Masyarakat mau membayar hingga Rp 500.000 per bulan untuk menikmati layanan internet. Padahal, rata-rata realisasi pengeluaran untuk layanan tersebut berkisar Rp 350.000 per bulan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Palapa Ring berpotensi meningkatkan peluang bisnis di berbagai daerah Nusantara, mulai dari sektor pariwisata hingga usaha mikro, kecil, dan menengah. Untuk merealisasikannya, peningkatan utilisasi jaringan komunikasi Palapa Ring ini membutuhkan sokongan operator.
Palapa Ring merupakan jaringan serat optik nasional yang menghubungkan 57 kabupaten/kota sebagai lokasi layanan dan 33 kabupaten/kota sebagai lokasi interkoneksi. Total panjang jaringan serat optik barat dan laut ialah 12.148 kilometer.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang A Latif, Selasa (10/3/2020), mengatakan, pembangunan Palapa Ring memang sudah selesai, tetapi belum tuntas jika belum ada sinyal. Sinyal di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) umumnya dari jaringan 2G, bahkan ada daerah yang belum mendapatkan sinyal sama sekali.
”Kehadiran sinyal merupakan modal bagi masyarakat untuk terlibat dalam ekosistem ekonomi digital,” ujarnya dalam seminar ”Menangkap Potensi Ekonomi Digital di Daerah 3T di Indonesia” di Jakarta.
Pembangunan Palapa Ring memang sudah selesai, tetapi belum tuntas jika belum ada sinyal.
Anang menambahkan, Bakti telah menggaet 17 perusahaan operator untuk menyediakan sinyal bagi masyarakat. Agar investor ataupun perusahaan operator dapat menyiapkan penghitungan bisnis, Bakti bersama MarkPlus Indonesia menyurvei pasar di 57 titik pusat operasional jaringan (NOC) Palapa Ring dengan radius 30 km.
CEO MarkPlus Indonesia Iwan Setiawan mengemukakan, peluang bisnis bagi perusahaan operator masih terbuka di 57 titik itu. Hasil survei menunjukkan, 41 persen dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan 28 persen dari penduduk belum menggunakan internet.
Meskipun penetrasinya lebih tinggi, tingkat kepuasan masyarakat sebagai individu terhadap pelayanan internet masih tergolong rendah. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kecepatan akses internet saat melakukan penelusuran, pengunduhan, dan pengunggahan berada di rentang 22-23 persen. Tingkat kepuasan terhadap kestabilan koneksi pun hanya mencapai 21 persen.
Selain itu, Iwan juga menyatakan, tingkat kemauan untuk membayar layanan internet di tengah masyarakat tergolong tinggi. ”Masyarakat mau membayar hingga Rp 500.000 per bulan untuk menikmati layanan internet. Padahal, rata-rata realisasi pengeluaran untuk layanan tersebut berkisar Rp 350.000 per bulan,” katanya.
Masyarakat mau membayar hingga Rp 500.000 per bulan untuk menikmati layanan internet. Padahal, rata-rata realisasi pengeluaran untuk layanan tersebut berkisar Rp 350.000 per bulan.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Komifo) Jhonny G Plate meminta pelaku usaha operator segera terlibat dalam peningkatan utilitas Palapa Ring. ”Pembangunan Palapa Ring telah menjadi insentif untuk perusahaan operator karena meringankan beban investasi mereka,” katanya saat ditemui secara terpisah.
Ketua Bidang Pengembangan Infrastruktur Jaringan Anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Urai Ida Sri Haryani menilai peningkatan utilititas Palapa Ring berperan penting dalam penetrasi penggunaan internet secara nasional. Penggunaan internet ini akan bermuara pada pembentukan pasar dalam ekosistem perekonomian digital.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) Bambang Prastowo berpendapat, pemerintah daerah patut melihat pentingnya kehadiran teknologi terhadap kemajuan pariwisata di wilayah. Dia berharap pemerintah daerah dapat memberikan stimulus dan peraturan di tingkat daerah yang ramah terhadap perusahaan operator.
Pemerintah daerah dapat memberikan stimulus dan peraturan di tingkat daerah yang ramah terhadap perusahaan operator.
Anang berpendapat, kehadiran tulang punggung infrastruktur telekomunikasi itu turut berperan dalam menggali sektor potensial di daerah 3T, salah satunya pariwisata. Potensi ini pun dapat digarap secara bisnis oleh perusahaan operator.
Menurut Founder and Chairman MarkPlus Indonesia Hermawan Kartajaya, pariwisata di daerah 3T merupakan salah satu yang dicari target pasar dari kelompok generasi muda saat ini. ”Kelompok ini mencari pengalaman wisata yang otentik dan unik. Daerah 3T memiliki potensi tersebut,” katanya.
Dari segi perilaku konsumen, Hermawan menyebutkan, ada peluang bisnis yang dapat digarap pelaku operator. Dia mencontohkan, wisatawan muda biasanya membutuhkan sinyal internet untuk mengunggah konten berliburnya secara terkini (real time).