Grab, Order Prioritas, dan Penilaian Praktik Usaha Normal
Kerja sama perusahaan aplikasi transportasi dengan rental mobil merupakan praktik usaha normal. Ini perlu menjadi perhatian KPPU karena disrupsi digital mengubah model bisnis dan bentuk persaingan usaha.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
Bermula dari laporan para pengemudi yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) Sumatera Utara, PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) dan PT Teknologi Pengangutan Indonesia (TPI) berujung ke ”pengadilan” Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Oraski menuding Grab memprioritaskan order kepada para pengemudi rekanannya, TPI. Oraski menilai praktik ini merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap para pengemudi, mitra individu.
Dalam sidang KPPU, Grab diduga melakukan persaingan usaha tidak sehat lantaran memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi PT TPI. Grab dan PT TI menjadi pihak terlapor dalam sidang perkara Nomor 13/KPPU-I/2019.
Kedua pihak terlapor ini diduga melanggar Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2), dan Pasal 19 Huruf (d) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 14 melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Pasal ini berada dalam bagian yang disebut integrasi vertikal.
Adapun Pasal 15 Ayat (2) melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Larangan ini terdapat di bagian yang berjudul perjanjian tertutup.
Dalam sidang di KPPU, Jakarta, Rabu (5/3/2020), saksi ahli Faisal Basri didatangkan kuasa hukum kedua pihak terlapor yang dipimpin Hotman Paris Hutapea. Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dinni Melanie. Dalam kesaksiannya, Faisal berpendapat, pihak terlapor melakukan praktik usaha yang normal.
Hotman mengilustrasikan, ada perusahaan aplikasi transportasi dalam jaringan (daring) yang bekerja sama dengan perusahaan rental mobil. Kerja sama itu membuat pemilik rental mengoperasikan mobil-mobilnya dengan aplikasi dari perusahaan transportasi daring itu.
Faisal menilai perusahaan aplikasi transportasi daring yang diilustrasikan Hotman menjalankan praktik usaha yang normal dan tidak bisa disebut sebagai integrasi vertikal. Kerja sama tersebut tidak menutup pilihan lainnya.
”Kerja sama itu dikategorikan sebagai pelengkap usaha. Hal ini juga mesti menjadi perhatian KPPU karena disrupsi digital mengubah model bisnis dan bentuk persaingan usaha,” katanya.
Kerja sama itu dikategorikan sebagai pelengkap usaha. Hal ini juga mesti menjadi perhatian KPPU karena disrupsi digital mengubah model bisnis dan bentuk persaingan usaha.
Karena Faisal berpengalaman sebagai tim penyusun UU No 5/1999, Hotman mempertanyakan tujuan pembentukan UU tersebut yang berorientasi pada kerugian konsumen. Menurut dia, apabila tidak ada indikator kerugian konsumen, pelaku usaha tidak dapat diinvestigasi.
Dalam hal ini, Faisal menjawab, indikator kerugian konsumen tampak dari kelangkaan barang dan jasa serta kenaikan harga secara tidak pantas. Oleh sebab itu, perlu ada penyelidikan terlebih dahulu pada indikator-indikator tersebut.
Terkait tujuan pembentukan UU No 5/1999, investigator Arnold Sihombing mengatakan, perkara terhadap terlapor bukan pada titik kerugian konsumen. Titik berat perkara ini pada tujuan yang tertera pada Pasal 3 Poin (b).
Pasal itu menyatakan, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.