Dunia kembali dibayangi kondisi perekonomian yang suram. Sentimen negatif bertambah setelah Arab Saudi dan Rusia gagal menyepakati produksi minyak, yang membuat harga minyak dunia anjlok.
Oleh
AFP/BEN/DIM/APO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Harga minyak dunia yang anjlok membuat perekonomian dibayang-bayangi kondisi suram. Sentimen negatif global bertambah, membuat pasar saham bergejolak.
Pemerintah Indonesia mencermati dampak harga minyak dunia yang merosot terhadap postur APBN. Di sisi lain, pelaku usaha ada yang diuntungkan penurunan harga ini.
Mengutip laman Bloomberg, Senin (9/3/2020) pukul 21.00, harga minyak jenis Brent 36,04 dollar AS per barel atau anjlok 20,39 persen dalam sehari. Adapun harga WTI 33,17 dollar AS per barel, merosot 19,65 persen dalam sehari. Harga ini nyari setengah dari harga minyak mentah dalam asumsi makro APBN 2020, yakni 63 dollar AS per barel.
Kondisi ini diikuti bursa saham yang memerah secara global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan, Senin, menyentuh posisi 5.136,809 atau anjlok 6,579 persen dalam sehari. Sejak awal tahun ini, IHSG melorot 18,46 persen. Adapun investor asing sejak awal tahun ini membukukan penjualan bersih Rp 6,265 triliun.
Penurunan harga minyak merupakan yang terbesar sejak Perang Teluk 1991.
"Rentang waktu rendahnya harga ini harus dapat dibatasi beberapa bulan saja, atau efek dari virus (korona tipe baru) terhadap pasar global dan kepercayaan diri konsumen akan memicu resesi berikutnya," kata Keith Barnett, Wakil Presiden Senior Analis Strategis ARM Energy yang berbasis di Houston, AS.
Bursa Efek Australia (ASX) turun lebih dari 7 persen, Senin. Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan, harga saham yang turun dan naik merupakan hal biasa. “Seperti Anda tahu, banyak faktor yang menyebabkan harga saham berubah-ubah,” kata Frydenberg, seperti dilaporkan Harry Bhaskara dari Brisbane, Australia, mengutip ABC.
Serius
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan serius memperhatikan dinamika di pasar minyak dunia. "Selama ini kita hadapi harga minyak melemah menjauhi asumsi APBN, volume produksi Indonesia juga menurun. Kita akan lihat pengaruhnya terhadap APBN dalam setahun ini sekaligus proyeksi 2021," ujarnya.
Kegagalan Arab Saudi dan Rusia menyepakati pengurangan produksi minyak -pasca penurunan permintaan global akibat wabah Covid-19- membuat harga minyak dunia turun semakin dalam.
Sri Mulyani menambahkan, harga minyak dunia yang merosot dalam tekanan ekonomi global seperti saat ini dapat mengurangi beban stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan. Namun, lanjut Sri Mulyani, penurunan ini bisa mengganggu psikologis investor sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar uang dan pasar modal.
penurunan ini bisa mengganggu psikologis investor
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso saat berkunjung ke Menara Kompas, Jakarta, Senin, menyebutkan, penurunan harga minyak dunia dalam jangka pendek akan menguntungkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, biaya produksi akan berkurang.
Namun dalam jangka menengah dan panjang, penurunan harga minyak dunia dapat mengganggu kinerja industri lain, terutama manufaktur. Sebab, harga minyak dunia akan merembet ke harga komoditas dan produk industri.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menyatakan, OJK memantau cermat dan hati-hati kondisi pasar modal Indonesia, termasuk kondisi pasar regional dan global.
Sementara, pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto berpendapat, kejatuhan harga minyak dunia bermanfaat bagi Indonesia. Selain dapat menambah pasokan minyak mentah yang harganya sedang murah, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan harga jual bahan bakar minyak (BBM) tanpa subsidi.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati memilih menambah impor minyak mentah pada saat harga sedang anjlok. Sebab, sebagai negara pengimpor bersih minyak, Indonesia sangat bergantung pada minyak impor.
“Bagi sektor hilir, (kejatuhan harga minyak) ini bagus karena kita bisa membeli banyak mumpung harga sedang murah,” ujar Nicke, Senin.
Mengacu pada laman Pertamina, volume impor minyak mentah Pertamina pada 2019 sebanyak 87 juta barel atau senilai 5,7 miliar dollar AS. Adapun volume impor BBM pada 2019 mencapai 128,4 juta barel atau senilai 8,8 miliar dollar AS. (AFP/BEN/DIM/APO)