Dari Anak Muda untuk Petani
Tiga pemuda, Muhamad Nanda Putra, Kukuh Budi Santoso, dan Febrian Imanda Effendy, melihat kesulitan modal petani menjadi masalah yang dapat diatasi dengan teknologi. Mereka pun membuat platform permodalan digital.
Kesulitan permodalan menjadi masalah klasik yang selalu dihadapi para petani. Bertani merupakan salah satu kegiatan yang berisiko tinggi, antara lain karena sangat tergantung pada keadaan cuaca yang di luar kemampuan manusia untuk mengatasinya. Selain itu, masih ada lagi faktor hama.
Musim panen yang diharapkan berhasil terkadang gagal. Petani pun gigit jari. Padahal, modal yang digunakan untuk membeli bibit dan pupuk merupakan modal pinjaman. Jeratan utang selalu terjadi ketika panen gagal.
Tiga pemuda, Muhamad Nanda Putra, Kukuh Budi Santoso dan Febrian Imanda Effendy, melihat kesulitan modal menjadi masalah yang dapat diatasi dengan teknologi. Teknologi dapat menjadi jembatan antara para pemodal dan para petani. Mereka lalu membentuk platform pendanaan Tanijoy.
”Tanijoy dibentuk pada tahun 2017,” ujar CEO Tanijoy Muhamad Nanda Putra di Jakarta, Selasa (25/2/2020). Awalnya, mereka juga membentuk platform pemasaran produk pertanian, tetapi menjumpai beberapa kesulitan.
”Biasanya, para ibu pengguna produk pertanian itu butuhnya hanya sedikit-sedikit. Beli cabe ½ kilogram, bawang merah ½ kilogram. Padahal, produksi dari petani bisa mencapai berton-ton. Jadi kami harus mendistribusikan lagi, kami kesulitan,” kata Nanda.
Skema syariah
Nanda dan Kukuh yang berlatar belakang sarjana pertanian pun kembali mencari bentuk bisnis pertanian lain. Dari hasil pergaulan dan perbincangan dengan para petani, mereka menemukan ada tiga masalah utama yang dihadapi petani, yaitu permodalan, teknologi, dan pemasaran.
Ketiga sahabat itu pun memutuskan membentuk platform investasi untuk petani. Setelah mendapatkan modal, petani menyetorkan hasil panen kepada Tanijoy. Skemanya adalah syariah dengan akad jual beli dan bagi hasil.
”Kami tidak memberikan uang kepada petani, tetapi dalam bentuk barang, seperti bibit dan pupuk,” kata Nanda lagi. Selain itu, Tanijoy juga memberikan pendampingan kepada para petani.
Petani yang tergabung dalam kelompok tani itu dapat mengambil bibit dan pupuk di toko terdekat yang sudah bekerja sama dengan Tanijoy. Pengambilan bibit dan pupuk terdata secara digital sehingga diketahui pupuk apa yang sudah diambil dan belum, berapa banyak penggunaan pupuk, dan data lainnya.
Kami tidak memberikan uang kepada petani, tetapi dalam bentuk barang, seperti bibit dan pupuk.
Menurut Nanda, sebagian besar petani itu bercocok tanam secara tradisional, tidak memahami tips dan trik pertanian. Seperti dalam memberikan pupuk, mereka hanya menyebarkan pupuk saja tanpa ada ukuran dan waktu yang tepat. Hasilnya, ada tanaman yang besar karena kebanyakan pupuk dan ada yang kurus karena kurang pupuk.
”Untuk mendampingi petani, kami memiliki manajer lapangan. Satu manajer lapangan mengawasi beberapa kelompok tani,” kata Nanda lagi. Nanda mencontohkan, Tanijoy mendapatkan order untuk menghasilkan semangka dengan tingkat kemanisan 13 brix (ukuran tingkat kemanisan buah).
