Kenaikan status penyebaran virus korona penyebab Covid-19 sebagai pandemi meruntuhkan indeks pasar modal di dunia. Tekanan pasar juga datang dari aksi tunggu investor terhadap realisasi pembelian kembali
Oleh
dimas waraditya nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepanikan investor akan penyebaran Covid-19 berpengaruh besar terhadap anjloknya pasar modal global dan regional. Kekhawatiran investor terhadap dampak mewabahnya virus korona tehadap perlambatan ekonomi dunia semakin nyata.
Pada jeda perdagangan siang, Kamis (12/3/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 5.002,55. Setelah dibuka pada level 5.040,1, IHSG terus merosot hingga di titik terendah 4.929,56.
Analis BNI Sekuritas, Maxi Liesyaputra, mengatakan, tekanan pasar semakin bertambah setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyebaran virus korona penyebab Covid-19 sebagai pandemi. Hal ini membuat kekhawatiran pelaku pasar akan wabah virus korona yang dapat memengaruhi ekonomi global semakin nyata.
”Sesuai perkiraan, indeks akan meluncur turun hari ini, bahkan besok, karena kejadian luar biasa atau outbreak penyebaran virus korona,” ujarnya.
Sesuai perkiraan, indeks akan meluncur turun hari ini, bahkan besok, karena kejadian luar biasa atau outbreak penyebaran virus korona.
Penyebaran virus pemicu Covid-19 di sejumlah wilayah dan negara telah terjadi melalui penularan lokal, artinya warga yang terjangkit tidak memiliki catatan bepergian ke wilayah atau berkaitan dengan kasus positif Covid-19 dalam setidaknya 14 hari terakhir.
Indeks saham lain di Asia Tenggara juga tampak tertekan di zona merah pada pembukaan perdagangan pagi ini, di antaranya indeks PSEi Filipina yang anjlok 5,48 persen, FTSE Straits Times Singapura (3,78 persen), dan KLCI Malaysia (0,92 persen).
Indeks di sejumlah negara raksasa ekonomi Asia juga anjlok pada pembukaan perdagangan, di antaranya indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang tergerus masing-masing 4,29 persen dan 4,49 persen. Adapun indeks Kospi Korea Selatan jebol 3,90 persen. Sementara itu indeks Hang Seng Hong Kong turun tajam 3,71 persen.
Selain terimbas indeks regional dan global, Maxi mengatakan, tekanan pasar juga datang dari aksi tunggu investor terhadap realisasi pembelian kembali saham oleh manajemen emiten tanpa perlu melakukan rapat umum pemegang saham.
Tekanan pasar juga datang dari aksi tunggu investor terhadap realisasi pembelian kembali saham oleh manajemen emiten tanpa perlu melakukan rapat umum pemegang saham.
Secara terpisah, Research Analyst Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper mengemukakan, batas bawah penolakan perdagangan (autorejection) saham sebesar 10 persen cukup efektif untuk mencegah penurunan harga lebih dalam. Bantalan ini turut menjaga psikologis investor dan memberikan waktu bagi mereka untuk mempertimbangkan komposisi investasi mereka.
Namun, kebijakan autorejection batas bawah 10 persen itu membatasi transaksi sehingga likuiditas saham mengetat. Padahal, di sisi lain transaksi juga perlu digenjot saat lHSG masih diwarnai tren pelemahan sebagai dampak Covid-19 perlambatan ekonomi, dan perang harga minyak antara Rusia dan Arab Saudi.
”Tapi tanpa adanya autoreject bawah ini, tekanan jual akan semakin besar dan berpotensi memperdalam anjloknya IHSG,” ujar Dennies.