Boleh ”Mobile” dan Jajan dengan Berutang, Jangan Lupa Bayar di Akhir Bulan
Di zaman serba cepat, layanan bayar kemudian atau ”paylater” memungkinkan pengguna aplikasi berutang untuk membayar berbagai keperluan. Namun, utang tetaplah utang yang harus dibayar.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
Cukup dengan ketik, klik, atau pindai alat pembayaran digital dengan ponsel pintar kini semua barang bisa dibayar dan dibeli. Jika saldo di dompet digital habis, kita tinggal buka aplikasi yang menyimpan uang di rekening tabungan dan metransfernya dalam hitungan detik.
Bahkan, bagi yang rekeningnya tak berisi alias tak punya uang, hasrat membeli barang yang diinginkan tetap bisa terpenuhi. Sebagai solusi, kini aplikasi dompet digital berlomba-lomba menghadirkan layanan bayar kemudian atau paylater. Layanan ini memungkinkan pengguna aplikasi berutang untuk membayar berbagai keperluan.
Layanan tersebut pun sudah memanjakan banyak orang. Salah satunya Treza (30) yang sudah setahun terakhir memanfaatkan layanan paylater di aplikasi Gojek. Menurut dia, metode bayar nanti terkadang menolongnya ketika masuk akhir bulan (jelang gajian) dan saat sedang malas mengisi ulang saldo dompet digital Gopay milik Gojek.
”Sudah ada satu tahunan (pakai paylater). Kalau yang paling sering buat pesan makanan,” katanya kepada Kompas Selasa (10/3/2020).
Wirausaha itu mengaku selalu memaksimalkan limit kredit yang awalnya Rp 500.000 kini menjadi Rp 750.000 per bulan agar biaya layanan sebesar Rp 25.000 per bulan tidak dirasa berat.
Rizki Baiquni (26) juga sudah dua tahun setia menggunakan layanan paylater di aplikasi kredit daring, Kredivo. Layanan itu sering ia pakai untuk membeli barang di e-dagang, seperti headset, aksesori komputer, buku, dan pulsa. Dengan layanan itu, ia bisa berutang hingga Rp 2,4 juta dan membayar dalam 30 hari ke depan tanpa bunga.
”Awalnya iseng, lama-lama malah jadi kebiasaan. Soalnya enak, enggak ada bunganya,” ujarnya.
Dengan berutang, ia tahu konsekuensi yang didapat jika telat membayar. Untuk itu, ia selalu membayar tagihan setiap tanggal 28 atau sekitar 5 hari sebelum jatuh tempo. Kesadaran bayar utang itu juga dibantu sistem pengingat dari aplikasi, yang menggunakan telepon dari bot hingga SMS.
Meski banyak manfaat positifnya, Shinta Armeilia (29) menilai berutang dengan paylater kadang memberatkan. ”Limit kecil begitu buat apa, bunga juga gede, terus tenggat waktu bayarnya cuma beberapa hari dari tanggal cetak tagihan,” ujarnya.
Meski mudah dan praktis, pembayaran dengan paylater sesungguhnya adalah utang konsumsi yang harus dibatasi. Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho, pun mengingatkan agar masyarakat membatasi utang dengan mempertimbangkan jumlah pendapatan.
”Kalau harus berutang, total cicilan utang yang harus dibayarkan tiap bulan baiknya tidak lebih dari 30 persen pendapatan. Itu termasuk utang-utang lain, mungkin kredit kendaraan dan KPR (kredit pemilikan rumah),” katanya.
Head of Corporate Communications GoPay dari Gojek Winny Triswandhani mengatakan kepada Kompas, pihaknya memastikan pengguna bisa bertanggung jawab memanfaatkan layanan tersebut. Untuk itu, mereka berhati-hati mengembangkan layanan agar rasio kredit macet (NPL) dapat ditekan.
”Kami akan secara hati-hati mengembangkan paylater dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan pengguna, serta regulasi yang berlaku. Prinsip kehati-hatian ini juga salah satu penyebab NPL layanan kami lebih baik dari rata-rata industri,” kata Winny.
Bersamaan dengan hal itu, jumlah pengguna layanan paylater juga terus tumbuh secara signifikan. Tahun lalu, Gopay mencatat ada kenaikan jumlah pengguna hingga mencapai 14 kali lipat dalam setahun.
Menurut mereka, kemudahan registrasi dengan cara unggah swafoto bersama KTP, pemanfaatannya untuk membayar tagihan, makan minum di restoran, dan belanja secara daring menjadi alasan layanan tersebut disukai.
Secara umum, transaksi keuangan dengan alat pembayaran digital kini sudah menjadi kebiasaan 95 persen responden survei perusahaan riset pemasaran Ipsos Indonesia pada akhir 2019. Sebanyak 50-60 persen dari 1.000 responden di berbagai provinsi juga menggunakan uang elektronik untuk pembayaran transportasi.
Soeprapto Tan, Managing Director lpsos Indonesia, mengemukakan, ada tiga motif besar penggunaan pembayaran digital, yakni rasa aman dan keuangan lebih terkontrol, memperkaya hidup (encourage), serta hal baru yang mengikuti perkembangan zaman (Kompas, 16/1/2020).