Indonesia dan Belanda berkomitmen mendorong produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Sengketa dagang Sengketa dagang Indonesia-Uni Eropa di WTO diyakini tidak mengganggu ekspor sawit nasional.
Oleh
Agnes Theodora / BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Belanda berkomitmen mendorong produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan. Dengan demikian, akses ke pasar Uni Eropa tetap terbuka meski masih ada sengketa dagang terkait komoditas itu di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Komitmen itu menjadi salah satu poin kerja sama yang dibicarakan Indonesia dengan Belanda selama kunjungan Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima bersama rombongan di Indonesia pada 9-11 Maret 2020. Selama kunjungan persahabatan itu, Indonesia-Belanda membukukan 30 perjanjian kerja sama dengan nilai kontrak 1,5 miliar euro atau Rp 24,37 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/3/2020), mengatakan, ekspor produk kelapa sawit yang terhambat masuk ke pasar Uni Eropa adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dalam bentuk biofuel atau minyak kelapa sawit mentah yang akan diolah jadi biofuel. Sementara ekspor hasil olahan kelapa sawit untuk keperluan lain, seperti industri makanan dan kosmetik, tidak terganggu.
Dengan demikian, peluang ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara-negara Eropa masih terbuka. Demi memacu mutu komoditas agar bisa masuk ke pasar Uni Eropa (UE), Indonesia mendorong penerapan prinsip berkelanjutan di industri sawit, termasuk lewat kerja sama dengan Belanda.
Indonesia mengajukan gugatan ke WTO terhadap kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) UE yang mewajibkan negara-negara anggota memakai bahan bakar dari komoditas yang dapat diperbarui mulai 2020-2030. Indonesia juga menggugat aturan turunan RED II yang memasukkan minyak kelapa sawit dalam kategori komoditas berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan tidak langsung.
Petani kecil
Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pengembangan Kooperasi Belanda Sigrid Kaag mengatakan, meski ada larangan yang ketat dari UE, hal itu masih bisa dinegosiasikan lagi. Apalagi, kebijakan itu masih disengketakan di WTO.
Belanda tetap akan bekerja sama dengan Indonesia untuk memproduksi kelapa sawit secara berkelanjutan. Bentuknya, pelatihan dan peningkatan teknologi bagi petani sawit, khususnya yang berskala kecil.
Sigrid Kaag yakin ada solusi alternatif yang bisa ditempuh tanpa merugikan Indonesia.
Sigrid Kaag tak menampik, ada kekhawatiran yang beralasan dari UE serta dunia internasional terhadap produksi minyak kelapa sawit yang berkontribusi pada polusi dan deforestasi. Namun, ia yakin ada solusi alternatif yang bisa ditempuh tanpa merugikan Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar minyak kelapa sawit.
”Kami ingin membantu mencarikan solusi agar ada transisi yang tidak memberatkan Indonesia, khususnya petani-petani kecil. Kami terus berdiskusi dengan UE untuk membahas bagaimana cara terbaik melalui transisi ini agar lebih adil untuk Indonesia,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, perjanjian dagang dan urusan ekspor tetap jalan. ”Kita lihat bagaimana prosesnya di WTO. Mudah-mudahan ada solusi. Belanda dan Indonesia sama-sama berkepentingan. Mereka (Belanda) pun tidak mau ada halangan,” kata Agus.
Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor sawit Indonesia pada Januari 2020 anjlok 65,58 persen dari 370,45 juta dollar AS pada Desember 2019 menjadi 127,5 juta dollar AS pada Januari 2020.
Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, perlu dorongan dan pendampingan pemerintah untuk memastikan produksi di level petani juga berkelanjutan.