”Si Kecil” Mencoba Bertahan di Tengah Guncangan Virus Korona
Merebaknya wabah Covid-19 menyuntikkan ketidakpastian ekonomi. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pun terimbas. Namun, mereka mencoba bertahan di tengah guncangan bertubi-tubi.
Oleh
M Paschalia Judith
·5 menit baca
Merebaknya wabah Covid-19 menyuntikkan ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi dunia dipastikan melambat. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pun terimbas. Namun, mereka berharap sokongan pemerintah agar bisa bertahan dan berkontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional.
Ekspor produk Amin S Sutiman, pemilik usaha Aneka Karya Glass, misalnya, menurun karena dampak wabah Covid-19. “Ekspor produk saya ke Amerika Serikat (AS) menurun hingga 20 persen dalam dua bulan terakhir,” katanya saat ditemui di pameran INDOCRAFT 2020 yang digelar di Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Sutiman berupaya menggarap pasar dalam negeri agar tetap bertahan. Dia bergerilya mencari pameran-pameran kerajinan tangan untuk mempromosikan dan memasarkan produk usahanya.
Kerajinan tangan produksi Aneka Karya Glass berupa lentera berbahan baku kaca. Setiap bulan usaha Sutiman memproduksi sekitar 300-400 lentera. Separuh di antaranya dijual untuk pasar dalam negeri dan setengah lainnya untuk pasar ekspor.
Penyebaran virus korona baru yang memicu penyakit Covid-19 juga menekan usaha sejumlah perajin skala mikro, kecil, dan menengah di daerah tujuan wisata yang menjadi favorit wisatawan mancanegara, seperti Bali.
”Biasanya, sejumlah rombongan turis dari luar negeri datang ke sanggar-sanggar tenun songket Bali. Namun, akhir-akhir ini yang datang hanya perorangan,” kata pemilik usaha kerajinan kain Bali ”Kembar Sari”, Windi, saat ditemui di pameran INDOCRAFT 2020.
Dalam kesempatan yang sama, pemilik usaha Arta Sedana, unit usaha yang memproduksi kain Bali, Ni Kadek Winiyanti, menceritakan, pengunjungnya di Bali menurun. Sebelum Covid-19 merebak, ada sekitar 10 wisatawan yang menyambangi usahanya dalam sehari. Kini, jumlah pengunjungnya hanya berkisar 1-3 orang per hari, bahkan tidak ada sama sekali.
Fuli Nandina, pemilik Artfuli Jewelry, tengah menghadapi tekanan pada jumlah pesanan kerajinan perak, khususnya pemesan yang datang langsung ke lokasi usahanya. ”Desainer-desainer dari luar negeri biasanya datang untuk memproduksi desain mereka. Dengan adanya wabah penyakit saat ini, mereka takut bepergian ke Bali untuk sementara waktu,” katanya saat dihubungi, Rabu.
Tak hanya dari segi pesanan, Artfuli Jewelry juga menghadapi tantangan dari sisi produksi. Fuli menuturkan, perajin harus menggunakan masker selama proses produksi. Akan tetapi, kini harga masker telah melambung tinggi sehingga ongkos produksi pun meningkat.
Bantuan pemerintah
Di tengah tekanan-tekanan yang menghadang, pelaku UMKM menantikan bantuan atau stimulus langsung dari pemerintah. Fuli mengatakan, hingga saat ini dia belum merasakan ada bantuan atau stimulus langsung dari pemerintah.
Fuli berharap pemerintah memberikan subsidi bahan baku bagi UMKM, khususnya di sektor kerajinan perhiasan yang berorientasi ekspor. ”Kami juga berharap pemerintah meniadakan pajak perak dan kuningan (yang menjadi bahan baku kerajinan). Beberapa waktu lalu, kami mengalami kesulitan di Bea dan Cukai karena pelanggan mengirim bahan dari luar negeri untuk diolah di sini dan diekspor kembali. Kami tidak membeli bahan itu, tetapi dikenai pajak,” ujarnya.
Sementara itu, Sutiman berharap pemerintah membantu pelaku UMKM melalui sejumlah kemudahan dalam pemasaran di tengah situasi saat ini. Pemerintah antara lain diharapkan membantu pelaku UMKM dalam memperluas akses pasar, baik ke dalam maupun luar negeri.
