Konektivitas Menjadi Landasan Pembangunan Ibu Kota Baru di Kaltim
Proses penyiapan ibu kota baru di Kalimantan Timur terus dimatangkan oleh pemerintah. Salah satu aspek di antaranya sistem transportasi yang akan dibangun secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem transportasi di ibu kota negara baru di Kalimantan Timur akan dibangun secara terintegrasi dan berkelanjutan. Konektivitas sangat penting karena ibu kota baru harus menjadi pendorong ekonomi bagi wilayah sekitarnya, terutama kawasan Indonesia Timur.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, kendaraan pribadi dan angkutan massal di ibu kota negara baru harus berbasis listrik agar ramah lingkungan. Selanjutnya, perkotaan juga dikonsep menjadi kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) sehingga masyarakat cukup berjalan kaki menuju moda transportasi umum.
”Konektivitas bagi satu kota sangat penting karena dengan konektivitas, aksesibilitas atau kestrategisan kota itu menjadi baik. Dengan kepastian itu, menjadi salah satu unsur keberhasilan ibu kota baru,” ujar Budi dalam diskusi ”Merajut Konektivitas Ibu Kota Negara” di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Diskusi hasil kerja sama harian Kompas dan Kementerian Perhubungan ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins, serta Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.
Untuk mendukung konektivitas di ibu kota negara baru, pemerintah akan mengoordinasikan dua bandara yang sudah ada di Kalimantan Timur, dan akan membangun satu bandara khusus untuk tamu-tamu negara atau very very important person (VVIP). Dua bandara yang sudah saat ini adalah Bandara Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda.
Budi menjelaskan, bandara VVIP akan dibangun pada akhir tahun 2021. Posisi bandara tersebut akan berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat ibu kota negara baru. Dia menambahkan, nantinya, ketiga bandara yang ada di Kalimantan Timur akan dikelola satu operator gabungan. Pengelolaan bandara itu akan dikolaborasikan dengan investor swasta lokal dan asing. Dengan demikian, pengembangan tiga bandara ini tak banyak menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
”Nanti kami undang kolaborasi asing dan lokal sehingga investasi untuk bandara tidak keluar dari APBN, tetapi dari swasta yang investasi di situ,” kata Budi.
Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan, pemerintah akan mengetatkan aturan kepatuhan berkendara di ibu kota baru. Kendaraan yang diperbolehkan masuk ke kawasan ibu kota harus ramah lingkungan atau berbasis listrik (electric vehicle/EV).
”Kalau dia enggak EV, enggak boleh masuk di kota itu. Kalau masuk ke dalam, harus EV atau public transportation yang pakai EV,” ucap Luhut.
Luhut juga mengatakan, pemerintah berencana membangun pabrik baterai litium di sekitar lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur. Pembangunan pabrik ini, lanjut dia, untuk memenuhi kebutuhan energi mobil listrik yang akan digunakan di area ibu kota baru.
Pemerintah, kata Luhut, juga tengah membangun kerja sama dengan pengusaha dari Australia, Andrew Forrest, terkait investasi hydropower. ”Semua energi di sana tidak batubara. Kami akan ambil energi hydropower,” katanya.
Badan otorita
Luhut juga menyebut, Presiden Joko Widodo sedang menyiapkan sosok Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Badan setingkat menteri tersebut dibentuk untuk mengelola persiapan, pemindahan, dan pembangunan ibu kota negara baru.
”Presiden sedang finalisasi siapa menteri untuk Badan Otorita Ibu Kota Negara tersebut,” ujar Luhut.
Sementara itu, Sekretaris Tim Kajian Ibu Kota Negara (IKN) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Hayu Parasati mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ibu Kota Negara ditargetkan selesai Juni 2020. Saat ini payung hukum tersebut masih digodok pemerintah.
”Perkiraan, bulan Juni, semua rancangan UU dan masterplan sudah siap sehingga Juli sudah dimulai soft ground breaking yang dimulai seterusnya dengan penyiapan pembangunan fisik,” kata Hayu.
Hayu menambahkan, konektivitas harus didahulukan dalam proses pembangunan ibu kota baru. Sebab, ibu kota negara harus menjadi pendorong ekonomi di kawasan Indonesia Timur, sekaligus berkolaborasi dengan kota-kota besar di sekelilingnya, Samarinda dan Balikpapan.
”Pusat inovasi ada di ibu kota negara dan hasil inovasi ini dimanfaatkan Samarinda, Balikpapan, dan untuk menggerakkan ekonomi di Kalimantan dan kawasan timur Indonesia,” ujarnya.