Dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rabu (19/2/2020), disepakati rencana mengenakan cukai pada produk-produk plastik.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Greenpeace Indonesia menanggapi positif rencana pemerintah mengenakan cukai pada produk-produk plastik. Langkah itu menjadi salah satu cara mengendalikan konsumsi plastik yang dianggap sudah tidak terkontrol.
Greenpeace Indonesia, melalui Juru Kampanye Urban, Muharram Atha Rasyadi, dalam keterangan pers, Rabu (19/2/2020), menyatakan, lewat cukai, konsumsi plastik sekali pakai bisa ditekan. Namun, cukai mesti dikenakan terhadap berbagai kemasan plastik, seperti kemasan makanan dan minuman, serta produk kebutuhan sehari-hari lainnya (fast moving consumer goods).
Dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rabu (19/2/2020), disepakati rencana mengenakan cukai pada produk-produk plastik.
”Rencana pengenaan cukai terhadap produk-produk plastik akhirnya menemukan titik cerah. DPR RI memberikan angin segar terhadap usul pemerintah tersebut,” kata Muharram.
Oleh karena sifat penggunaannya yang didominasi sekali pakai dan tidak bisa didaur ulang, plastik telah merusak lingkungan serta mengancam kehidupan satwa dan manusia.
Menurut dia, pelarangan pelu diutamakan untuk produk plastik sekali pakai dan sebenarnya bisa dihindari, seperti kantong dan sedotan plastik. Pengenaan cukai harus jadi pendorong bagi perusahaan menerapkan ekonomi sirkuler dengan mengutamakan penggunaan kembali (reuse) dan isi ulang (refill).
Masalah sampah plastik sudah mencapai titik kritis. Daya tampung tempat pemrosesan akhir pun sudah terlampaui. Alhasil, sungai hingga lautan kini juga menjadi tempat sampah.
Pemerintah pun mempunyai target terdekat untuk mengurangi sampah di lautan sebesar 70 persen pada 2025, dan terbebas dari polusi plastik tahun 2040. Oleh karena itu, langkah nyata dan cepat perlu segera dilakukan.