JAKARTA, KOMPAS — Dampak wabah Covid-19 terjadi melalui berbagai kanal, baik terhadap perekonomian China, Asia, maupun dunia. Kanal atau saluran itu antara lain konsumsi masyarakat dan investasi yang merosot, perjalanan wisata dan bisnis yang anjlok, serta kegiatan perdagangan dan produksi yang terganggu.
Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dirilis pada Jumat (6/3/2020) menyebutkan, dampak ekonomi Covid-19 diperkirakan 77 miliar dollar AS hingga 347 miliar dollar AS atau setara 0,1-0,4 persen produk domestik bruto (PDB) global. Meski demikian, skenario moderat ADB memperkirakan, dampak ekonominya sekitar 156 miliar dollar AS atau setara dengan 0,2 persen PDB global.
Laporan ADB itu juga menyebutkan, pariwisata adalah sumber penting pendapatan negara-negara berkembang di Asia. Wabah ini diperkirakan akan membuat kunjungan wisatawan mancanegara, termasuk nilai belanja mereka, anjlok. Apalagi, ada larangan bepergian dari Pemerintah China bagi warga negara ”Tirai Bambu” itu.
Sebaliknya, sejumlah negara tidak lagi menerima kunjungan wisatawan dari China untuk sementara waktu. ADB membandingkan kondisi saat ini dengan kondisi pada saat wabah sindrom pernapasan akut (SARS) pada 2003. Saat itu, kunjungan wisatawan ke sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Timur, seperti Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan, anjlok.
”Meski demikian, kasus SARS yang ada di negara-negara itu sebenarnya sangat sedikit,” tulis laporan ADB. Data yang dirilis ADB menyebutkan, pendapatan dari sektor pariwisata di Indonesia secara moderat diperkirakan anjlok 0,207 persen PDB atau sekitar 2,155 miliar dollar AS.
Dampak di sektor pariwisata mulai terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, tingkat hunian kamar klasifikasi bintang di Indonesia anjlok 10,22 poin menjadi 49,17 persen pada Januari 2020 dibandingkan dengan Desember 2019. Tingkat hunian kamar di seluruh kategori bintang merosot dengan penurunan terdalam pada kategori bintang empat, yakni 12,19 poin, menjadi 51,15 persen.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani, di Jakarta, Jumat, mengakui penurunan okupansi tersebut. Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia Pauline Suharno mengatakan, pembelian paket perjalanan merosot.
Pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Rabu-Kamis (4-5/3), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan, wabah Covid-19 menciptakan disrupsi rantai pasok global dan berdampak pada berbagai sektor penting, antara lain pariwisata, perdagangan, dan investasi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Agus Eko Nugroho menyampaikan, potensi kerugian sektor pariwisata di Indonesia mencapai 2 miliar dollar AS.
Mengisi ruang
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, di Jakarta, Jumat, menyampaikan, selain ada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak, ada juga ruang bagi UMKM untuk mengisi kebutuhan pasar di dalam negeri. ”Sekarang impor barang konsumsi, seperti makanan, buah-buahan, hewan, dan barang produksi dari luar negeri, dapat disubstitusi produk UMKM,” ujar Teten.
Meski demikian, menurut Teten, diperlukan komitmen bersama untuk memprioritaskan pembelian produk UMKM, khususnya oleh kementerian dan lembaga. Sementara itu, dalam diskusi publik di kantor Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa di Jakarta, Jumat, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, ada peluang ekonomi yang bisa dimanfaatkan saat ini.
Peluang itu adalah mengisi kekosongan pasar bahan baku yang selama ini banyak diimpor. Meski demikian, ia menyebutkan, Indonesia juga mesti mencari negara tujuan ekspor baru. China, menurut Agus, adalah satu dari tiga negara dengan mata rantai pasok terbesar di dunia bersama Jerman dan Amerika Serikat.
Wabah Covid-19 di China menyebabkan produksi perusahaan multinasional di China terganggu. Aktivitas industri terhenti sehingga rantai pasok tersendat. ”Perlu dipikirkan juga untuk mencari alternatif negara pemasok bahan baku produksi untuk industri yang ada di Indonesia. Kami bekerja sama dengan lintas kementerian dan instansi untuk mempermudah regulasi arus ekspor dan impor barang,” ujar Agus.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan Indonesia-China pada 2019 sebesar 72,826 miliar dollar AS. Namun, neraca perdagangan defisit 16,989 miliar dollar AS bagi Indonesia. Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Benny Soetrisno mengatakan, pemerintah harus segera turun tangan mengatasi masalah rantai pasok yang terganggu akibat wabah Covid-19.
(CAS/APO/AGE)