Kedai Biji Kopi terlahir di kota seribu sungai, Banjarmasin. Kedai itu memopulerkan tiga jenis kopi asli Kalimantan Selatan, yaitu Aranio Banjar, Liberti, dan Pengaron Banjar.
Oleh
Jumarto Yulianus
·5 menit baca
Kedai Biji Kopi terlahir di kota seribu sungai, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kedai yang dirintis Dwie Putra Kurniawan itu memopulerkan tiga jenis kopi asli Kalimantan Selatan, yaitu Aranio Banjar, Liberti, dan Pengaron Banjar. Ketiga biji kopi Borneo itu disebut sebagai persembahan Banua untuk Indonesia dan dunia.
Berangkat dari keinginan berwirausaha, Dwie Putra Kurniawan (43) merintis kedai kopi di kota seribu sungai, Banjarmasin. Kedai kopi bernama Biji Kopi itu mencoba mengangkat pamor kopi asli tanah Banjar atau Banua, Kalimantan Selatan (Kalsel). Meskipun bisnis itu masih terbilang ”belia”, Biji Kopi sudah mampu menduniakan kopi Banua.
Kedai kopi Biji Kopi berdiri pada pertengahan 2018. Dwie merintis usaha tersebut bersama rekannya, Eka Saputri. ”Sejak awal, kami memang bertekad mengenalkan dan mengangkat kopi lokal asli Banua,” kata Dwie ketika dijumpai di salah satu kedainya di Banjarbaru, medio Januari 2020.
Kopi lokal pertama yang diangkat dan diperkenalkan adalah kopi dari daerah dataran tinggi Aranio, Kabupaten Banjar. Jenis kopi robusta itu dipopulerkan dengan nama kopi Aranio Banjar. Penamaan itu sesuai dengan daerah tumbuhnya, sebagaimana penamaan kopi-kopi Nusantara yang sudah lebih dulu terkenal.
”Sebelumnya, kopi Aranio hanya untuk konsumsi masyarakat setempat. Kopi itu biasa dijumpai di warung-warung Pasar Jati, Martapura. Kalau di kedai-kedai kopi, kebanyakan kopi dari luar daerah,” tutur Sarjana Ekonomi Akuntansi dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, itu.
Dwie yang pernah menjadi karyawan bank itu membawa kopi Aranio Banjar naik kelas. Dari kopi rumahan ataupun warung kecil menjadi kopi kafe. Di kedai kopi Biji Kopi, kopi Aranio Banjar disejajarkan dengan kopi Indonesia yang sudah populer, seperti kopi Gayo, Kerinci, Toraja, dan Kintamani.
”Di antara jajaran kopi Indonesia, kopi Aranio Banjar jadi primadona di kedai kami,” ujarnya.
Setelah kopi Aranio Banjar mulai populer dan digandrungi para pencinta kopi, Dwie kembali memperkenalkan kopi asli Banua dari daerah Bati Bati, Kabupaten Tanah Laut. Jenis kopi liberika itu dinamai kopi Liberti, yang merupakan akronim dari Liberika Bati Bati. Kopi jenis ini tumbuh di daerah dataran rendah.
Selanjutnya, pria asal Jambi itu memperkenalkan kopi dari Pengaron, Banjar. Jenis kopi robusta itu diberi nama kopi Pengaron Banjar. ”Kopi dari Pengaron sebenarnya sudah cukup dikenal, tetapi belum populer sampai ke tingkat nasional,” katanya.
Dwie memberi nama pada ketiga jenis kopi asli Kalsel itu agar lebih mudah dikenal dan diterima pasar. Penamaannya disesuaikan dengan daerah tumbuh kopi. ”Identifikasi wilayah tumbuh itu penting untuk menandai kopi,” ujarnya.
Tiga jenis kopi
Saat ini, ada tiga jenis kopi asli Kalsel yang dipopulerkan oleh kedai Biji Kopi, yaitu Aranio Banjar, Liberti, dan Pengaron Banjar. Ketiga biji kopi Borneo itu disebut sebagai persembahan Banua untuk Indonesia, dan hanya dijual melalui tiga kedai Biji Kopi. Dua kedai di Banjarbaru dan satu kedai di Jakarta.
”Kedai pertama di Banjarmasin ditutup karena biaya sewa tempatnya naik,” ujarnya.
Saat ini, ada tiga jenis kopi asli Kalsel yang dipopulerkan oleh kedai Biji Kopi, yaitu Aranio Banjar, Liberti, dan Pengaron Banjar. Ketiga biji kopi Borneo itu disebut sebagai persembahan Banua untuk Indonesia.
