Harga batubara naik seiring bertambahnya permintaan dari Korea, Jepang, dan India. Sebaliknya, harga minyak mentah melemah seiring dengan berkurangnya permintaan di pasar global.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan harga batubara acuan untuk periode Maret 2020 sebesar 67,08 dollar AS per ton. Harga bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode Februari lalu yang dipatok 66,89 dollar AS per ton. Sebaliknya, harga minyak mentah melemah seiring dengan berkurangnya permintaan di pasar global.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan, kenaikan harga batubara disebabkan oleh bertambahnya permintaan dari Korea, Jepang, dan India. Tren ini terjadi sejak awal 2020 saat harga batubara dibuka dengan angka 65,93 dollar AS per ton. Namun, sejauh ini harga tersebut masih di bawah rata-rata harga pada 2019 yang sebesar 77 dollar AS per ton.
”Belum beroperasinya secara penuh tambang batubara di China pascalibur Imlek dan wabah (penyakit Covid-19) akibat virus korona baru menyebabkan pasar kekurangan pasokan dari negara tersebut,” kata Agung di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Komoditas batubara tetap akan dibutuhkan untuk bahan bakar pembangkit listrik di sejumlah negara.
Kenaikan harga ini sejalan dengan prediksi PT Bukit Asam Tbk yang menyatakan bahwa komoditas batubara tetap akan dibutuhkan untuk bahan bakar pembangkit listrik di sejumlah negara. Apalagi, aktivitas produksi batubara di China terganggu akibat wabah virus korona di negara tersebut. Hal itu berpotensi menaikkan permintaan dari beberapa negara pengimpor batubara.
”Batubara tetap dibutuhkan untuk memasok pembangkit listrik suatu negara. Kalau tidak membeli batubara, bagaimana listrik mereka bisa menyala? Saya optimistis bisnis ini tetap bagus,” ujar Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin.
Untuk produksi batubara di Indonesia, pemerintah menargetkan produksi sebanyak 550 juta ton tahun 2020. Target tersebut jauh di bawah realisasi produksi sepanjang 2019 yang mencapai 610 juta ton. Dari rencana produksi 2020, sebanyak 155 juta ton dipasok untuk memenuhi kebutuhan batubara di dalam negeri dan sisanya diekspor.
Batubara masih menjadi andalan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Pada 2019, realisasi PNBP dari tambang mineral dan batubara mencapai Rp 44,8 triliun, sekitar 80 persen disumbang oleh tambang batubara. Tahun ini, pemerintah menargetkan PNBP dari tambang mineral dan batubara sebesar Rp 44,4 triliun.
Melemah
Sementara itu, harga minyak mentah merosot pada perdagangan Kamis (5/3/2020) ditutup dengan harga 49,99 dollar AS per barel untuk jenis Brent. Kemerosotan ini terjadi di tengah upaya negara OPEC, organisasi negara pengekspor minyak, memotong produksi minyak mereka. Dengan dipimpin Arab Saudi, OPEC menginginkan pemotongan produksi hingga 1,5 juta barel per hari.
OPEC sedang mendekati Rusia untuk bergabung pada rencana pemotongan produksi. Hanya saja, seperti yang dilaporkan Bloomberg, belum ada tanda-tanda Rusia menyatakan kesediaannya. Beberapa waktu lalu, Rusia menyatakan, mereka bisa menerima harga minyak saat ini. Sebaliknya, Arab Saudi membutuhkan harga minyak mencapai 80 dollar AS per barel untuk memulihkan fiskal negara tersebut.
Harga minyak yang rendah saat ini, menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, bisa dimanfaatkan Indonesia untuk menambah stok di dalam negeri. Hanya saja, rupiah yang sedang melemah terhadap dollar AS membuat manfaat tersebut tak bisa diambil dengan optimal.
Dampak terhadap harga bahan bakar minyak nonsubsidi sudah tampak sejak Januari 2020. Tercatat sebanyak dua kali PT Pertamina (Persero) menurunkan harga jual BBM jenis pertamax (gasoline) dan pertadex (gasoil). Per 5 Januari, harga pertamax turun dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 9.200 per liter. Harga kembali turun menjadi Rp 9.000 per liter sejak 1 Februari lalu.