JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah membuka keran ekspor benih lobster direncanakan berlangsung 2-3 tahun. Di sisi lain, budidaya lobster di dalam negeri akan ditumbuhkan sebagai salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pembukaan ekspor benih lobster secara terbatas merupakan bagian dari revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara RI. Aturan itu melarang penangkapan benih lobster serta membatasi ukuran lobster yang boleh diekspor.
Koordinator Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menyebutkan, ekspor benih lobster ditargetkan maksimum 2-3 tahun. Kebijakan ekspor benih tersebut sudah melalui kajian akademis. Selama periode itu, Indonesia perlu berpacu mengembangkan budidaya lobster di dalam negeri agar bisa bersaing dengan Vietnam yang jauh lebih maju dalam pembesaran lobster.
Selama ini, pembesaran lobster di Vietnam mengandalkan pasokan benih dari Indonesia. Pada saat ekspor benih dilarang, penyelundupan benih dilaporkan marak ke Vietnam.
”Ekspor benih lobster maksimum 2-3 tahun, setelah itu distop. Diharapkan Indonesia sudah bisa mengembangkan budidaya lobster,” katanya.
Harga lobster di Vietnam hingga sepuluh kali lipat dari harga di Indonesia. Sebab, Vietnam lebih efisien dalam produksi karena ditunjang kemajuan teknologi budidaya pembesaran, pakan, logistik, serta kapasitas sumber daya manusia. Indonesia mesti mengejar pakan, etos kerja pembudidaya, dan logistik.
Rokhmin menambahkan, jumlah benih lobster yang diekspor juga akan dibatasi melalui sistem kuota. Jumlah ekspor benih itu akan dibatasi sesuai potensi penangkapan benih secara lestari, yakni maksimum 30 persen dari total potensi benih bening lobster.
Berdasarkan data KKP, potensi benih lobster sebanyak 12,3 miliar ekor per tahun yang terdiri dari 6 jenis lobster. Adapun komoditas lobster yang akan digarap meliputi lobster pasir dan mutiara, dengan perkiraan potensi 4 miliar ekor benih per tahun.
Eksportir benih lobster dibatasi dan wajib memenuhi persyaratan, antara lain bermitra dengan nelayan penangkap benih dan memiliki usaha budidaya pembesaran lobster. Dari kuota ekspor benih yang didapat, sebanyak 1 persen di antaranya wajib ditambahkan ke alam (restocking) dan 10 persen wajib dibudidayakan untuk pembesaran.
Adapun pengiriman benih ekspor dibatasi hanya di tiga bandar udara, yakni Soekarno-Hatta (Banten), Ngurah Rai (Bali), dan Juanda (Sidoarjo).
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam paparan Outlook Perikanan 2020 di Jakarta, Rabu (26/2/2020), mengemukakan, program prioritas pengembangan budidaya akan fokus pada lima komoditas unggulan.
Komoditas itu antara lain udang, lobster, rumput laut, patin, dan ikan hias.
Pengembangan budidaya lobster mencakup pembenihan serta pembesaran benih hasil tangkapan alam. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 20 miliar-Rp 30 miliar untuk keperluan itu. Pekan ini, pemerintah akan menandatangani kerja sama dengan Universitas Tasmania, Australia, yang dinilai berhasil dalam program pembenihan.
Slamet mengakui, untuk mengembangkan perikanan budidaya, sistem logistik perbenihan perlu diperkuat. ”Kita harus masuk ke industri perbenihan karena kunci perikanan budidaya adalah benih,” katanya.
Saat ini pasar komoditas udang masih terbuka luas dengan target peningkatan ekspor 2,5 kali lipat dalam lima tahun mendatang.
Pasar komoditas udang masih terbuka luas.
Sehari sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengemukakan, aturan sudah disusun dengan riset ilmiah serta melibatkan akademisi dan pemangku kepentingan. Pembenihan dan pembesaran lobster akan diutamakan untuk nilai tambah. Adapun mekanisme ekspor benih lobster akan disusun melalui petunjuk teknis.