Kalau Masyarakat Sudah Punya Preferensi Berwisata, Pemerintah Bisa Apa?
Masyarakat umumnya telah memiliki preferensi sendiri dalam berwisata. Oleh karena itu, agar tepat sasaran, segmen sasaran "influencer" mesti terperinci dan spesifik agar tujuan mendongkrak pariwisata tercapai.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Pariwisata masih jadi sektor andalan untuk menyokong penerimaan devisa serta menopang perekonomian nasional. Pemerintah kini berusaha mendongkrak perputaran uang belanja wisatawan lantaran sepinya turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia akibat penyebaran virus korona baru atau Covid-19.
Selain memberikan sejumlah insentif, pemerintah berupaya mengerem dampak wabah Covid-19 terhadap sektor pariwisata dengan menggelontorkan anggaran Rp 72 miliar untuk jasa pemengaruh atau influencer dalam mendorong masyarakat berwisata di dalam negeri. Di sisi lain, masyarakat telah memiliki preferensi dalam berwisata.
Oleh karena itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira berpendapat, pemerintah perlu menganalisis sasaran jasa pemengaruh terhadap segmentasi berwisata masyarakat secara terperinci dan spesifik. "Jangan sampai, penggunaan influencer itu malah tak tepat sasaran dan justru menimbulkan kerugian," katanya saat dihubungi, Senin (2/3/2020).
Salah satu aspek yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam berwisata adalah cuaca. Berdasarkan survei Pegipegi yang dirilis akhir Februari 2020, sebanyak 54,2 persen responden berpendapat, hujan bukan menjadi penghalang dalam berekreasi.
Umumnya, responden berminat rekreasi secara indoor atau dalam ruangan ketika musim hujan. Jenis rekreasi saat musim hujan yang menjadi pilihan teratas ialah menginap di villa. Secara berturut-turut, pilihan rekreasi di posisi berikutnya terdiri dari, wisata kuliner, bermain di taman hiburan dalam ruangan, dan berbelanja di mall.
Associate Public Relations Manager Pegipegi Devi Agustina menyatakan, berburu kuliner bakso dan staycation di hotel menjadi aktivitas berwisata favorit bagi responden. Bahkan, mendaki gunung turut menjadi aktivitas favorit responden, asalkan membawa peralatan luar ruangyang memadai.
Dari sisi destinasi wisata, responden justru mencari tempat-tempat berlibur dengan temperatur udara yang sejuk. Devi menyebutkan, destinasi-destinasi wisata yang menjadi pilihan responden terdiri dari, Kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat; Berastagi, Sumatra Utara; Kota Batu, Jawa Timur; dan Wisata Dieng, Jawa Tengah, yang populer dengan Telaga Warna.
Olah raga
Selain cuaca, hobi juga jadi preferensi bagi masyarakat dalam berwisata, salah satunya kegemaran pada olah raga. Menurut riset Booking.com yang juga dibagikan pada akhir Februari 2020, sebanyak 63 persen penggemar olahraga Indonesia memilih untuk menyaksikan pertandingan secara langsung daripada berlibur dengan keluarga.
Sbanyak 67 persen fan olah raga Indonesia menabung khusus untuk menyaksikan tim atau atlet favoritnya.
Survei riset itu juga menyebutkan, sebanyak 67 persen fan olah raga Indonesia menabung khusus untuk menyaksikan tim atau atlet favoritnya bermain. Bahkan, sekitar 20 persen dari penggemar menyatakan kesediaannya dalam mengurangi anggaran hadiah ulang tahun anak/pasangan dibandingkan mengurangi anggaran perjalanan ke acara olahraga besar.
Sebanyak 80 persen responden Indonesia sangat ingin pergi ke acara pertandingan olah raga karena tidak ingin melewatkan momen yang dinilai bersejarah. Adapun 43 persen responden menyatakan ingin merasakan atmosfernya secara langsung di stadion.
Riset Booking.com itu melibatkan 19.392 responden di 29 negara, termasuk Indonesia dengan jumlah sekitar 900 responden. "Tidak bisa disangkal bahwa acara olah raga sangat memengaruhi pilihan perjalanan yang dibuat seseorang," kata Senior Vice President dan Chief Marketing Officer Booking.com Arjan Dijk melalui siaran pers.
Bhima menilai, acara-acara wisata yang partisipatif dan tersegmentasi secara spesifik, seperti olah raga, dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat. "Misalnya, pemerintah bisa membentuk paket acara lari maraton di Bali atau Lombok. Acara ini membuat wisatawan akan mengeluarkan uang untuk membeli aksesoris, registrasi, penginapan, dan belanja selama di acara tersebut," tuturnya.
Selain itu, Bhima berpendapat, stimulus daya beli dari pemerintah juga penting untuk menggenjot belanja masyarakat saat berekreasi. Contohnya, penangguhan pajak penghasilan badan dan pengurangan pajak pertambahan nilai.
Bhima menambahkan, pemerintah juga perlu menyuntik stimulus bagi pelaku usaha di sektor pariwisata, khususnya kelas mikro, kecil, dan menengah. "Ekstremnya, selama setahun ini, pemerintah menghapus bunga kredit usaha rakyat sehingga pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) mendapatkan kelonggaran dengan hanya membayar cicilan kreditnya," katanya.
Riset-riset di atas telah menunjukkan masyarakat telah memiliki preferensi dalam berwisata yang sulit diintervensi pemerintah. Jika ingin mendongkrak belanja wisata masyarakat, pemerintah perlu berstrategi mengawinkan stimulus penguatan daya beli dan preferensi-preferensi rekreasi tersebut.