Masalah Perizinan Menjadi Isu Hubungan Swiss-Indonesia
Swiss mengusulkan perlunya kepastian hukum, transparansi, dan perlakuan yang sama terhadap investasi asing ataupun domestik yang ada di Indonesia. Peta jalan industri yang jelas juga diperlukan investor.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah perizinan dan kerumitan birokrasi dalam berbisnis menjadi salah satu isu hubungan kerja sama bilateral antara Swiss dan Indonesia. Kedua pihak sepakat meningkatkan komunikasi, dialog, dan mempererat kerja sama di masa mendatang. Pengembangan sumber daya manusia menjadi kunci dalam industri 4.0 antarkedua negara.
Isu perizinan dan birokrasi yang komplek menjadi salah satu poin yang tertuang dalam dokumen rekomendasi dari kamar dagang Swiss-Indonesia (SwissChamb Indonesia) untuk Pemerintah Indonesia. Dalam masukan itu, Swiss mengusulkan perlunya kepastian hukum, transparansi, dan perlakuan yang sama terhadap investasi asing ataupun domestik yang ada di Indonesia. Peta jalan industri yang jelas juga diperlukan investor.
”Kami berkomitmen membuka ruang dialog dan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Program pemerintah di era industri 4.0 dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyederhanaan birokirasi, ataupun perizinan sangat kami sambut dengan baik,” ujar Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timur Leste, dan ASEAN Kurt Kunz dalam dialog bertema ”Indonesia 4.0: an Opportunity for Transformation”, Kamis (27/2/2020), di Jakarta.
Swiss mengusulkan perlunya kepastian hukum, transparansi, dan perlakuan yang sama terhadap investasi asing ataupun domestik yang ada di Indonesia. Peta jalan industri yang jelas juga diperlukan investor.
Sejumlah perwakilan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia mengaku, tantangan industri 4.0 di Indonesia cukup berat kendati Indonesia adalah negara dengan potensi ekonomi yang sangat besar. Selain masalah perizinan, rantai pasok di Indonesia yang rumit dengan bentuk negara kepulauan menyebabkan ongkos logistik menjadi mahal.
”Ada pula masalah ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dialog terbuka dan kerja sama menjadi sangat penting untuk menyelesaikan tantangan dan masalah-masalah tersebut,” kata General Manager CastleAsia James Castle.
Sementara itu, CEO Nestle Indonesia Dharnesh Gordhon menambahkan, butuh kecerdasan dalam berbisnis saat menghadapi berbagai tantangan yang ada. Masalah rumitnya perizinan dan birokrasi justru membuat pelaku usaha tertantang menciptakan efisiensi.
Salah satu kunci keberhasilan menerapkan efisiensi adalah lewat pemanfaatan teknologi maju. Selain itu, dibutuhkan pula sumber daya manusia yang cerdas dalam menjalankan bisnis usaha.
”Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia menjadi perhatian penting dalam perusahaan kami untuk bisa memenangi persaingan di era industri 4.0,” ucap Dharnesh.
Butuh kecerdasan dalam berbisnis saat menghadapi berbagai tantangan yang ada. Masalah rumitnya perizinan dan birokrasi justru membuat pelaku usaha tertantang menciptakan efisiensi.
Pemerintah Indonesia, menurut Deputi ad interim Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto, berusaha mempercepat segala proses perizinan dan kemudahan berinvestasi. Dalam hal tersebut, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN.
Namun, Indonesia terus berupaya mengatasi ketertinggalan itu. ”Selain mempermudah perizinan bisnis, kami juga berusaha keras meningkatkan mutu sumber daya manusia yang menjadi program prioritas pemerintahan saat ini setelah program pengembangan infrastruktur pada periode sebelumnya,” kata Septian.
Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan menambahkan, kesungguhan Pemerintah Indonesia memperbaiki iklim investasi lewat penyederhanaan perizinan adalah sedang disiapkannya undang-undang sapu jagat (omnibus law).
Perizinan investasi juga sudah melalui model satu pintu di BKPM. Ia menyarankan perusahaan asing yang mengalami kesulitan dalam hal perizinan menghubungi orang yang tepat di BKPM.
Berdasarkan data SwissChamb Indonesia, terdapat sekitar 150 perusahaan asal Swiss yang beroperasi di Indonesia di bidang kimia, farmasi, ataupun teknologi. Nilai perdagangan Swiss-Indonesia pada 2018 sebesar 1,3 miliar dollar AS. Nilai impor Swiss dari Indonesia sebesar 870 juta dollar AS, sedangkan nilai ekspor Swiss ke Indonesia sebesar 486 juta dollar AS.