Dua kedai Biji Kopi di Banjarbaru dikelola langsung oleh Dwie, sedangkan kedai Biji Kopi di Jakarta dikelola oleh temannya. Ketiga kedai itu rata-rata menyerap 200-300 kilogram (kg) biji kopi setiap bulan atau separuh dari total produksi kopi Kalsel saat ini.
”Dari total serapan kedai, separuhnya dipasarkan di Jakarta. Omzet dari tiga kedai Biji Kopi juga sudah menembus Rp 30 juta sampai Rp 40 juta per bulan,” kata Dwie.
Kopi asli Kalsel itu dipasarkan dalam bentuk biji kopi, bubuk kopi, ataupun minuman kopi. Kopi berbentuk biji dan serbuk sudah dikemas dengan cukup rapi. Satu kemasan dengan berat 200 gram dijual Rp 50.000 untuk biji kopi Aranio Banjar dan Pengaron Banjar, serta Rp 60.000 untuk biji kopi Liberti.
Menurut Dwie, kopi asli Kalsel mulai dikenal dan digandrungi orang luar setelah Biji Kopi kerap berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pameran di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Biji Kopi hadir dalam Festival Kopi Nusantara dan Smesco Rembug Kopi Nusantara di Jakarta, serta ikut promosi kopi Indonesia di Festival Kopi Helsinki, Finlandia, dan juga sampai ke Vietnam.
”Kami ke Finlandia karena diajak Pemerintah Provinsi Kalsel. Kemudian sampai ke Vietnam karena bergabung dengan Sentra Kopi Nusantara di Jakarta,” kata Dwi yang juga Ketua Himpunan Petani Kopi Borneo binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalsel.
Pada kegiatan pameran atau festival itu, para pelaku usaha ataupun produsen kopi dipertemukan dengan calon-calon pembeli atau importir kopi. Di situ, mereka mulai melirik kopi asli Kalsel yang menjadi produk unggulan Biji Kopi.
”Dari tiga produk kopi yang kami pasarkan, yang paling diminati adalah kopi Liberti. Kopi Liberti itu juga yang kami bawa sampai ke Finlandia,” kata penerima penghargaan usaha mikro, kecil, dan menengah pengembang kopi lokal terbaik 2019 dari Kanwil Bank Indonesia Kalsel.
Tak hanya diminati pasar nasional, kopi asli Kalsel juga diminati pasar internasional. Importir dari Malaysia sudah mengajukan permintaan 2 ton kopi per bulan. Namun, Dwie belum menyanggupi permintaan itu karena petani kopi Kalsel baru mampu memproduksi rata-rata 500 kg per bulan.
”Saya sempat tawarkan bagaimana jika 500 kg per bulan dulu. Namun, calon pembeli dari Malaysia tidak mau. Kalau sampai mengiyakan, kita tidak bisa lagi menikmati kopi Banua,” katanya sambil terkekeh.
Mengutamakan petani
Dwie mengatakan, pasar kopi Kalsel sudah terbuka. Namun, permasalahan kini berada di hulu. Produksi kopi dari petani Kalsel belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam skala besar. Oleh karena itu, budidaya kopi perlu dikembangkan.
Saat ini, budidaya kopi di Kalsel masih menjadi usaha sampingan. Petani belum melihat kopi sebagai hasil kebun yang bernilai ekonomi tinggi. Petani di Aranio, misalnya, lebih fokus pada budidaya ikan di keramba jaring apung daripada budidaya kopi. Petani di Bati Bati juga lebih memprioritaskan budidaya sayuran daripada budidaya kopi.
”Saat ini, ada 42 petani kopi di Banjar dan Tanah Laut yang menyuplai kopi untuk kedai Biji Kopi. Kami mendorong mereka untuk terus meningkatkan produksi,” ujarnya.
Pasar kopi Kalsel sudah terbuka. Namun, permasalahan kini berada di hulu. Produksi kopi dari petani Kalsel belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam skala besar.
Untuk menggairahkan petani menanam kopi, Dwie pun berani membeli biji kopi dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran seharga Rp 50.000 per kg. Dwie yakin kopi Banua di ”Kota Seribu Sungai” itu bisa sejajar dengan kopi-kopi Nusantara yang sudah lebih dulu terkenal.
”Peluang pasarnya masih terbuka. Itu tak hanya buat kami, tetapi juga buat para petani kopi di Banua untuk hidup sejahtera,” katanya.