Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM kembali jadi tumpuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tak hanya menjangkau pasar dalam negeri, UMKM juga diharapkan meraih pasar luar negeri.
Oleh
AGE/CAS/APO/DIM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM masih jadi tumpuan di tengah kondisi perekonomian yang tidak pasti. UMKM tak hanya berperan dalam ekonomi domestik, tetapi juga didorong menjangkau pasar asing.
Salah satu cara mendorong UMKM untuk menguasai pasar dalam negeri adalah meminta industri perhotelan beralih menggunakan produk hasil UMKM. Produk itu antara lain sabun, tempat sampah, dan furnitur.
”Produk-produk UMKM kita tidak buruk, banyak yang berkualitas. Kita mau mengurangi defisit neraca perdagangan. Jadi, saya kira semua harus punya komitmen membatasi impor,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Menurut Teten, banyak produk UMKM dibuat di dalam negeri menggunakan bahan baku lokal yang bisa menyubstitusi produk berbahan baku impor. Dengan demikian, pasar bisa memanfaatkan industri UMKM dibandingkan dengan industri yang bergantung pada bahan baku impor.
Secara terpisah, Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Alumni IPB University Beta Sagita berpendapat, UMKM harus mampu berinovasi menciptakan produk unggulan yang berbeda dengan yang beredar di pasaran. Dengan cara itu, konsumen akan tertarik membeli produk UMKM.
Surplus perdagangan
Produk UMKM juga diharapkan membantu menjaga kinerja ekspor Indonesia, yang targetnya tidak berubah meskipun sejumlah lembaga sudah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia melambat akibat wabah Covid-19, yang akan berdampak pada kinerja perdagangan.
Kementerian Perdagangan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yakni ekspor nonmigas tumbuh 9,8 persen dan ekspor riil barang dan jasa tumbuh 6,2 persen pada 2024. Adapun surplus neraca perdagangan barang 15 miliar dollar AS pada 2024, naik bertahap dari 300 juta dollar AS pada 2020.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia defisit 3,2 miliar dollar AS pada 2019. Sementara, pada Januari 2020 defisit 864 juta dollar AS.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan di sela-sela Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis, menyampaikan, kondisi ekonomi yang sedang lesu tidak membuat pemerintah mengoreksi target ekspor.
”Tidak akan direvisi. Pokoknya acuan kami apa yang sudah ditetapkan dalam RPJMN. Kondisi perdagangan global turun, kita tidak ikut turun,” ujarnya.
Kondisi perdagangan global turun, kita tidak ikut turun
Untuk memenuhi target ekspor, pemerintah membidik negara-negara tujuan ekspor alternatif di luar pasar ekspor yang ada saat ini. Pasar ekspor baru diperlukan karena kondisi ekonomi China, sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, sedang lesu.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, salah satu cara menjaga pertumbuhan ekonomi adalah mendorong investasi langsung ke dalam negeri.
”Cara ini akan lebih relevan ketimbang mendorong konsumsi rumah tangga yang berisiko terhadap fiskal,” ujarnya.
Sementara pemerintah memadukan sejumlah stimulus untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hatarto memastikan kebijakan paket ekonomi dari pemerintah dapat sejalan dengan stimulus moneter BI serta pelonggaran aturan kolektibilitas kredit OJK.
”Kami mendengar dari perbankan situasi kredit terkini. Tujuannya, agar stimulus dari pemerintah, BI, dan OJK efektif terhadap transmisi penurunan suku bunga yang bisa bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya seusai pertemuan dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan pimpinan sejumlah bank. (AGE/APO/CAS/DIM)