Pemerintah Masih Optimistis Perekonomian Tumbuh 5,3 Persen
Presiden Joko Widodo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih bisa mencapai 5,3 persen. Namun, ada syaratnya, yakni target investasi sebesar Rp 900 triliun terpenuhi.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat penyebaran virus korona baru tak membuat pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi 2020. Presiden Joko Widodo menegaskan, target pertumbuhan ekonomi nasional 5,3 persen masih masuk akal asalkan target investasi juga tercapai.
Seusai menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2020, Kamis (20/2/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan, perang dagang dan penyebaran virus korona tipe baru tidak mendukung pertumbuhan ekonomi global. Akan tetapi, target pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok 5,3 persen masih dianggap masuk akal. Syaratnya, target investasi tahun ini sebesar Rp 900 triliun bisa tercapai.
”(Target 5,3 persen) masih masuk akal kalau investasi kita berikan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) tercapai, yaitu kurang lebih Rp 900 triliun,” kata Jokowi.
Presiden menjelaskan, investasi menjadi kunci untuk mempertahankan ekonomi nasional tetap tumbuh di atas 5 persen sebab volume ekspor tidak bisa dinaikkan karena kemampuan pasar luar negeri untuk menyerap komoditas nasional menurun.
Investasi menjadi kunci untuk mempertahankan ekonomi nasional tetap tumbuh di atas 5 persen.
Langkah serupa dilakukan negara-negara lain di dunia, yakni berlomba-lomba mendatangkan investasi. Semakin banyak arus modal yang masuk ke suatu negara, peredaran uang di dalam negeri akan semakin banyak dan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bergerak dari kisaran 5 persen, setidaknya sejak 2016. Pada 2019, perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen.
Di hadapan peserta rakornas investasi, Presiden mengungkapkan, sebenarnya Indonesia sudah memiliki kerja sama investasi senilai Rp 708 triliun. Namun, sampai saat ini kerja sama investasi itu belum terealisasi karena masih ada hambatan di lapangan. Ada pula peluang investasi senilai Rp 1.600 triliun yang belum tertangani dengan baik.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya membenahi kebijakan untuk mendorong kemudahan berusaha. Diharapkan, indeks kemudahan berusaha Indonesia yang saat ini masih di urutan ke-73 bisa naik menjadi lebih baik.
”Sekarang kita di angka 73, dulu 2014 kita di angka 120. Ini sudah meloncat, 120 ke angka 73. Bukan sesuatu yang mudah. Teapi, saya enggak mau angka itu karena masih nanggung. Saya minta di bawah 40,” kata Presiden.
Presiden juga menyampaikan sudah memberikan target indeks kemudahan berusaha tahun 2021 bisa naik ke peringkat ke-71. Untuk itu, pemerintah berusaha menyederhanakan prosedur perizinan, dari sebelumnya 11 tahapan menjadi 5 tahapan. Waktu untuk mengurus perizinan juga diupayakan dipangkas, dari 10 hari menjadi 3 hari.
Sementara pemerintah daerah diminta membantu mempermudah pelaksanaan di lapangan. Presiden meminta para kepala daerah dan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk menyelesaikan perizinan investasi secara cepat.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan, penyelesaian investasi tidak cukup dengan pendekatan regulasi. ”Di lapangan paling banyak sekali masalah, Pak Presiden. Hantu-hantu paling banyak, baik hantu berdasi, hantu tak berdasi, mereka ini seperti dapat dirasakan, tetapi tidak bisa dipegang seperti angin,” tuturnya.
Meski banyak persoalan yang menghambat realisasi investasi di daerah, BKPM tetap berupaya untuk memenuhi target investasi sebesar Rp 886 triliun.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI menjelaskan, BI menurunkan suku bunga acuan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Suku bunga acuan diturunkan 25 basis poin menjadi 4,75 persen.