Perekonomian di Indonesia mulai terpukul Covid-19, yang ditetapkan WHO sebagai pandemi global. Industri pariwisata dan manufaktur bersiap menghadapi situasi terburuk.
Oleh
CAS/AGE/JUD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor perekonomian di Indonesia, terutama pariwisata dan manufaktur, terpukul pandemi Covid-19. Jika kondisi ini berlangsung cukup lama, dikhawatirkan pemutusan hubungan kerja tak terhindarkan.
Di sektor pariwisata, sejak Januari 2020 sampai Kamis (12/3/2020), pendapatan diperkirakan hilang 1,5 miliar dollar AS. Hitungan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia menyebutkan, nilai itu terdiri dari kehilangan potensi pendapatan dari kedatangan wisatawan China 1,1 miliar dollar AS dan wisatawan negara lain 400 juta dollar AS.
Organisasi Pariwisata Dunia PBB atau UNWTO menyebutkan, pariwisata merupakan sektor yang terkena pukulan paling keras wabah Covid-19. UNWTO memperkirakan, jumlah turis internasional pada 2020 akan berkisar 1,416 miliar-1,446 miliar orang. Jumlah ini anjlok dibandingkan dengan tahun 2019 yang diperkirakan 1,46 miliar orang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Januari 2020, ada 1,272 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia, merosot 7,62 persen dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebanyak 1,377 juta kunjungan.
”Tahun 2019 ada 2 juta wisman asal China dengan belanja sekitar 1.100 dollar AS. Adapun sejak awal Februari 2020 sudah tidak ada pesawat dari China ke sini sehingga asumsinya pendapatan dari wisatawan China sudah hilang separuhnya,” kata Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Kamis.
Hal ini berakibat pada penurunan okupansi atau tingkat hunian hotel di Indonesia. Jika kondisi ini terus berlangsung, industri pariwisata bersiap menghadapi situasi terburuk.
Mau tidak mau, kata Hariyadi, pelaku usaha akan memotong biaya operasional, salah satunya dengan memotong biaya karyawan. Cara itu dapat ditempuh bertahap, yakni merumahkan sebagian karyawan, memberlakukan jam kerja bergiliran, dan mengenakan PHK.
”Prioritas saat ini menjaga arus kas. Dengan merumahkan sebagian karyawan dan mempekerjakan bergiliran, pelaku industri pariwisata mencoba mengurangi beban kas 30-50 persen,” katanya.
Prioritas saat ini menjaga arus kas.
Stimulus pemerintah untuk membantu industri pariwisata antara lain membebaskan pungutan pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata utama. Namun, dampaknya belum dirasakan pelaku usaha.
Hariyadi mengatakan, realisasi stimulus itu tergantung dari koordinasi pemerintah pusat dan daerah sebab pajak dipungut pemda.
”Stimulusnya sebenarnya sudah tepat, tetapi seberapa cepat bisa dieksekusi. Kalau untuk pariwisata, penghapusan pajak hotel dan restoran belum efektif,” ujar Hariyadi.
Manufaktur
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri menyatakan, industri alas kaki yang padat karya menanggung beban operasional yang berat, terutama untuk menggaji karyawan. ”Kami belum tahu instrumen apa yang bisa dipakai untuk mengonversi biaya pekerja seandainya situasi belum terkendali, terjadi isolasi dan penurunan pasar yang luar biasa,” kata Firman.
Sejauh ini, dengan kondisi pasokan bahan baku yang terbatas—karena 60 persen di antaranya diimpor dari China—produksi terhambat. Industri alas kaki sudah menurunkan produksi 20 persen dalam 2 bulan terakhir. Padahal, produksi mestinya digenjot menjelang hari raya Lebaran.
”Kalau sampai bulan ini tidak ada solusi untuk bahan baku, potensi penurunan produksi bisa sampai 50 persen. Jika hal itu terjadi, pengurangan karyawan bisa terjadi, khususnya di level kecil dan menengah,” ujarnya.
Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan,
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman mengatakan, kondisi terburuk juga terjadi ketika ada pembatasan pengiriman dari dan ke negara lain.
”Kondisi ini memang sangat berat. Sekarang sudah mulai terasa penundaan pengiriman,” ujar Adhi.
Adhi menambahkan, pelaku industri makanan minuman mengelola stok bahan baku untuk memproduksi kebutuhan Lebaran. Pasar domestik pada bulan Ramadhan dan Lebaran masih diharapkan baik.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pelaku pasar tidak perlu khawatir karena pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 secara optimal. ”Kami mengambil langkah-langkah yang semakin progresif,” ujarnya, Kamis.
Menurut Moeldoko, langkah progresif itu antara lain mengumpulkan talenta di bidang kesehatan, baik dari perguruan tinggi maupun asosiasi terkait, untuk berkolaborasi dengan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 di Indonesia.