Kendati kondisi perekonomian berat, optimisme tetap dijaga. Peluang dimanfaatkan agar dampak wabah Covid-19 terhadap perekonomian RI bisa diminimalisasi.
Oleh
NMP/NTA/LKT/LAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transmisi perlambatan pertumbuhan ekonomi China akibat wabah Covid-19 melalui sektor keuangan dan sektor riil yang dapat menekan ekspor dan impor Indonesia diminimalisasi. Perekonomian Indonesia dijaga tetap menggeliat.
Kebijakan fiskal dan moneter ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara Presiden Joko Widodo menginstruksikan kementerian dan lembaga negara agar responsif dan sensitif.
Dalam pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2020 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/3/2020), Presiden menyampaikan, kendati tekanan perekonomian berat, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan harus menghadapinya.
”Tetap fokus bekerja, menjaga optimisme, memanfaatkan peluang, dan mencari jalan keluar dari setiap titik yang menjadikan kesulitan-kesulitan kita,” katanya.
Bank Indonesia meyakini, keadaan mulai membaik di China setelah melalui titik terendah dalam dua bulan terakhir. Aktivitas ekonomi mulai terlihat di pelabuhan dan perjalanan wisatawan. Awal pemulihan mulai terjadi pada April 2020 dan situasi akan pulih sepenuhnya pada Juni tahun ini.
”Sampai saat ini, hasil pemantauan kami menunjukkan, semua perkiraan masih sesuai,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di kantor BI, Jakarta, Rabu.
Dalam perannya menjaga pertumbuhan ekonomi, BI menurunkan suku bunga acuan BI menjadi 4,75 persen pada pekan lalu. BI akan bertemu Otoritas Jasa Keuangan agar penurunan suku bunga acuan BI dapat segera ditransmisikan dalam bentuk penurunan suku bunga pinjaman perbankan.
Konsumsi
Di tengah kondisi perekonomian global yang tak pasti, Presiden menegaskan, impor barang konsumsi, antara lain bawang putih dan daging sapi, juga tak kalah penting. Mendekati bulan Ramadhan, stok barang konsumsi harus memadai agar inflasi bisa dikendalikan.
”Jangan sampai membuat masyarakat khawatir. Sudah khawatir karena korona, khawatir lagi karena suplai barang yang tidak ada,” katanya.
Di Gudang Bulog di Sunter, Jakarta, Rabu, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan, pemerintah berkomitmen membenahi distribusi beras menjelang Ramadhan dan mengantisipasi aksi borong masyarakat pasca-kasus infeksi Covid-19 muncul di Indonesia. Saat ini, stok beras nasional sebanyak 1,65 juta ton.
”Dalam berbisnis ada hak boleh untung. Akan tetapi, yang tidak boleh beras dimafiakan. Dalam arti, jangan sampai ketika rakyat butuh, (harga) dimahalkan, dan ketika panen, harga dibanting dan petani dimiskinkan,” kata Erick.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat, pilar krusial di sektor pangan adalah ketersediaan dan akses. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
”Barang harus ada dan harga harus terjangkau. Kalau punya stok tetapi tidak bisa menjamin distribusi dan harga, maka sulit efektif,” ujar Enny.
Sementara itu, pemerintah mulai mengevaluasi strategi pengentasan rakyat dari kemiskinan yang akan difokuskan pada masyarakat dengan kemiskinan ekstrem, yang jumlahnya sekitar 9,4 juta jiwa. ”Saya minta untuk kerja lebih fokus lagi menyasar penduduk sangat miskin,” kata Presiden.
Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerintah melalui kebijakan fiskal mendorong daya beli masyarakat dengan, antara lain, menaikkan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000 mulai Maret 2020. (NMP/NTA/LKT/LAS)