sektor akan ikut dalam sosialisasi dan di setiap daerah menteri-menteri akan turun sesuai sektornya masing-masing.
Terkait protes serikat pekerja, Airlangga menyebutkan, pemerintah akan terus menjalin komunikasi dengan serikat pekerja. Bahkan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan akan memperbanyak dialog dengan konfederasi serikat pekerja.
”Ini, kan, sifatnya RUU, jadi tentu masukan-masukan itu masih memungkinkan. Nanti tentu ada pembulatan-pembulatan dan harmonisasi yang dilakukan bersama dengan fraksi-fraksi di DPR. Jadi, ruangnya masih terbuka,” tutur Airlangga.
Airlangga menekankan, semangat dari RUU tersebut adalah memberikan kesempatan kerja kepada sekitar 7 juta masyarakat Indonesia yang masih menganggur. RUU juga bertujuan untuk mendorong usaha kecil dan menengah agar lebih mudah berusaha.
Prosedur membuat koperasi, misalnya, disederhanakan. ”Di mana di sini dibuat untuk membuat koperasi pun disederhanakan. Jadi, tiga orang bisa membuat koperasi. Membuat PT (perseroan terbatas) bisa satu orang. Jadi, betul-betul tujuannya adalah kita membuat wiraswasta mandiri lagi,” kata Airlangga.
Secara terpisah, Sofyan Djalil mengatakan, RUU Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah untuk membuka lapangan kerja bagi 6,7 juta jiwa pengangguran terbuka dan 2,4 juta angkatan kerja baru per tahun. RUU tersebut sekaligus merupakan upaya sistematis untuk membuat Indonesia lincah bergerak dan cepat merespons perubahan di tengah kompetisi dunia yang makin ketat.
”Pengangguran terbuka 6,7 juta jiwa. Ditambah 2,4 juta jiwa angkatan kerja baru setiap tahun. Ini harus ditanggapi dan harus ada upaya yang sangat sistematis untuk merespons itu. Kenyataan lain adalah negeri kita terbelenggu ribuan aturan. Ini yang mau diurai supaya lebih sinkron dalam rangka penciptaan lapangan kerja yang sangat dibutuhkan,” tutur Sofyan.
Soal hak-hak buruh, Sofyan menekankan, tidak ada yang berkurang. Meski demikian, diskusi terhadap substansi RUU terbuka agar menemukan formula terbaik.
”Tantangan bangsa ini, siapa pun pemerintahnya, adalah tuntutan lapangan kerja yang luar biasa. Yang kedua adalah tantangan dunia yang bergerak sangat cepat. Oleh karena itu, kita perlu melepas belenggu aturan supaya lebih fleksibel dan bergerak lebih cepat dalam merespons kebutuhan tenaga kerja,” lanjut Sofyan.
Agus menyatakan, bagi dunia industri, RUU Cipta Kerja harus bisa menciptakan iklim investasi yang lebih baik agar investor domestik dan luar negeri tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini penting sebab saat ini negara-negara tengah bersaing mendapatkan investasi untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri, sekaligus menciptakan lapangan kerja. Apalagi kondisi perekonomian global masih serba belum pasti dan mengalami tekanan.
”Kita harus memahami dan mengantisipasi bahwa negara-negara kompetitor juga mempersiapkan regulasi-regulasi agar negaranya memenangi perang ekonomi. Jadi, Indonesia harus cepat tanggap terhadap hal-hal tersebut,” kata Agus.
”Pada dasarnya, ini, kan, merupakan suatu persaingan ekonomi yang ketat antarnegara. Battle ground-nya salah satunya adalah regulasi. Nah, regulasinya harus betul-betul dibuat sangat menarik agar industri yang akan membawa lapangan kerja makin bisa semakin berkembang,” lanjutnya.
Staf Khusus Presiden Arif Budimanta Sebayang menyatakan, Indonesia memerlukan instrumen hukum untuk mengantarkan bangsa menjadi maju. Ciri Indonesia maju adalah rakyat yang sejahtera.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2045 lebih dari 23.000 dollar AS. Guna mencapai itu, perlu lapangan kerja yang memadai bagi seluruh rakyat Indonesia.
”Artinya, rakyat harus memiliki kesempatan kerja dalam berbagai lapangan, mulai kecil menengah, mikro, koperasi, dan besar. Tapi, tentu saja, pemerintah memiliki afirmasi untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Intinya adalah massive job creation (penciptaan lapangan kerja yang masif) dan kemudahan berusaha,” ujar Arif.
Mengenai protes dari serikat buruh karena hak buruh terancam dari sejumlah aturan di RUU Cipta Kerja, Arif menyampaikan, pemerintah bersama DPR masih membuka kesempatan untuk berbagai masukan. Masukan bisa disampaikan melalui DPR atau pemerintah melalui kementerian.
”Nanti akan ketemu suatu titik keseimbangan yang paling optimum yang juga mempresentasikan kepentingan buruh ataupun dunia usaha. Saya rasa di situ pentingnya kita membangun diskursus yang kondusif dalam proses pembahasan RUU ini,” kata Arif.