PADANG, KOMPAS — Pasar keuangan dan pasar saham global tertekan setelah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Keyakinan investor atas kondisi perekonomian dunia runtuh.
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis (12/3/2020), dibekukan mulai pukul 15.33 WIB, atau 27 menit menjelang penutupan, karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjungkal 5,01 persen. IHSG ditutup pada 4.895,748. Sejak awal 2020, IHSG anjlok 22,28 persen dan investor asing membukukan penjualan bersih Rp 7,207 triliun.
Pada perdagangan Kamis, kinerja bursa saham Thailand ambles paling dalam di ASEAN, yakni 10,86 persen. Adapun bursa saham Filipina anjlok 9,71 persen, disusul IHSG.
Tekanan juga dialami rupiah, yang menyentuh batas baru terendah setelah 23 Mei 2019. Nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Kamis, sebesar Rp 14.490 per dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan, langkah investor melepas instrumen pasar keuangan di Indonesia, terutama surat berharga negara (SBN), menekan rupiah. Tekanan di pasar keuangan terjadi secara global.
BI, tambah Nanang, berkomitmen memastikan pasar tidak panik melalui intervensi penjualan instrumen Domestic Non Deliverable Forward, pembelian SBN melalui dua kali lelang, dan intervensi di pasar tunai.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi di Padang, Sumatera Barat, menyebutkan, OJK meminta perdagangan saham dibekukan 30 menit jika IHSG turun 5 persen dalam sehari perdagangan.
Pembekuan 30 menit kedua dilakukan jika penurunan berlanjut menjadi 10 persen, kemudian perdagangan dihentikan jika IHSG merosot 15 persen dalam sehari.
”Perlu diambil langkah untuk mengurangi dampak terhadap pasar yang berfluktuasi. Jika perdagangan tidak dihentikan, pelemahan terhadap indeks saham kita bisa berlanjut,” kata Fakhri.
Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani berpendapat, bantalan yang diterbitkan otoritas cukup membatasi penurunan IHSG lebih dalam. ”Namun, perlu stimulus yang membuat investor berani masuk ke pasar saham,” katanya.
Sementara Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anton J Supit menekankan, prinsip dasar yang mesti dipegang saat ini adalah menolong manusia jauh lebih penting ketimbang menyelamatkan ekonomi. ”Semua pihak harus menyatukan langkah untuk mencegah kian menyebarnya Covid-19,” katanya.
Menolong manusia jauh lebih penting ketimbang menyelamatkan ekonomi.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, berpendapat, kesehatan publik dan transparansi kebijakan mesti diprioritaskan. ”Apabila pemerintah dapat menunjukkan langkah antisipatif terhadap masalah (Covid-19), pelaku pasar otomatis akan tenang,” katanya.