Langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen diapresiasi. Perbankan menyesuaikan proyeksi peyaluran kredit dengan kondisi perekonomian terbaru.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Keputusan itu diapresiasi perbankan.
BI juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga fasilitas simpanan rupiah bank di BI sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4 persen dan suku bunga fasilitas pinjaman rupiah bank dari BI sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk Vera Eve Lim menyambut positif keputusan BI tersebut. ”Kami melihat, (langkah) ini bagus di tengah ekonomi yang melambat,” katanya saat ditemui setelah paparan kinerja keuangan BCA di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Meskipun demikian, Vera belum berkomentar terkait dengan penyesuaian atau transmisi suku bunga acuan BI atau BI Rate pada produk BCA, seperti kredit. ”Kredit itu bukan masalah pricing, melainkan demand,” katanya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam siaran pers menjelaskan, keputusan menurunkan suku bunga acuan merupakan kebijakan moneter yang tetap akomodatif dan konsisten terhadap perkiraan inflasi yang terkendali dan keamanan stabilitas eksternal. Keputusan ini juga menjadi langkah preemtif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah prospek pemulihan ekonomi global yang tertahan akibat penyebaran Covid-19 yang berawal dari China.
Di pasar keuangan global, BI memperkirakan, penyebaran Covid-19 meningkatkan risiko sejumlah indikator perekonomian. Hal ini mendorong penyesuaian aliran dana global dari negara berkembang ke aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman. Penyesuaian tersebut berpotensi menekan mata uang negara berkembang.
Dari sisi sistem keuangan, BI menilai, stabilitas akan terjaga, tetapi fungsi intermediasi perbankan menjadi sorotan. Hal itu salah satunya tecermin dari tingkat kredit bermasalah atau NPL bruto dan neto perbankan nasional pada Desember 2019 yang masing-masing sebesar 2,53 persen dan 1,18 persen.
Per akhir Desember 2019, NPL bruto dan neto BCA sebesar 1,3 persen dan 0,5 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan NPL bruto dan neto per akhir 2018 yang mencapai 1,4 persen dan 0,4 persen.
Belum kuat
Namun, BI menilai, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan nasional belum kuat. Pada Desember 2019, penghimpunan DPK tumbuh 6,54 persen secara tahunan. Pertumbuhan DPK pada 2020 diharapkan 8-10 persen.
Adapun kredit tumbuh 6,08 persen secara tahunan. BI menilai, angka ini mencerminkan pertumbuhan kredit belum kuat.
Pertumbuhan DPK BCA di atas angka industri perbankan nasional. Sepanjang 2019, BCA membukukan pertumbuhan DPK 11 persen secara tahunan menjadi Rp 704,7 triliun yang didominasi dana murah.
Sementara kredit yang disalurkan BCA per akhir 2019 mencapai Rp 603,7 triliun atau tumbuh 9,5 persen secara tahunan.
BI juga memangkas proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada 2020 menjadi 9-11 persen, sejalan dengan revisi pertumbuhan ekonomi. Semula, BI memperkirakan kredit pada 2020 tumbuh 10-12 persen secara tahunan.
Adapun Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memperkirakan, pertumbuhan kredit nasional akan berkisar 5-7 persen pada tahun ini. Perkiraan ini sudah mempertimbangkan dampak penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian domestik.