OJK akan mempercepat reformasi industri keuangan non-bank, terutama asuransi. Reformasi struktural itu meliputi reformasi industri dan infrastruktur.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kasus penyelewengan yang terjadi di industri keuangan memaksa Otoritas Jasa Keuangan berbenah. Otoritas berkomitmen mempercepat reformasi industri keuangan non-bank, termasuk asuransi, demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri ini.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Rabu (19/2/2020), Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan, selain mereformasi pengaturan dan pengawasan, OJK juga akan mereformasi institusi dan infrastruktur industri keuangan non-bank (IKNB).
”OJK berusaha meningkatkan standar pengaturan dan kualitas pengawasan, membangun IKNB yang sehat, berkontribusi bagi perekonomian nasional, serta meningkatkan daya saing dalam menghadapi tantangan ekonomi global,” ujarnya.
Pada awal Februari lalu, Ketua Umum Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, strategi reformasi IKNB dimulai sejak 2020 hingga dua tahun ke depan.
Reformasi pengaturan dan pengawasan akan meliputi kebijakan terkait tinjauan dan rekomendasi terhadap penyesuaian ulang ketentuan modal minimum berbasis risiko (risk based capital/RBC) serta penyusunan ulang ketentuan penilaian kualitas aset.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 Tahun 2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menyebutkan, perusahaan setiap tahun wajib menetapkan tingkat solvabilitas paling rendah 120 persen dari modal minimum berbasis risiko.
”Agar pengawasan semakin antisipasif, kami pun meninjau dan merekomendasikan penyesuaian ketentuan pengawasan berbasis risiko (risk based supervisory),” kata Anto.
Agar pengawasan semakin antisipasif, kami pun meninjau dan merekomendasikan penyesuaian ketentuan pengawasan berbasis risiko (risk based supervisory).
Adapun reformasi industri asuransi akan meliputi penyusunan ketentuan tentang tindakan pengawasan dan pencabutan izin usaha (exit policy). Selanjutnya analisis industri dan meninjau penyesuaian ketentuan perizinan dan kelembagaan (entry policy).
Reformasi industri asuransi akan meliputi penyusunan ketentuan tentang tindakan pengawasan dan pencabutan izin usaha.
Adapun reformasi infrastruktur meliputi penyusunan Rancangan Undang-Undang Program Penjaminan Polis dan Sistem Informasi Pengawasan serta Pelaporan. Ada juga penyusunan pedoman dan pelatihan untuk sumber daya manusia di industri asuransi.
Pengamat asuransi Hotbonar Sinaga menilai, secara sederhana peningkatan batas minimum RBC akan mendorong perusahaan asuransi meningkatkan kapasitas modal. Hal ini membuat industri punya ketahanan lebih baik dalam menghadapi klaim-klaim besar.
”Secara perhitungan sederhana, semakin besar modalnya, maka akan semakin baik. Industri asuransi jiwa tidak ada bedanya dengan perbankan karena haus modal,” ujarnya.
Sementara Direktur Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dody AS Dalimunthe menilai, penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan pengawasan yang optimal dari otoritas merupakan kunci membangkitkan industri asuransi dari berbagai masalah.
Perusahaan asuransi harus melaksanakan berbagai peraturan yang ditentukan pemerintah dan otoritas. Hal tersebut dinilai dapat mencegah timbulnya berbagai masalah, seperti yang terjadi saat ini.
”Perusahaan-perusahaan asuransi harus menjalankan proses bisnis asuransi sesuai tata kelola yang telah ditetapkan oleh regulator, juga menjalankan proses audit dengan baik,” ujar Dody.
Ia juga menyatakan, OJK memiliki peran vital mengawal jalannya industri asuransi. Oleh karena itu, DAI berharap, OJK harus melakukan pengawasan dengan memperhatikan karakteristik dan proses bisnis asuransi.