Industri pariwisata terkena dampak penyebaran virus korona tipe baru. Ada upaya mendongkrak kinerja sektor pariwisata melalui pemberian insentif.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Epidemi Covid-19 tak hanya berdampak pada kondisi perekonomian global, tetapi juga menghantam sektor pariwisata Indonesia. Pemerintah sedang menggodok sejumlah skema insentif bagi pelaku usaha sektor pariwisata yang diharapkan dapat memicu geliat industri pariwisata.
Sejumlah rapat sudah digelar hingga Rabu (19/2/2020) untuk menentukan langkah menjaga gerak sektor pariwisata. Setidaknya, dua rapat digelar Rabu secara terpisah, yakni di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Pariwisata.
Namun, sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizky Handayani, pemerintah belum memutuskan skema insentif di sektor pariwisata. Padahal, semula, akan ada insentif berupa diskon tarif untuk menarik wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik.
Rizky menjelaskan, salah satu pilihan yang muncul adalah mendorong perusahaan penerbangan di dalam negeri dan perusahaan pariwisata untuk membuat paket-paket pariwisata yang kompetitif. Pemerintah membantu mempromosikan paket-paket wisata tersebut. Dengan demikian, perusahaan tidak mengeluarkan biaya pemasaran karena akan ditanggung pemerintah.
”Kami tidak akan kasih insentif langsung, tetapi bisnis mereka akan dibantu dipromosikan pemerintah. Jadi, bentuk dukungannya adalah lewat promosi, budget (promosi)-nya nanti dari APBN,” kata Rizky.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, pemerintah berencana memberikan diskon tiket pesawat 30 persen bagi wisatawan. Diharapkan, insentif tersebut dapat mendongkrak kinerja industri pariwisata di Tanah Air.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 ada 16,107 juta kunjungan wisman ke Indonesia. Dari jumlah itu, 2,072 juta kunjungan atau 12,86 persen dari total kunjungan wisman berasal dari China. Namun, dibandingkan dengan 2018, jumlah kunjungan wisatawan China pada 2019 turun 3,14 persen.
Tahun ini, Indonesia membidik kunjungan 17 juta wisman, yang 5 juta kunjungan di antaranya adalah wisatawan bisnis. Rata-rata masa tinggal wisman diharapkan 10 hari dengan nilai belanja 1.500 dollar AS-2.000 dollar AS.
Berdasarkan neraca pembayaran Indonesia, pada 2018 sebanyak 15,891 juta wisman datang ke Indonesia yang membelanjakan 16,426 miliar dollar AS. Dengan demikian, nilai belanja wisman selama melancong di Indonesia 1.033 dollar AS.
Serius
Menurut Rizky, ada atau tidak ada wabah virus korona tipe baru, pasar pariwisata Indonesia menghadapi persoalan yang serius. Beberapa negara maju, misalnya, masih mencatat Indonesia dalam status zona kuning pada saran perjalanan. Hal ini terkait kondisi keamanan serta standar produk layanan pariwisata.
”Jadi, pasar domestik kita masih oke, tetapi pasar wisman yang lagi sakit. Ada atau tidak ada penyakit, status kita memang masih kuning,” katanya.
Berdasarkan laporan daya saing perjalanan dan pariwisata 2019 yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia (WEF), Indonesia ada di posisi ke-40.
Ketua Ikatan Cendekia Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengatakan, pemberian insentif dan tarif murah bukan solusi untuk meningkatkan pariwisata dalam negeri. Indonesia perlu meningkatkan daya saing kualitas pariwisata, bukan sekadar menawarkan tarif yang murah.
Ia meyakini, tarif murah tidak akan menjamin jumlah wisman bertambah di tengah ancaman wabah Covid-19. ”Kalaupun ada (pengaruhnya), sangat kecil dan tidak signifikan. Wisman lebih butuh pariwisata yang berkualitas dan berdaya tarik, bukan hanya murah,” katanya. (AGE)