Untuk mendapatkan hasil sesuai dengan pesanan, petani harus menaburkan pupuk tertentu pada waktu tertentu pula. Para petani semangka tidak pernah mendapatkan tips sederhana seperti ini sebelumnya. ”Jadi para manajer lapangan ’memaksa’ petani memberikan pupuk dengan takaran dan waktu yang pas,” kata Nanda.
Bekerja sama
Bagi Nanda dan kawan-kawannya, memang tidak mudah membuat petani tertarik dengan skema yang mereka ajukan. Di sisi lain, Tanijoy juga harus selektif memilih petani yang memang dapat diajak bekerja sama dengan jujur.
Untuk mengatasi hal tersebut, Tanijoy membuka pasar terlebih dahulu sehingga ketika bertemu dengan petani, pasar untuk komoditas yang akan ditanam sudah siap menampung hasilnya.
Setelah itu, dilakukan proyek percontohan bagi satu atau dua petani yang menjadi pemimpin di lingkungan mereka. Biasanya, jika percontohan berhasil, akan menarik minat lebih banyak petani.
Saat ini, Tanijoy telah bekerja sama dengan sekitar 2.700 petani di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Lahan yang dikelola sekitar 500 hektar. Setelah bergabung dengan Tanijoy, menurut Nanda, 80 persen kehidupan petani menjadi lebih baik lagi setelah mendapatkan permodalan dan pendampingan dari Tanijoy.
Tanijoy saat ini sedang mengurus izin ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai platform digital yang mengumpulkan dan menyalurkan dana. Aturan baru dari OJK mengharuskan perusahaan teknologi finansial pembiayaan bisa menjangkau provinsi di luar Jawa. ”Kami juga akan memperluas wilayah ke Indonesia timur,” kata Nanda.
Tanijoy bukan satu-satunya platform digital buatan anak muda yang menjadi jembatan antara petani dan investor. Model bisnis platform digital lain adalah menjual hasil pertanian kepada para konsumen langsung.
Persaingan memang terasa di antara anak muda ini. ”Kalau saya, lebih senang bekerja sama, berkolaborasi dengan platform lain. Saya sering bertemu dengan teman-teman pendiri start up bidang pertanian,” kata Nanda.
Risiko
Nanda dan rekan-rekannya menyadari, berinvestasi pada kegiatan pertanian memiliki risiko tinggi. Sejumlah langkah mitigasi dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko ini. Misalnya, melakukan riset mendalam mengenai komoditas yang akan didanai. Selain itu, dilakukan pendampingan kepada petani agar dapat memanfaatkan teknologi dan pengetahuan sehingga hasil pertanian menjadi lebih baik.
Tidak hanya itu, Tanijoy juga bekerja sama dengan asuransi syariah agar mengasuransikan tanaman. Kerugian karena gagal panen akan dapat ditekan karena ada asuransi. Pemberian modal kepada kelompok tani, bukan perseorangan, juga mengurangi risiko.
Tanijoy menjadi pemenang dalam program DBS Foundation Social Enterprise Program 2019. Bank DBS memberikan dana hibah dan pendampingan kepada 15 wirausaha sosial terpilih dari China, Hong Kong, India, Indonesia, Singapura, dan Taiwan. Tanijoy merupakan satu-satunya wirausaha sosial dari Indonesia di antara 9 wirausaha sosial terpilih di Asia.
”Kegiatan ini banyak sekali manfaatnya. Tidak hanya dana hibah yang diberikan, pendampingan ini yang sebenarnya jauh lebih berharga. Dengan pendampingan, kami memiliki milestone yang akan dilalui, rencana yang lebih jelas lagi,” ujar Nanda. Dia juga mengatakan, dalam pertemuan dengan wirausaha sosial dari negara lain dalam program yang sama, jejaring semakin meluas.
Nanda bercerita, ada sesama wirausaha sosial dari India yang memproduksi mi berbahan dasar kacang bogor. ”Kami sudah mengirim contoh, menunggu balasan dari mereka,” ujar Nanda. Kalau cocok, peluang ekspor terbuka untuk Tanijoy.
Dengan pendampingan, kami memiliki milestone yang akan dilalui, rencana yang lebih jelas lagi.