Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis (12/3/2020), dihentikan karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 5 persen dalam sehari. Posisi IHSG ini merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pandemik Covid-19 meruntuhkan persepsi dan keyakinan investor terhadap kinerja pasar saham global dan regional. Upaya otoritas bursa dalam menahan pelemahan indeks akan berlanjut sesuai kebutuhan situasi dan kondisi.
Perdagangan di pasar saham pada Kamis (12/3/2020) terpaksa dihentikan 30 menit karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 5,01 persen ke level 4.895,78. Penghentian pada pukul 15.33 WIB itu membuat perdagangan yang pada kondisi normal ditutup pukul 16.00 WIB, tidak berlanjut.
Langkah penghentian perdagangan itu atas aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memerintahkan Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham selama 30 menit jika IHSG anjlok 5 persen dalam sehari perdagangan. Kemudian, penghentian selama 30 menit kedua akan dilakukan jika IHSG masih turun hingga 10 persen. Terakhir, jika dalam sehari perdagangan IHSG turun hingga 15 persen, perdagangan dihentikan.
Ditemui di Padang, Sumatera Barat, Deputi Komisioner Pengurus Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, regulasi ini merupakan bantalan untuk mengatasi kepanikan pasar. Gejolak di pasar saham dunia dan Indonesia sulit dibendung setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemik.
Fakhri menambahkan, kepanikan pasar diperparah perang harga minyak antara Rusia dan Arab Saudi. Selain itu, pemangkasan suku bunga Bank Sentral AS, The Fed, yang tidak efektif membendung krisis, menjadi sentimen buruk bagi pelaku pasar.
”Perlu diambil langkah untuk mengurangi dampak terhadap pasar yang berfluktuasi. Jika perdagangan tidak dihentikan, pelemahan terhadap indeks saham kita bisa berlanjut,” kata Fakhri.
OJK juga mempersilakan emiten untuk membeli kembali (buyback) saham tanpa perlu persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS). Upaya ini untuk membantu emiten menjaga posisi harga saham mereka sesuai dengan fundamental yang sebenarnya.
”Nilai saham saat ini tidak mencerminkan fundamental kinerja emiten, melainkan menggambarkan psikologi pasar yang khawatir akan proyeksi ekonomi secara global ke depan,” ujar Fakhri.
OJK mempersilakan emiten untuk membeli saham kembali maksimal sebanyak 20 persen dari modal disetor. Adapun ketentuan saham yang beredar paling sedikit sebanyak 7,5 persen dari modal disetor.
Menurut Fakhri, empat emiten sudah menyatakan kesediaan dan kesiapannya untuk membeli kembali saham mereka dari publik. Namun, prosesnya masih terlalu dini sehingga Fakhri menolak menyebutkan nama perusahaan dan nilai emisi dari aksi tersebut.
Upaya lain untuk menjaga harga saham, atas izin OJK, BEI juga memberlakukan aturan penolakan transaksi (auto-rejection) saham apabila harga saham dalam sehari perdagangan turun hingga 10 persen.
Di tempat terpisah, analis Sucor Sekuritas, Hendriko Gani, menilai, bantalan-bantalan otoritas sudah cukup untuk membatasi penurunan IHSG lebih dalam. Namun, pergerakan positif IHSG baru dapat terjadi jika diimbangi dengan pembelian saham yang agresif.
”Perlu stimulus yang dapat membuat investor berani masuk ke pasar saham. Tren global sekarang, investor masih terlihat ragu-ragu untuk kembali masuk pasar dan lebih cenderung keluar dari pasar modal,” ujarnya.