Bantuan dalam perluasan akses pasar ini turut menjadi sorotan Winiyanti. Dia berharap pemerintah daerah aktif memasarkan produk-produk dari pelaku UMKM di Bali ke seluruh Indonesia dan ke luar negeri.
Winiyanti mengapresiasi pemerintah daerah Bali yang saat ini mengampanyekan penduduk dan pegawai negeri sipil (PNS) setempat untuk mencintai produk buatan Bali. Misalnya, pengadaan seragam PNS wajib menggunakan kain dari produk Bali.
Meski dirundung ketidakpastian akibat Covid-19 dan perlambatan ekonomi dunia, Ketua Pelaksana Event INDOCRAFT 2020 Rizal Adiputra optimistis, pameran yang digelar untuk ke-17 kali itu dapat mendorong perekonomian UMKM.
Dengan total 106 peserta pameran, gelaran INDOCRAFT 2020 yang diselenggarakan selama 11-15 Maret 2020 diharapkan bisa mencatatkan nilai transaksi Rp 30 miliar dan pertumbuhan pengunjung 10 persen.
Menurut Rizal, transaksi selama INDOCRAFT 2019 mencapai Rp 27 miliar dengan total pengunjung mencapai 15.000 orang. Namun, jumlah peserta pameran tahun lalu lebih banyak, yakni sekitar 170 pelaku usaha.
Duta Besar Venezuela untuk Indonesia Radamés Jesús Gómez Azuaje turut menghadiri pembukaan INDOCRAFT 2020. ”Saya takjub dengan produk-produk Indonesia yang dipamerkan karena mengandung unsur kreativitas,” katanya.
Stimulus pasar
Di sisi lain, pemerintah belum berinisiatif untuk memberikan stimulus langsung kepada pelaku UMKM. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan, pemerintah justru tengah menyiapkan stimulus untuk merangsang daya beli masyarakat.
Akan tetapi, pemerintah tidak menyiapkan skema yang memastikan peningkatan daya beli masyarakat akan mengarah pada penguatan pembelian pada produk UMKM. ”Masyarakat membutuhkan stimulus agar daya belinya meningkat dan membeli produk lokal. Untuk memastikan masyarakat membeli produk UMKM, perlu ada acara pameran-pameran seperti ini dan memastikan rantai pasoknya tak terganggu,” katanya saat ditemui setelah pembukaan INDOCRAFT 2020.
UMKM bisa jadi penyangga perekonomian nasional saat krisis.
Selain itu, tidak ada intensif bagi pelaku UMKM yang masih mengimpor bahan baku. Teten optimistis, pelaku UMKM secara kreatif dapat mencari bahan baku pengganti yang bisa diperoleh di Indonesia. ”UMKM dapat menjadi buffer (penyangga) perekonomian nasional saat krisis. Ini yang sedang kita gerakkan,” ujarnya.
Sementara itu, pameran-pameran nasional berpotensi membuka peluang pasar bagi pelaku UMKM dalam negeri. Gómez berpendapat, penyelenggaraan pameran itu membuatnya melihat kesempatan kerja sama perdagangan antarnegara. Menurut dia, penduduk Venezuela tertarik dengan produk-produk Indonesia.
UMKM masih jadi tumpuan di tengah ketidakpastian ekonomi. Tak hanya berperan dalam menggerakkan ekonomi domestik, UMKM juga didorong menjangkau pasar asing. Salah satu caranya adalah dengan mendorong industri perhotelan beralih menggunakan produk hasil UMKM.
Menurut Teten, produk sabun, tempat sampah, dan furnitur karya UMKM tidak buruk. Banyak di antaranya yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan industri perhotelan. Selain itu, produk-produk itu menggunakan bahan baku lokal yang bisa menyubstitusi produk berbahan baku impor.
Dengan demikian, pasar bisa memanfaatkan industri UMKM dibandingkan dengan industri yang bergantung pada bahan baku impor. ”Kita mau mengurangi defisit neraca perdagangan. Jadi, saya kira semua harus punya komitmen membatasi impor,” kata Teten Masduki di Jakarta, Kamis (5/3/2020).